Gelar Perkara Tingkat Penyelidikan Dilakukan Terbuka, Ini yang Dilanggar Polri
Berita

Gelar Perkara Tingkat Penyelidikan Dilakukan Terbuka, Ini yang Dilanggar Polri

Penegakan hukum secara terbuka tidak berarti mengabaikan hukum acara pidana. Idealnya gelar perkara dilakukan terbuka terbatas, tidak terbuka menyeluruh seperti halnya di pengadilan.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman. Foto: SGP
Wakil Ketua Komisi III, Benny K Harman. Foto: SGP
Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan calon gubernur (Cagub) petahana Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok kian bergulir. Penanganan kasus tersebut pun dijanjikan bakal dilakukan dalam dua pekan ke depan. Bahkan, Polri bakal melakukan gelar perkara di tingkat penyelidikan secara terbuka.

Langkah Polri menuai kritikan dari kalangan DPR. Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman angkat bicara.  Penyelidikan di mata Benny merupakan serangkaian investigasi secara tertutup. Makanya, penyelidikan yang dilakukan aparat penegak hukum pun tak boleh dilakukan terbuka. “Itu melanggar asas due process of law,” ujarnya di Jakarta, Senin (7/11).

Menurut Benny, proses hukum yang dilakukan secara terbuka di depan publik hanyalah di persidangan pengadilan. Bila penyelidikan dilakukan terbuka untuk umum, sama halnya penegak hukum tidak menghargai prinsip due process of law. Dengan kata lain, Polri telah mengambil kewenangan hakim di pengadilan.“Sama saja dengan mengadili, sama dengan rakyat yang mengadili ahok,” ujarnya. (Baca Juga: 24 Advokat Ini Siap Bela Ahok)

Ia khawatir bila hal itu terjadi, boleh jadi bakal berpotensi disintegrasi bangsa. Oleh sebab itu, Benny menolak keras langkah Polri membuka gelar perkara kasus Ahok di tingkat penyelidikan secara terbuka. “Jadi jangan pernah dilakukan terbuka. Terbuka untuk umum itu hanya sidang di pengadilan. Itu prinsip,” katanya.

Politisi Partai Demokrat itu kesal dengan langkah Polri yang seolah tidak paham dengan due process of law. Ia menilai bila tetap dipaksakan gelar perkara di tingkat penyelidikan secara terbuka, maka dikategorikan masuk pelanggaran prinsip hukum. “Kasih tahu Kapolri itu, tidak boleh. (Itu, red) pelanggaran negara hukum. Mana ada penyelidikan bersifat terbuka,” ujarnya.

Presiden Joko Widodo pun diminta tak mecampuri proses hukum terhadap kasus Ahok. Sebab, penegakan hukum mesti berjalan adil tanpa ditunggangi kepentingan politik dari rezim kekuasaan. “Presiden jangan mengintervensi kepolisian. publik juga harus tahan diri. jangan pengadilan rakyat,” katanya. (Baca Juga:   Ingat! Polisi Tak Berwenang Memukul Massa Demonstrasi, Ini Alasan Hukumnya)

Anggota Komisi III Arsul Sani menambahkan, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mesti menjelaskan alasan dilakukannya gelar perkara kasus Ahok secara terbuka. Lazimnya, kata Arsul, gelar perkara dilakukan setelah kasus perkara masuk dalam tahap penyidikan. Mengacu Pasal 70 ayat (1) huruf a juncto ayat (2) Peraturan Kapolri No.14 Tahun 2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana memang dimungkinkan gelar perkara pada tahap penyelidikan.

Namun gelar perkara yang dilakukan Polri mestinya pula dilakukan secara terbuka terbatas. Dengan kata lain, gelar perkara hanya diikuti oleh para pelapor, serta perwakilan dari masing-masing organisasi masyarakat keagamaan yang berada dalam posisi sama seperti pelapor. Bahkan, Komisi III DPR bila diminta hadir pun bakal menyaksikan gelar perkara tersebut.
“(Regulasi) yang tegas menyebut kata "tertutup" atau "terbuka" memang tidak ada, tetapi di Perkap diatur siapa-siapa yang hadir dalam gelar,” ujar Sekjen Partai Persatuan Pembangunan itu. . (Baca Juga: Presiden Diminta Tak Intervensi Proses Hukum Kasus Ahok)  

Anggota Komisi III Muhamad Nasir Djamil Permintaan publik penegakan hukum dilakukan terbuka yakni tidak mengesampingkan bukti-bukti yang ada. Bukan sebaliknya gelar perkara dilakukan terbuka bak dalam persidangan semua orang dapat menyaksikan. Penyelidikan sejatinya dilakukan secara rahasia, serta independen penyidik saat gelar perkara.

“Yang kami inginkan secara transparan bukan seperti itu, transparan itu artinya gak tutupi bukti-bukti yang ada, yang seharusnya ada dihilangkan, tidak dimunculkan, atau tidk berusaha dicari atau digali lebih dalam. transparam itu bgmn smua bukti yang sudah ada dihadirkan dalam gelar perkara,” ujarnya.

Mekanisme gelar perkara sedianya sudah tertuang dalam standar operasional prosedur Polri. Memang Kapolri dapat saja memenuhi keinginan publik dengan gagasan tersebut. Namun pula perlu menyeimbangkan aspek yang bakal ditimbulkan dari gagasan tersebut. Ia khawatir ke depan menimbulkan persoalan baru lantaran menyalahi hukum acara pidana.

Tags:

Berita Terkait