Pejabat yang Menghilangkan Dokumen TPF Bisa Dipidana
Berita

Pejabat yang Menghilangkan Dokumen TPF Bisa Dipidana

Pemerintah didesak membentuk TPF baru.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Pejabat yang Menghilangkan Dokumen TPF Bisa Dipidana
Hukumonline
Kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib masih menyimpan misteri. Sejumlah kelompok masyarakat sipil menilai kasus Munir belum tuntas. Proses yustisia yang telah berjalan hanya menjerat Polycarpus Budihari Priyanto. Terdakwa lain, Muchdi PR, diputus bebas. Pollycarpus pun sudah bebas bersyarat pada 2014.

Untuk mengungkap kasus pembunuhan Munir, Presiden SBY sempat membentuk Tim Pencari Fakta (TPF). Mantan anggota TPF, Hendardi, mengatakan dengan keterbatasan yang ada, TPF kasus Munir bisa menghasilkan laporan yang telah disampaikan kepada Presiden SBY 24 Juni 2005.

Hendardi mengingat ada sejumlah rekomendasi dalam laporan TPF itu diantaranya mendorong Presiden membentuk TPF baru dengan kewenangan yang lebih kuat. Kewenangan itu diperlukan karena selama ini TPF Munir menghadapi hambatan dalam menjalankan tugasnya. Alhasil, TPF kasus Munir tidak mampu menghadirkan beberapa orang yang dirasa perlu diminta keterangannya.

Sayangnya, setelah TPF menyerahkan laporan itu, Presiden SBY sampai akhir masa jabatannya tak kunjung mempublikasikan hasilnya. Padahal pasal 9 Keppres No.111 Tahun 2004 tentang Pembentukan TPF kematian Munir sangat jelas menyebut pemerintah harus mengumumkan laporan TPF kepada masyarakat.

Ironisnya, saat ini pemerintah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) menyatakan dokumen laporan TPF kasus Munir tidak ditemukan.

Menurut Hendardi, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk tidak mempublikasikan hasil laporan TPF kasus Munir. Rekomendasi TPF masih relevan untuk dijalankan pemerintah dalam rangka menuntaskan kasus Munir. “Selain mencari dokumen TPF, Presiden bisa memerintahkan Jaksa Agung mengajukan PK terhadap kasus Muchdi Purwoprandjono,” kata Hendardi dalam jumpa pers di kantor Imparsial di Jakarta, Kamis (27/10).

Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf, mengingatkan ada sanksi pidana bagi orang yang menghilangkan hasil laporan TPF kasus Munir kepada Presiden. Menurutnya hal itu telah diatur dalam UU No. 14 Tahun 2008  tentang Keterbukaan Informasi Publik dan UU No. 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.

Al menjelaskan pasal 53 UU Keterbukaan Informasi Publik menyebut setiap orang atau badan hukum atau badan publik yang sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak dan atau menghilangkan dokumen publik dapat dipidana penjara dua tahun. UU Kearsipan mengancam pidana paling lama 10 tahun bagi orang yang sengaja memusnahkan arsip di luar prosedur yang benar. “Jika benar dokumen resmi negara (laporan TPF kasus Munir) itu hilang, maka hal itu merupakan sebuah kejahatan tindak pidana,” tegas Al.

Al mengatakan koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Imparsial, KontraS, LBH Jakarta, Setara Institute mempertimbangkan untuk melakukan upaya hukum terhadap dugaan hilangnya dokumen TPF kasus Munir. Untuk saat ini koalisi masih menganggap dokumen itu bisa ditemukan di lembaga pemerintah (Sekretariat Negara).
Tags:

Berita Terkait