Terkait Kasus Ahok, Presiden: Ada Aturan Hukum yang Harus Kita Taati
Berita

Terkait Kasus Ahok, Presiden: Ada Aturan Hukum yang Harus Kita Taati

Semua pihak diharap menunggu hasil proses hukum, bukan memaksa aparat penegak hukum.

Oleh:
YOZ/ANT
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Joko Widodo (Jokowi) kembali menegaskan dirinya tidak akan mengintervensi penegakan hukum terkait dengan kasus penistaan agama yang melibatkan petahana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Ia menyerahkan sepenuhnya pada proses hukum yang saat ini sedang berlangsung.

“Sebenarnya sebelum demo itu juga sudah diproses. Saksi-saksi sudah ditanya, saksi ahli sudah didatangkan. Tapi namanya proses itu kan juga memerlukan waktu. Kok enggak pada sabaran,” kata Presiden seperti dilansir dari situs Setkab.

Untuk itu, Presiden meminta semua pihak menunggu hasil proses hukum itu seperti apa. “Jangan aparat hukum kita, kita paksa-paksa, enggak. Itu aturannya sudah ada kok, ketentuan-ketentuan hukumnya juga sudah ada,” tegasnya. (Baca Juga: Tak Terima Disebut ‘Pengacara’ Ahok, Junimart: Jangan Asal Melapor ke MKD)

Menanggapi aksi demonstrasi yang dilakukan sejumlah elemen masyarakat pada 4 November lalu itu, Presiden Jokowi mengatakan, umat yang datang ke demo niatnya baik dan dengan kesungguhan. Ia menyebutkan, konstitusi Indonesia memang memperbolehkan untuk menyampaikan aspirasi dan pendapat.

Namun Presiden mengingatkan, ada aturan-aturan yang harus ditaati. Ada aturan-aturan dan ketentuan-ketentuan hukum yang harus diikuti. “Oleh sebab itu, saya perlu mengingatkan kita semuanya mengenai kebersamaan kita sebagai bangsa. Jangan sampai ada yang ingin merusak kebersamaan ini. Jangan sampai ada yang ingin memecah belah kita,” tuturnya.

Presiden Jokowi juga mengeluhkan kecenderungan yang terjadi di media sosial pada 1 bulan, 2 minggu, 3 minggu belakangan ini. “Isinya saling menghujat, isinya saling mengejek, isinya saling memaki, isinya banyak yang fitnah, isinya adu domba, isinya memprovokasi,” ungkap Jokowi. (Baca Juga: 24 Advokat Ini Siap Bela Ahok)

Presiden menegaskan, kecenderungan yang terjadi di media sosial itu bukan karakter bangsa Indonesia. “Bukan tata nilai Indonesia, bukan tata nilai umat kita, bukan,” tegasnya.

Bangsa Indonesia, kata Presiden, punya budi pekerti, sopan santun, dan akhlakul karimah yang baik. Untuk itu, Presiden mengajak untuk mewaspadai bersama-sama kecenderungan yang terjadi di media sosial. “Mengingatkan, kalau ada teman kita yang melakukan itu diingatkan itu bukan nilai-nilai bangsa Indonesia, itu bukan nilai-nilai kesantunan Islam,” tuturnya.

Presiden mengulang kembali penegasannya, bahwa sebagai bangsa majemuk, mestinya yang mayoritas itu melindungi yang minoritas. Yang minoritas itu juga menghormati yang mayoritas. (Baca Juga: Dinilai Langgar Peraturan DPR, Fahri Hamzah dan Fadli Zon Dilaporkan ke MKD)

“Mestinya seperti itu, harus dua-duanya jalan, saling menghargai, saling menghormati. Kalau tidak ada itu ya tidak akan sambung. Yang mayoritas melindungi minoritas, yang minoritas juga menghormati yang mayoritas,” tutur Presiden.

Kalau itu ada, Presiden meyakini, bangsa Indonesia akan menikmati indahnya perdamaian dan persaudaraan di tengah keberagaman yang dimiliki. “Karena ini anugerah yang diberikan Allah kepada kita,” ujarnya.

Tersangka
Tim advokasi pandangan dan sikap keagamaan Majelis Ulama Indonesia meminta aparat penegak hukum, yakni Polri dan Kejaksaan Agung, meningkatkan status Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menjadi tersangka dugaan penistaan agama.

"Kami mendesak pihak kepolisian untuk segera meningkatkan status Ahok ini dari kasus inti menjadi kasus penyidikan, dengan ditetapkan sebagai tersangka. Kita juga meminta supaya Ahok dilakukan pengamanan," kata Koordinator Tim Advokasi MUI Ahmad Yani dalam konferensi pers di Gedung MUI Jakarta, Senin.

Ahmad mengatakan tim advokasi sudah melakukan kajian dengan mendengarkan video pernyataan Ahok saat melakukan kunjungan kerja ke Pulau Seribu. Kajian tersebut juga diperdalam dengan melibatkan ahli hukum pidana dan ahli bahasa.

"Tentunya pernyataan Ahok dari yang diupload Pemprov DKI Jakarta maupun (versi) Buni Yani, menurut kita tidak ada perbedaan yang mendasar, baik ada kata 'pakai' maupun tidak," kata Ahmad.

Tim advokasi MUI berpandangan bahwa petahana calon Gubernur DKI Jakarta dengan nomor urut dua tersebut sudah memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang tertuang dalam Pasal 156a KUHP UU No 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan dan Penodaan Agama.

Oleh karena itu, aparat penegak hukum diharapkan segera melakukan penahanan dan melakukan pelimpahan ke Kejaksaan atau P21 untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Menurut Ahmad, pengamanan Ahok dianggap perlu, baik untuk kepentingan penyidik maupun tersangka. "Pengamanan Ahok ini supaya tidak ada 'street justice' lagi 'kan dimana-mana dia ditolak. Segera dilakukan penahanan," ujar Ahmad.


Tags:

Berita Terkait