Ini 10 Informasi Publik yang Sifat Penyebarannya Terbatas
Berita

Ini 10 Informasi Publik yang Sifat Penyebarannya Terbatas

Bila muncul sengketa untuk permintaan informasi, maka keberadaan Komisi Informasi bisa dijadikan sarana bagi publik untuk mengadukan badan publik yang tidak mau memberikan informasi.

Oleh:
ANT/YOZ
Bacaan 2 Menit
Komisi Informasi Pusat (KIP) digugat. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Komisi Informasi Pusat (KIP) digugat. Foto: Ilustrasi (Sgp)
Komisi Informasi Pusat (KIP) menyatakan setiap informasi publik bersifat terbuka dan dapat diakses oleh setiap pengguna informasi publik, kecuali sepuluh kategori informasi yang sifat penyebarannya ketat dan terbatas.

"Pengecualian informasi publik ini berguna untuk melindungi penyebarluasan informasi agar tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 17 Undang-undang tentang keterbukaan Informasi Publik," ujar Komisioner Komisi Informasi Pusat (KIP) Republik Indonesia, Dyah Aryani saat ditemui dalam Seminar Sehari Keterbukaan Informasi Publik di Pekanbaru, Rabu (9/11).

Adapun isi dari Pasal 17 UU No.14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik adalah setiap badan publik wajib membuka akses bagi setiap pemohon informasi publik untuk mendapatkan informasi publik, kecuali informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan dapat menghambat proses penegakan hukum. (Baca Juga: Begini Wajah 6 Tahun Implementasi Keterbukaan Informasi)

Selain itu, untuk kategori yang lain adalah informasi yang dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat, membahayakan pertahanan dan keamanan negara, dapat mengungkapkan kekayaan alam Indonesia dan merugikan ketahanan ekonomi nasional.

Kemudian merugikan kepentingan hubungan luar negeri, mengungkapkan akta otentik yang bersifat pribadi dan kemauan terakhir seseorang, mengungkap rahasia pribadi, serta memorandum atau surat-surat antar badan publik atau intra badan publik, yang menurut sifatnya dirahasiakan kecuali atas putusan KIP atau pengadilan, dan informasi yang tidak boleh diungkapkan berdasarkan undang-undang. (Baca Juga: PPATK Berwenang Meminta Data dan Informasi dari Organisasi Advokat)

Dyah juga menambahkan jika muncul sengketa untuk permintaan informasi, maka keberadaan Komisi Informasi bisa dijadikan sarana bagi publik untuk mengadukan badan publik yang tidak mau memberikan informasi. Setelah menerima pengaduan, Komisi Informasi akan menguji konsekuensi dokumen terkait apakah bisa masuk dalam kategori yang dikecualikan atau tidak.

"Setiap badan publik yang akan membuka informasi harus membuat daftar informasi publik, dan yang dikecualikan itu informasi yang mana saja, serta konsekuensinya. KIP Pusat akan menyelesaikan jika terjadi sengketa antara pemohon informasi dan badan publik yang memiliki informasi tersebut," ujarnya. (Baca Juga: Pro Kontra Badan Publik Non-Pemerintah dalam UU KIP)

Dyah juga menyebutkan sengketa yang sudah diselesaikan pihaknya dari awal tahun 2016 hingga saat ini ada sekitar 30-40 sengketa, kecenderungan pengaduan sengketa tentang informasi tanah, lingkungan hidup dan informasi kehutanan.

Komisi Informasi Pusat (KIP) sendiri adalah sebuah lembaga mandiri yang lahir berdasarkan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. KIP pertama kali bekerja pada tanggal 1 Mei 2010 berdasarkan ketentuan pelaksanaan UU Keterbukaan Informasi Publik yang mensyaratkan pelaksanaan UU ini setelah 2 (dua) tahun diundangkan oleh Pemerintah.

Tags:

Berita Terkait