PPAT Tidak Wajib Lapor Transaksi Mencurigakan ke PPATK, Asal…
Berita

PPAT Tidak Wajib Lapor Transaksi Mencurigakan ke PPATK, Asal…

Sepanjang transaksi yang dilakukan klien dilakukan lewat mekanisme perbankan atau jasa keuangan lainnya.

Oleh:
Nanda Narendra Putra
Bacaan 2 Menit
Foto Syafran (kanan) dan Agus Santoso (kiri) dalam sebuah seminar. Foto: Humas IPPAT
Foto Syafran (kanan) dan Agus Santoso (kiri) dalam sebuah seminar. Foto: Humas IPPAT
Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) disebut sebagai salah satu profesi yang wajib melaporkan mengenai adanya dugaan transaksi mencurigakan kepada Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Dasarnya dapat dilihat dalam PP Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Dalam acara pembekalan dan penyegaran pengetahuan (upgrading) Notaris dan PPAT se-Banten di Alam Sutera Tangerang Selatan, Kamis (13/10) pekan lalu, Ketua Umum Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP-IPPAT), Syafran Sofyan, mengatakan bahwa ada keadaan tertentu yang membuat PPAT tidak perlu melaporkan adanya dugaan transaksi keuangan mencurigakan kepada otoritas. Lantas, keadaan yang bagaimanakah itu? 

Menurut Syafran, PPAT tak selamanya wajib melaporkan transaksi keuangan sang klien sepanjang itu dilakukan secara normal. Maksudnya, sepanjang transaksi itu dilakukan melalui mekanisme perbankan atau jasa keuangan lainnya dengan nilai transaksi berapapun, maka kewajiban pelaporan transaksi tersebut tidak lagi menjadi beban bagi PPAT.

“Biarlah itu (jadi) tanggungjawab dari bank dan lembaga pembiayaan dengan PPATK. Kecuali kalau ada transaksi jual beli tengah malam bawa uang pakai karung, tentunya kita harus curiga,” katanya.

Menurut Syafran, PPAT mesti tetap menaruh curiga terhadap transaksi yang dinilai tidak wajar. Namun, curiga yang dimaksud bukanlah dengan melontarkan pertanyaan secara langsung kepada klien mengenai asal usul harta yang akan ditransaksikan melainkan cukup menggunakan sistem pelaporan secara online mengenai transaksi yang akan dilakukan oleh PPAT dengan kliennya.

Pasal 4 PP Nomor 43 Tahun 2015 menyatakan bahwa profesi wajib menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa atau klien. Tapi, kata Syafran, cara mengenali pengguna jasa agaknya tidak dengan cara menanyakan langsung kepada klien melainkan cukup mengikuti prosedur tata cara pelaporan tanpa perlu klien tahu soal kecurigaan PPAT.

“Jangan kita menanyakan kepada si klien, ‘Pak ini uangnya hasil nyolong ya?’ kita gak usah nanya. Tapi kita buat sistem pelaporan yang online, jadi dia nggak tahu kalau kita melaporkan. Pelaporan yang online ini harus mendapat jaminan. Pertama, jaminan kerahasiaan. Kedua, dari gugatan perdata atau ancaman pidana,” papar Syafran.

Sekedar informasi, selain PPAT sejumlah profesi lain seperti advokat, notaris, akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan masuk kategori profesi yang juga wajib melaporkan adanya dugaan transaksi mencurigakan. Secara umum, alasan dibalik kewajiban melaporkan dugaan transasksi mencurigakan bagi sejumlah profesi termasuk PPAT lantaran profesi ini rentan disusupi oleh pelaku tindak pidana pencucian uang. (Baca Juga: Ini Pihak-Pihak yang Wajib lapor PPATK Terkait Transaksi Mencurigakan)

Kebanyakan pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang didapat dari hasil tindak pidana lewat para profesi. Hal itu juga telah terkonfirmasi dalam riset PPATK dimana pelaku pencucian uang acapkali memanfaatkan ketentuan kerahasiaan hubungan profesi dengan klien yang diatur oleh ketentuan perundang-undangan.

“Jadi kalau ada transaksi itu berapapun nilainya melalui bank, kita tidak perlu tanyakan uang asal usulnya. Sebab jabatan kita adalah jabatan kepercayaan. Kita juga punya rahasia jabatan,” katanya.

Terpisah, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso menegaskan bahwa enam profesi penjaga gawang (gatekeeper) selaku pihak pelapor mesti komit melaporkan setiap transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh kliennya. Sebagaimana disebut dalam penjelasan umum PP Nomor 43 Tahun 2015, kewajiban pelaporan itu dimaksudkan untuk melindungi pihak pelapor dari tuntutan hukum baik secara perdata maupun pidana. 

“PPAT dan Notaris wajib lapor TKM,” katanya lewat pesan singkat kepada hukumonline, Senin (17/10).

Sebelum itu, Agus menjelaskan bahwa tak ada maksud sama sekali PP Nomor 43 Tahun 2015 membuka rahasia profesi. Kala itu, Agus berpendapat ketika ditanya mengenai adanya upaya uji materiil kep Mahkamah Agung (MA) yang dilakukan salah seorang advokat, Ferdi Sutanto tak lama setelah aturan ini terbit. Saat itu, masih ramai diperbincangkan mengenai kekhawatiran klien akan ‘lari’ ketika para profesi membuka ‘aib’ mereka kepada PPATK.(Baca Juga: Tak Ada Maksud PP Buka Rahasia Profesi)

“Tidak ada maksud PP ini  membuka rahasia profesi,” katanya.

Tags:

Berita Terkait