Calon Ini Bicara Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan
Seleksi Hakim Ad Hoc PHI:

Calon Ini Bicara Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan

Salah satu calon memaparkan visi dan misinya apabila terpilih menjadi hakim ad hoc PHI pada MA.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Suasana seleksi calon hakim ad hoc PHI. Foto: ASH
Suasana seleksi calon hakim ad hoc PHI. Foto: ASH
Untuk pertama kalinya, Komisi Yudisial (KY) menggelar seleksi wawancara terbuka terhadap 5 calon hakim ad hoc pengadilan hubungan industrial (PHI) pada MA. Mereka adalah Christina Natal Megawati Tobing (SP/SB), Erwin (Apindo), Juanda Pangaribuan (SP/SB), Saut Kristianus Manalu (SP/SB), dan Sugeng Santoso PN (Apindo) yang sebelumnya dinyatakan lulus tes kesehatan, profile assessment, dan rekam jejak.

Seperti halnya wawancara seleksi calon hakim agung (CHA), kelima calon ini diwawancarai tim panelis yang terdiri dari 7 Anggota KY dan negarawan/negarawan. Dua negarawan/pakar tersebut yakni anggota Dewan Pertimbangan Presiden Sidharto Danusubroto dan mantan Wakil Ketua MA Bidang Yudisial Mohammad Saleh.

Dalam sesi pertama, Tim Panelis mewawancarai dua calon yakni Christina Natal Megawati Tobing dan Erwin yang tercatat sebagai hakim ad hoc PHI Medan dan hakim ad hoc PHI Jambi. Keduanya, mendapati materi wawancara seputar visi, misi, komitmen, kenegarawanan, pengetahuan teknis hukum dan peradilan, dan kompetensi bidang hukum materil dan formil perselisihan hubungan industrial.

Saat wawancara Christina mendapati pertanyaan kenegarawanan yang diminta menjelaskan hubungan konsep negara hukum (rechtstaat) dan negara kesejahteraan (welfare state). “Bagaimana hubungan negara hukum dan negara kesejahteraan dihubungkan wujud peradilan hubungan industrial yang ada saat ini?” ujar Ketua KY Aidul Fitriciada Azhari saat sesi tanya jawab wawancara terbuka seleksi hakim ad hoc PHI pada MA di Gedung KY, Rabu (19/10).

Christina mengatakan kedua konsep bernegara tersebut harus saling terkait karena untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat membutuhkan kepastian dan keadilan hukum. “Ini konsekuensi dari keduanya, negara wajib memberi perlindungan melalui payung hukum terutama kesejahteraan bagi kaum buruh/pekerja. “Ini wujud yang sudah digariskan dalam Pembukaan UUD 1945, ‘Melindungi segenap bangsa Indonesia, seluruh tumpah, dan memajukan kesejahteraan umum’,” jawab Christina.

“Apa konteks negara kesejahteraan ini berhubungan dengan pelaksanaan bunyi Pasal 33 UUD 1945?” tanya Aidul lagi.

Bagi Christina konteks ini lebih pada pengelolaan aset dan kekayaan negara yang belum bisa menjamin kesejahteraan bagi masyarakatnya. “Dalam konteks ini perekonomian yang berbasis kesejahteraan rakyat bisa diwujudkan dalam program UMKM dan usaha-usaha perkoperasian,” kata dia. (Baca: Masalah Hukum Teratasi, KY Seleksi Hakim Ad Hoc PHI).

Panelis lain, Sukma Violetta menanyakan bagaimana praktik upah proses saat pengajuan gugatan PHK. Menurut Christina berdasarkan putusan MK, upah proses harus dibayar hingga putusan PHI berkekuatan hukum tetap. “Tetapi, kita tidak bisa tekstual membaca aturan ini, bagaimana kalau putusan kasasinya belum diputus hingga bertahun-tahun, sementara buruh yang di-PHK tidak bekerja? Ini menimbulkan implikasi ketidakadilan bagi pengusaha. Makanya, UU Ketenagakerjaan tetap memberi patokan upah proses dibayar selama 6 bulan berdasarkan case by case,” jelasnya.

Pada bagian lain wawancara, terungkap bahwa salah seorang kandidat, Erwin, pernah diperiksa KY dalam penanganan beberapa kasus di PHI Jambi. Calon diduga berpihak lantaran salah satu pihak berperkara adalah perusahaan tempat calon pernah bekerja. “Saya memang pernah satu kasus yang melibatkan perusahaan yang dulu saya pernah bekerja di situ, tetapi saya sudah laporkan ke Ketua PN Jambi. Beberapa perkara lain yang menangani majelis lain saat perusahaan itu sering bermasalah,” ujarnya mengklarifikasi.

Dalam kesempatan ini, Erwin memaparkan visi dan misinya jika terpilih menjadi hakim ad hoc PHI pada MA. Ia berjanji akan menjadi hakim ad hoc PHI profesional, jujur, kredibel, adil, dan berintegritas. Misinya, dia akan menjadi hakim yang bertakwa dengan penuh pengabdian serta komitmen menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim secara konsekwen. “Mendukung visi dan misi MA untuk mewujudkan peradilan yang agung dan selalu berupaya ingin meningkatkan kualitas diri sebagai hakim,” katanya.

Sebagai informasi, seleksi ini untuk memenuhi kebutuhan hakim ad hoc PHI tingkat MA Tahun 2016 sebanyak 4 orang. Rinciannya, 2 orang dari unsur Apindo dan 2 orang dari unsur Serikat Pekerja atau Serikat Buruh.
Tags:

Berita Terkait