Syamsul Arief, Hakim yang “Kecanduan” Olahraga Lari
After Office

Syamsul Arief, Hakim yang “Kecanduan” Olahraga Lari

Berbagai race lari telah diikutinya, dari yang paling berat coast to coast di Parangtritis, hingga Jakarta Marathon.

Oleh:
Ali Salmande Harahap
Bacaan 2 Menit
Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, Syamsul Arief. Foto (kolase): Istimewa
Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, Syamsul Arief. Foto (kolase): Istimewa
Para Hakim di Indonesia atau warga pengadilan pada umumnya, sering diidentikan dengan dua olahraga; tenis dan golf. Sejumlah kompetisi untuk dua olahraga ini kerap digelar oleh warga pengadilan. Namun, tentu tidak semua hakim memiliki passion terhadap dua olahraga itu. Ada yang sama sekali tidak berolahraga, tetapi ada pula yang memilih untuk melakukan olahraga jenis lain.

Syamsul Arief adalah contohnya. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang, Lampung, ini memilih olahraga lari untuk digelutinya secara serius sejak 2014 hingga saat ini.

Ditemui ketika pendaftaran race Jakarta Marathon 2016, Syamsul mengatakan bahwa dirinya memang pernah mencoba olahraga lain selain lari, seperti tenis, surfing, dan selam (diving). Namun, ia mengaku dari olahraga-olahraga itu, hanya lari yang benar-benar membuatnya ketagihan. “Tenis itu soul-nya nggak dapat. Nggak ada penjiwaan. Sedangkan diving itu butuh teman. Beda dengan lari,” ujarnya di Jakarta, Jumat (21/10).

Syamsul mengaku sehari-hari mencoba menekuni olahraga lari, sepeda, renang. Ia menjelaskan olahraga tersebut merupakan olahraga cardiovaskular yang bertujuan melatih pompa jantung. Namun, Syamsul lebih serius menekuni olahraga lari dengan tidak hanya berlatih tiap hari, tetapi juga mengikuti race-race lari yang digelar di sejumlah kota besar di Indonesia. Tak hanya di Lampung, tempatnya bekerja, tetapi juga Syamsul ikut lomba lari hingga ke Bali. 

Lebih lanjut, Syamsul bercerita alasan mengapa dirinya sampai “kecanduan” terhadap olahraga lari. Ia berpendapat bahwa lari adalah olahraga yang alamiah. Secara natural, tuturnya, bayi yang baru mampu berdiri sudah berniat berlari ketika belajar berjalan. “Ada perasaan exciting dan fantastis ketika dari tidak bisa berdiri, kemudian berjalan dan berlari. Perasaan ini yang sering dilupakan oleh orang dewasa,” ujarnya. (Baca Juga: Yeni Fatmawati: Lawyer, Runner, dan Produser)

Dengan berlari, Syamsul ingin merasakan kembali perasaan fantastis bayi yang baru bisa berlari. “Saya mau mencoba mendalami perasaan naluriah itu. Untuk menemukan perasaan fantastis,” ujarnya menjelaskan filosofi olahraga yang digandrunginya ini.

Syamsul pun mengutip seorang pelari ultramarathoner, Dean Karnanzes yang pernah berkata, “If you want to run, run a mile. If you want to experience a different life, run a marathon. If you want to talk to God, run an ultra.”

Ia menuturkan bahwa pernyataan itu benar baik dalam arti filosofis maupun letterlijk. “Orang yang lari ultra marathon itu, dia betul-betul dekat dengan kematian. Dan saat kemudian orang kepayahan itu, secara naluriah alamiah, mau dekat dengan dzat yang Maha Kuasa,” ujarnya.

Syamsul pun berencana untuk mengikuti Jakarta Ultra 100 pada November mendatang. Lomba ini cukup berat, karena jarak 100 kilometer harus ditempuh dalam jangka waktu 20 jam. Ia berharap bisa finis dalam race ini. Syamsul ingin merasakan rasa yang lebih fantastis ketika bisa menaklukan tantangan ini. Sebelumnya, salah satu race terberat sepanjang “kariernya” telah ditaklukan, yakni race Coast to Coast di Pantai Parangtritis, Yogyakarta yang memiliki jarak tempuh sekira 50 kilometer. (Baca Juga: Tentang Fenomena Runner Lawyers)

Ingin Menularkan ke Hakim Lain
Meski olahraga lari ini terkesan sederhana, Syamsul mengakui belum banyak hakim yang tertarik menggeluti olahraga ini dengan mengikuti lomba-lomba lari yang marak di Indonesia belakangan ini. “Di pengadilan, orang bilang yang geluti olahraga ini katanya aku sendiri satu-satunya. Semua bilang begitu. Memang belum ada teman-teman yang lari ikut race atau marathon,” ujar pria yang mengaku biasanya berlatih satu jam berlari setiap hari ini.

Perjalanan Karier Syamsul sebagai Hakim
PengadilanTahun
Hakim PN Harga Makmur, Bengkulu2002-2006
Hakim PN Palopo, Sulawesi Selatan2006-2010
Hakim PN Lubuk Linggau2010-2013
Hakim PN Bengkulu2013-2014
Wakil Ketua PN Tubei, Bengkulu2014-2015
Hakim PN Tanjung Karang, Lampung2016 – saat ini
 
Syamsul berharap semakin banyak hakim (atau warga pengadilan) yang tertarik menggeluti olahraga ini. Ia berharap banyak rekan-rekannya yang terinspirasi untuk hidup sehat dengan berolahraga. “Jadi bukan cuma ikut-ikutan. Kalau sehat sebagai life style ya nggak apa apa ditularin. Biar kita menjadi seperti muda lagi. Biar usia 40-an tahun, tetapi tetap terlihat sebagai ABG,” selorohnya.

Selain itu, Syamsul juga menilai bahwa perlunya hakim menekuni olahraga tertentu agar bisa terus menjaga stamina dan kesehatan. Ia yang dulu sering sakit-sakitan, setelah menggeluti olahraga lari sudah jauh dari penyakit. Apalagi, lanjutnya, pekerjaan seorang hakim memang membutuhkan raga yang benar-benar sehat dan kuat.

“Kenapa olahraga ini ku yakini sangat penting? Pekerjaan menjadi hakim itu kan duduk sepanjang hari. Bertambahnya usia maka bertambah pula kemungkinan kariernya. Karena dengan bertambah usia, bertambah pengalaman, pangkat dan kariernya. Ini nggak disadari oleh para hakim. Bahwa sebetulnya berkurang pula daya tahan tubuh, energi dan staminanya,” ujarnya.

Oleh karena itu, Syamsul menjelaskan bahwa sering ditemukan seorang hakim pad usia dan jabatan tertentu ditemukan tergeletak di kamar mandi atau kamar tidur sudah tak bernyawa. Atau sakit yang membatasi hakim untuk beraktivitas. “Itu nggak disadari. Dari dasar itu, hakim harus memilih olahraga rutin. Karier yang meningkat harus dibarengi dnegan daya tahan tubuh yang stabil. Karena tanggung jawabnya semakin tinggi,” jelas Syamsul.

“Mungkin nggak perlu ikut-ikutan lari, yang penting olahraga. Kalau nggak dibarengi itu, maka dia bisa drop,” pungkasnya. (Baca Juga: Runner Lawyers Berbagi Tips and Tricks (1): Ukur Diri dan Jaga Makanan)

Bisa Menerima Perbedaan
Syamsul menambahkan keuntungan dari berolahraga, terutama lari, adalah membentuk jiwa seseorang menjadi sportif. Salah satu keuntungannya adalah bisa menerima perbedaan. Bagi seorang hakim, lanjutnya, bisa menerima perbedaan merupakan hal yang penting, khususnya ketika membuat putusan.

Oleh karena itu, lanjutnya, mekanisme hukum mengenal istilah dissenting opinion (pendapat berbeda) dari hakim yang tidak setuju dengan pendapat mayoritas. “Jadi kalau berbeda dengan anggota majelis lain, sportif. Nggak baper-an (bawa perasaan,-red),” ujarnya.

Selain itu, Syamsul menjelaskan keuntungan lain dari berlari secara rutin adalah membentuk otak yang fresh dan jujur. Pasalnya, dengan berlari dan berolahraga secara keras, maka banyak energi negatif yang terbuang. “Jadi pikiran kita menjadi jernih dan fresh,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait