Ini ‘Jawara’ Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi 2016
Utama

Ini ‘Jawara’ Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi 2016

Atas dasar bobot penilaian kelengkapan berkas dan penguasaan materi, Tim Juri menetapkan FH Udayana sebagai peserta terbaik.

Oleh:
AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Ketua MK Arief Hidayat berpidato saat pembukaan kompetisi Peradilan Semu Konstitusi. Foto: MK
Ketua MK Arief Hidayat berpidato saat pembukaan kompetisi Peradilan Semu Konstitusi. Foto: MK
Sejak Jum’at (21/10) kemarin, 12 delegasi perguruan tinggi telah mengikuti babak penyisihan Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi Piala Ketua MK Tahun 2016. Alhasil, Tim Juri yang diketuai Hikmahanto Juwana menetapkan tiga peserta terbaik. Tim juri menilai ketiga perguruan tinggi ini menunjukkan performa terbaik di ajang peradilan semu konstitusi tingkat nasional bagi para mahasiswa hukum ini.

“Fakultas Hukum (FH) Universitas Udayana meraih Juara I, sementara Juara II dan Juara III diraih FH Universitas Lampung dan FH Universitas Trisakti. Mereka meraih Piala Ketua MK,” ujar salah satu anggota Tim Juri, Fajar Laksono saat dihubungi, Senin (24/10).

MK bekerja sama dengan Universitas Tarumanegara (Untar) menggelar Kompetisi Peradilan Semu Konstitusi Piala Ketua MK Tahun 2016 yang diikuti puluhan perguruan tinggi di seluruh Indonesia. Dari 34 artikel dengan tema “Ambang Batas Perolehan Suara dalam Perkara Pilkada Serentak: Antara Demokrasi Prosedural dengan Demokrasi Substansial” yang masuk, Tim Juri memutuskan 12 perguruan tinggi berhak masuk ke babak penyisihan.

Kedua belas 12 perguruan tinggi yang dimaksud yakni FH Unversitas Lampung, FH Universitas Negeri Surabaya, FH Universitas Trisakti, FH Universitas Panca Bhakti Pontianak, FH Universitas Muhammadiyah Jakarta, FH Universitas Merdeka Malang, FH UIN Sunan Kalijaga, FH Universitas Indonesia, FH Universitas Udayana, FH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, FH Universitas Pamulang, FH Universitas 17 Agustus.

Saat babak penyisihan yang diikuti 12 perguruan tinggi pada 21-22 Oktober 2016, masing-masing delegasi mempraktikkan peradilan semu perkara pengujian UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan UU No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Materinya mengenai Pemohon, tanggapan Pihak Pemerintah dan DPR serta adanya keterangan saksi dan ahli dalam persidangan. Akhirnya, Tim Juri menetapkan FH Universitas Udayana sebagai Juara I dan berhak menggondol Piala Ketua MK.

Fajar menerangkan saat praktik peradilan semu ini tiga finalis tersebut dihadap-hadapkan dalam persidangan. Misalnya, ketika Tim Delegasi FH Udayana sebagai Pemohon dihadapkan dengan Tim Delegasi FH Universitas Lampung atau FH Universitas Trisakti sebagai pihak Pemerintah dan DPR atau sebaliknya. “Saat finalis ada tiga sesi sidang pengujian UU ASN dengan posisi yang berbeda-beda,” kata Fajar menjelaskan.

Adapun parameter penilaian praktik peradilan semu konstitusi ini terdiri atas dua yakni kelengkapan berkas dengan bobot 20 persen dan penguasaan materi (substansi) dengan bobot 80 persen termasuk penampilan (performance). Kelengkapan berkas meliputi format berkas permohonan, tanggapan/keterangan Pemerintah dan DPR, keterangan saksi dan ahli termasuk penyusunan alat bukti.

“Dari sisi substansi, penguasaan terhadap hukum acara, legal standing, argumentasi alasan konstitusional, argumentasi keterangan ahlinya, dan penampilan termasuk atribut persidangan. Atas dasar bobot penilaian ini, kita menetapkan FH Udayana sebagai peserta terbaik,” tegasnya.     

Sebelumnya, saat membuka acara ini, Selasa (18/10) lalu, Ketua MK Arief Hidayat mengatakan kegiatan moot courtmemiliki banyak manfaat, di antaranya sebagai sarana peningkatan softskillbagi para mahasiswa. “Saat ini, mahasiswa sudah dilatih hardskill (teori) di kampus. Namun, jika tanpa softskillsemuanya menjadi percuma,” katanya seperti dikutip laman resmi MK. (Baca juga: 4 Fakultas Hukum Berkompetisi di International Air Law Moot Court).

Arief menegaskan cara berpraktik hukum menjadi esensial untuk dipelajari agar setelah lulus dari kampus hukum para mahasiswa tak gagap dalam menghadapi realitas dunia hukum. Khususnya, dalam praktik beracara di MK yang memiliki banyak perbedaan dengan peradilan umum.

“Saya sarankan nanti di Pusdik (Pusat Pendidikan Pancasila dan Konstitusi MK) teman-teman dapat mengeksplorasi lebih dalam lagi. Sebab, disana akan banyak materi salah satunya tentang tata cara beracara di MK,” jelasnya di hadapan para peserta moot court.
Tags:

Berita Terkait