Fika Fawzia, Orang Hukum di Belakang Menteri Susi
Berita

Fika Fawzia, Orang Hukum di Belakang Menteri Susi

“Jadi sarjana hukum bisa jadi sangat fleksibel, legal background itu sangat membantu saya membaca dan menerapkan kebijakan publik.”

Oleh:
CR20
Bacaan 2 Menit
Fika Fawzia. Foto: CR20
Fika Fawzia. Foto: CR20
Kehadiran Menteri Susi Pudjiastuti yang mengubah peta kebijakan kelautan dan perikanan di Indonesia telah menuai atensi publik. Sosok Susi Pudjiastuti yang fenomenal juga menarik perhatian seorang Fika Fawzia sejak hari pertama pelantikannya sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan.

Fika Fawzia adalah wanita berlatar belakang hukum yang menjadi asisten sekaligus tangan kanan dari Menteri Susi hingga saat ini. (Baca Juga: Muthia Zahra Feriani: Pengusaha Muda, Bermodal Ilmu Hukum).

Kepada hukumonline, Fika berkisah awal ketika niatnya ingin membantu Menteri Susi. Kala itu, Fika yang sedang bekerja dengan Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangunsubroto sempat ‘nyeletuk’ keinginannya untuk membantu.

“Jadi dua tahun lalu saya bersama Pak Kuntoro Mangunsubroto tengah menonton pelantikan Ibu Susi. Saya cuma bilang sama Pak Kuntoro, “Pak Kun, sepertinya kita harus bantu.” Yang saya maksud dengan kita itu Tim UKP4 yang dulu. Tapi Pak Kun diam saja tidak merespon,” tutur Fika usai Diskusi Reformasi Kelautan yang diselenggarakan Kata Data, KBR, dan Hukumonline di Jakarta, Kamis (20/10).

Celetukan Fika itu rupanya disampaikan langsung oleh Kuntoro kepada Susi. Satu hari pasca Susi dilantik, Fika Fawzia menerima telepon langsung dari Menteri Susi Pudjiastuti. “Bu Susi telepon saya dengan suaranya yang berat begitu. ‘Halo, kamu katanya mau bantu saya ya? Udah kamu ke kantor aja, kita ngobrol bareng.’ Setelah ngobrol, Bu Susi langsung ‘nembak’ saya. “Jadi, apa yang bisa kamu lakukan untuk saya?” kisah Fika.

“Saya bilang apapun yang Ibu minta, saya akan bantu sebisa saya. Saya akan bantu supaya struktur kebijakan yang Ibu buat bisa lebih dimengerti orang,” Fika menuturkan awal komunikasinya dengan sosok Menteri fenomenal Susi Pudjiastuti.

Fika menjelaskan bahwa ia tidak pernah melamar pekerjaan, tetapi selalu ditawari atau berdasarkan rekomendasi dari orang-orang penting yang pernah bekerja dengannya. “Sejujurnya saya tidak pernah mengajukan diri untuk mendapatkan pekerjaan selama ini. Selalu ditawari atau berdasarkan rekomendasi dari orang. Berarti setidaknya saya melakukan hal yang benar. Setidaknya mandat yang diberikan, saya lakukan sebaik-baiknya. Jadi kalau ternyata ada orang lain yang recognize, itu ya bonus. Makanya saya bilang saya ini beruntung,” ujarnya.

Nama Fika Fawzia bukanlah nama yang asing di kalangan pejabat teras yang dipercaya memegang jabatan-jabatan penting. Sebelum menjadi tangan kanan Susi Pudjiastuti, Fika Fawzia pernah dipercaya untuk bekerja membantu sederet nama orang penting. “Saya dulu pernah bekerja dengan Pak Kuntoro Mangunsubroto (Mantan Kepala UKP4), pernah bekerja dan kenal dengan Mas Ota (Mas Achmad Santosa) sejak saya dulu di ICEL, pernah juga bekerja dengan Pak Heru Susetyo (Mantan Kepala REDD), dengan Pak William Sabandar sebelum menjadi Kepala PT MRT saya juga pernah bekerja dengan beliau,” ia menuturkan.

Ketika ditanya bagaimana ia bisa mendapat kepercayaan itu, Fika menjawab lugas bahwa disamping bekerja keras, yang tidak kalah penting untuk dilakukan adalah dengan membangun jaringan. “Selain bekerja keras, networking juga sangat penting. Tetapi jangan cuma image-nya doang, tetapi kita nggak bisa kerja. Sebagian teman-teman yang lain mungkin lupa, hanya bekerja keras saja tetapi tidak membuat orang lain untuk recognize achievement mereka,” ujarnya.

Tantangan Bekerja dengan Menteri Susi
Dari berbagai macam pekerjaan yang sudah dilaluinya, Fika mengakui bahwa bekerja untuk Menteri Susi adalah salah satu yang menguras pikiran dan tenaga. “Jujur, bekerja dengan Ibu Susi ini merupakan salah satu pekerjaan terberat saya. Karena dia Ibu Susi,” seloroh Fika.

Fika menjelaskan tantangan terberat bekerja di KKP adalah harus menghadapi beberapa lapis. “Saya selalu katakan, bekerja di KKP saya menghadapai tiga layer. Layer pertama adalah kondisi perpolitikan Indonesia, yang akan berpengaruh terhadap posisi Ibu Susi dan KKP. Tantangan kedua tentunya di dalam KKP itu sendiri, bagaimana mengelola sebuah kebijakan, ada yang suka dengan perubahan tetapi ada juga yang tidak suka dengan perubahan, itu kan sebuah tantangan tersendiri. Ketiga, tentunya bekerja dengan Ibu Susi. Saya harus bekerja dengan orang yang sekeras Ibu Susi,” ujarnya.

Fika Fawzia secara detail menjelaskan beban kerja KKP selama ini dan reformasi kebijakan kelautan dan perikanan yang sudah dilakukan di bawah kepemimpinan Susi Pudjiastuti. “Presiden Jokowi benar dengan mengatakan selama ini kita memunggungi laut, padahal 2/3 wilayah Indonesia adalah lautan. PDB kita dari sektor kelautan dan perikanan sangat kecil, hanya sekitar 3%, padahal Negara lain seperti Norway bisa mencapai lebih dari belasan persen. Selama ini keuntungannya justru masuk ke pribadi atau ke kantong pejabat, itu yang dibenahi oleh Ibu Susi, kami membantu membuat analisisnya,” jelas Fika.

Kementerian Kelautan dan Perikanan di bawah kepemimpinan Susi Pudjiastuti juga banyak merekrut orang dengan latar belakang ilmu hukum terutama untuk law enforcement, khususnya pada Satgas Pemberantasan Ilegal Fishing. “Jadi selain melakukan analisis kebijakan, kami juga mengevaluasi izin-izin yang dikeluarkan untuk law enforcement. Analisis kebijakan dan penegakkan hukum itu equally important, karena banyak sekali kepentingan yang ingin mengintervensi itu,” tegasnya. (Baca Juga: Maritime Court, Khusus Penegakan Hukum di Laut).

Melihat pemahamannya yang luas akan kebijakan kelautan dan perikanan, membuat Fika sering dibandingkan dengan Susi Pudjiastuti. Namun, menurutnya, ia memiliki karakter yang berbeda dengan Susi Pudjiastuti. “Ketika ada orang bertanya pada Ibu Susi, Ibu ini nggak bisanya apa sih? Ibu Susi biasanya menjawab, ‘Saya tidak bisa sabar.’ Nah saya justru kebalikannya, orang justru sering bilang ke saya, ‘Kalau ada olimpiade kesabaran, sepertinya Mbak Fika sudah menang medali emas.’ Jadi menghadapi orang seperti Ibu Susi, ya mesti sabar. Di sisi itu, saya komplementer beliau,” ujarnya.

Berkarir di Beragam Sektor
Fika memang sangat diandalkan oleh Menteri Susi, khususnya berkaitan dengan persoalan hukum dan kebijakan. Maklum, latar belakang pendidikannya memang mendukung untuk itu. Fika menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FHUI) selama empat tahun. Ia menyandang gelar sarjana hukum pada 2008. (Baca Juga: Andovi da Lopez, Mahasiswa FHUI Jadi Seleb Youtube).

Meski saat itu ia mengambil program kekhususan Hukum Bisnis, ia mengaku juga memiliki ketertarikan terhadap hukum lingkungan dan administrasi negara. Hal inilah yang membuatnya tertarik untuk melanjutkan studi di bidang kebijakan publik pada tahun 2010-2012 di Lee Kuan Yew, School of Public Policy, National University of Singapore.

Ketertarikannya pada bidang ilmu hukum dan kebijakan publik, membuat Fika menekuni beragam latar profesi. Sebelum bekerja di ranah kebijakan publik, ia pernah meniti karir private sector. Ia awalnya bekerja bekerja paruh waktu atau magang di kantor pengacara terkenal Hadiputranto Hadinoto and Partners (HHP). Ia juga sempat pula magang di NGO berbasis penelitian seperti ICEL (Indonesian Center for Environmental Law) dan CETRO (Center for Elektoral Reform). (Baca Juga: Sri Indrastuti Hadiputranto, Berkah Kepatuhan Kepada Bapak).

Setelah lulus kuliah, pekerjaan pertamanya adalah tawaran proyek REDD+ untuk kawasan Asia Tenggara atas kerjasama dengan Deutsche Geselleschaft fur Internationale  Zusammenarbeit (GIZ), sebuah development agency yang berbasis di Jerman. Sebelum akhirnya ia bergabung dengan UKP4 bersama Kuntoro Mangunsubroto, yang menjadi perantara untuk kemudian bekerja membantu Susi Pudjiastuti di KKP.

“Saya tidak melihat ada hambatan karena saya memiliki background hukum. Justru jadi sarjana hukum bisa jadi sangat fleksibel, legal background itu sangat membantu saya membaca dan menerapkan kebijakan publik. Belajar kebijakan publik membuat saya kehilangan spesialisasi saya, tetapi saya bisa beradaptasi untuk ditempatkan pada konteks bidang apa saja. Kemampuan beradaptasi itu yang mungkin tidak semua orang bisa. Tetapi yang penting kita punya integritas, harus jujur dalam melakukan pekerjaan. Dimanapun kamu diberikan pekerjaan, lakukanlah yang terbaik. Trust itu akan muncul ketika kamu melakukan yang terbaik. Trust itu kan yang paling susah sebenarnya,” pungkasnya. 
Tags:

Berita Terkait