Pemerintah Tanggapi Pengujian Konstitusionalitas Jabatan Hakim Konstitusi
Berita

Pemerintah Tanggapi Pengujian Konstitusionalitas Jabatan Hakim Konstitusi

Permohonan ini dinilai agak terlambat karena sudah dimohonkan oleh dua orang hakim.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: RES
Pemerintah menegaskan Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU No. 24 Tahun 2003  tentang Mahkamah Konstitusi (MK) seperti diubah dengan UU No. 8 Tahun 2011 terkait masa jabatan hakim konstitusi dan masa jabatan pimpinan MK tidak diskriminatif. Sebab, masa jabatan hakim konstitusi dan pimpinan MK merupakan open legal policy pembentuk Undang-Undang, sehingga bukan persoalan isu konstitusionalitas.

“Adanya perbedaan masa jabatan hakim konstitusi dan hakim agung bukanlah kebijakan diskriminatif. Dari berbagai literatur diskriminasi diartikan kebijakan didasarkan perbedaan suku, agama, ras, antargolongan, atau keberpihakan kepada kelompok yang lebih kuat,” ujar ujar Direktur Litigasi Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham Yunan Hilmy di sidang lanjutan uji materi UU MK di ruang sidang Mahkamah, Kamis (20/9) kemarin.

Sebelumnnya, pengurus Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI) mempersoalkan aturan periodeisasi masa jabatan hakim konstitusi dan masa jabatan pimpinan MK lewat uji materi Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU MK. Aturan ini dianggap diskriminatif karena kedudukan hakim di lembaga peradilan manapun seharusnya tidak mengenal periodeisasi masa jabatan.

Mereka membandingkan dengan masa jabatan hakim agung dalam UU No. 3 Tahun 2009  tentang Mahkamah Agung (MA). Dalam UU MA, masa jabatan hakim agung diberhentikan dengan hormat ketika memasuki usia pensiun (70 tahun) tanpa periodeisasi lima tahunan. Menurutnya, munculnya Pasal 22 UU MK tak terlepas dari kepentingan politik karena UU MK merupakan produk politik hukum negara.

Pasal 22 UU MK menyebutkan “Masa jabatan hakim konstitusi selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya.” Sedangkan Pasal 4 ayat (3) UU MK menyebutkan Ketua dan Wakil Ketua dipilih dari dan oleh hakim konstitusi untuk masa jabatan selama 3 (tiga) tahun.

Bagi Pemohon norma tersebut mengandung pembatasan masa jabatan hakim konstitusi yang bertentangan dengan prinsip kekuasaan kehakiman yang merdeka yang dijamin Pasal 24 dan Pasal 24C UUD 1945. Aturan ini setidaknya potensial membatasi MK dalam penyelenggaraan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Karena itu, Pemohon berharap kedua pasal tersebut dihapus karena bertentangan dengan UUD 1945.

Namun, Pemerintah beralasan perbedaan masa jabatan hakim konstitusi dan hakim agung sebagai konsekwensi logis adanya karakteristik kelembagaan yang berbeda baik dari sisi sejarah, lingkup organisasi, beban kerja, maupun jumlah hakim dan pegawainya. “Tentunya, kalau mau disamakan (memperlama masa jabatan hakim MK) butuh kajian sangat mendalam guna efektivitas, efisiensi, dan kemampuan keuangan negara, bukan dengan dalih diskriminasi,” kata Yunan.

Menurutnya, dalil periodeisasi jabatan hakim konstitusi dapat membatasi kekuasaan kehakiman yang merdeka tidaklah didukung fakta relevan. Sebab, tujuan memperlama masa jabatan hakim konstitusi sangat berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi administrasi negara. Lagipula, masyarakat tidak perlu meragukan integritas dan kemandirian hakim konstitusi yang dihubungkan dengan masa jabatannya.

“Pemerintah tegas mengakui dengan pasal yang diuji, kemandirian hakim konstitusi telah teruji dan banyak diapresiasi masyarakat,” tegasnya.

Pemerintah berharap agar permohonan pengujian ini ditolak untuk seluruhnya. Lagipula, permohonan ini agak terlambat karena sudah dimohonkan oleh Pemohon Binsar M Gultom dan Lilik Mulyadi. “Saat ini permohonan Binsar dan Lilik sedang menunggu pembacaan putusan,” katanya.

Sebelumnya, aturan yang sama juga tengah dimohonkan pengujian Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Binsar M. Gultom bersama Hakim Tinggi Medan Lilik Mulyadi yang memohon pengujian Pasal 6B ayat (2); Pasal 7 huruf a angka 4 dan 6; Pasal 7 huruf b angka 1-4 UU MA jo Pasal 4 ayat (3); dan Pasal 22 UU MK terkait periodeisasi masa jabatan hakim MK dan pimpinan MK. Khusus Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU MK, Para Pemohon meminta ada persamaan masa jabatan hakim konstitusi dan pimpinan MK dengan masa jabatan hakim agung dan pimpinan MA. Permohonan ini tinggal menunggu putusan.
Tags:

Berita Terkait