Status Cagub Ahok di Pilkada Dapat Dibatalkan, Begini Aturan Hukumnya
Berita

Status Cagub Ahok di Pilkada Dapat Dibatalkan, Begini Aturan Hukumnya

Karena enam bulan sebelum penetapan pencalonan, petahana tak boleh melakukan program dan kegiatan Pemda sesuai dengan ketentuan UU Pilkada.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Status Cagub Ahok di Pilkada Dapat Dibatalkan, Begini Aturan Hukumnya
Hukumonline
Sorotan jutaan pasang mata belakangan terakhir mengarah ke orang nomor satu di Jakarta, Basuki Tjahaya Purnama alias Ahok. Tak saja karena kinerjanya, namun persoalan dugaan pelanggaran pidana pun kerap menjadi perbincangan masyarakat. Terlepas persoalan pidana yang menjadi sandungannya, Ahok dinilai dapat batal menjadi Calon Gubernur DKI.

Ketua Perserikatan Pekerja Muslim Indonesia (PPMI) Eggi Sudjana berpandangan sebagai lembaga legislatif, DPR mestinya menegur  Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta serta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar membatalkan pencalonan Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta.

“Kita bukan mau nyerempet Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), tetapi kita ingin penegakan hukum,” ujarnya usai melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR di Gedung Parlemen, Kamis (17/11). (Baca Juga: Kronologi Ditetapkannya Ahok Sebagai Tersangka oleh Polri)

Menurutnya pejabat gubernur yang kembali mencalonkan menjadi kepala daerah (petahana) periode berikutnya tak boleh melakukan kegiatan maupun menjalankan program pemerintah daerah. Hal itu bukan tidak mungkin dapat dinilai sebagai agenda kampanye terselubung yang tidak kasat mata.

Setidaknya, hal tersebut diatur dalam aturan UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota  menjadi Undang-Undang (UU Pilkada).

Menurut Eggi, Cagub petahana tak boleh menjalankan program maupun kegiataan Pemda dalam jangka waktu enam bulan sebelum masa penetapan pencalonan. Namun, kata Eggi, dalam rentang waktu enam bulan sebelum penetapan calon pada 24 Oktober, Ahok masih menjalankan kegiatan dan program Pemda.

“Kalau kita melihat ditetapkannya sebagai Cagub pada 24 Oktober maka kalau ditarik ke belakang 24 April, antara itu tidak boleh melakukan kegiatan, tidak boleh melakukan program, tidak boleh melakukan kegiatan yang menguntungkan dirinya,” ujarnya. (Baca Juga: Terkait Kasus Ahok, Presiden: Ada Aturan Hukum yang Harus Kita Taati)

Pria berlatarbelakang profesi advokat itu menunjuk Pasal 71 ayat (3) UU 10/2016. Ayat (3) menyebutkan, “Gubenur atau Wakil Gubernur,Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota , dilarang menggunakan kewenangan, program dan kegiatan yang menguntungkan  atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan  sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai  dengan penetapan  pasangan calon terpilih”.

Sedangkan dalam ayat (5) menyebutkan, “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, Walikota atau Wakil Walikota selaku petahan  melanggar ketentuan  sebagiamana dimaksud papda ayat (2) dan ayat (3), petahan tersebut dikenai sanksi pembatalan  sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU  Kabupaten/Kota”.

Hal itu pula diatur dalam Pasal 87A ayat (2) Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) NO.9 Tahun 2016 tentang Perubahan Ketiga Atas PKPU No.9 Tahun 2015 tentang Pencalonan Pilkada. Ayat (2) menyebutkan, “Bakal calon selaku petahana dilarang  menggunakan kewenangan, program dan kegiatan pemerintah daerah untuk kegiatan pemilihan 6 (enam) bulan  sebelum tanggal penetapan”. Ayat (3) menyebutkan, “Dalam hal bakal calon  selaku petahan melanggar ketentuan  ayat (2), petahan yang bersangkutan  dinyatakan tidak memenuhi persyaratan”.

Menurut Eggi, rentang waktu enam bulan sebelum penetapan  pasangan calon, Ahok terus menggunakan kekuatannya melakukan penggusuran bahkan keukeuh melaksanakan proyek reklamasi. Tak hanya itu, Ahok pun terus melakukan sosialisasi program usaha kemasyarakatan kepada masyarakat Kepulauan Seribu yang berujung terucapnya kalimat dugaan penistaan agama.

“Jadi dia masuk dalam kategori yang dilarang oleh UU. Apa sanksinya, dalam ayat lima dari UU No 10 tahun 2016 pasal 71 ayat 5 mengatakan, gubernur petahana yang melakukan sebagai mana ayat 3 UU No 10 tahun 2016 tersebut dibatalkan cagubnya oleh KPUD,” tandasnya.

Sebelumnya Ahok pun sudah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan tindak pidana penistaan agama. Meski sudah tersangka, Ahok masih dapat melakukan kegiatan kampanye Pilkada DKI. Sebab dalam PKPU 9/2016, pembatalan pencalonan terkait dengan pelanggaran pidana hanya dapat dilakukan setelah memperoleh putusan pengadilan yang kekuatan hukum tetap. (Baca Juga: Pengacara Pastikan Ahok Tak Ajukan Praperadilan)

Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana menilai status tersangka Ahok tak membatalkan maju dalam Pilkada. Sebab itu tadi, sesuai aturan maka pembatalan dapat dilakukan setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. “Status tersangka Ahok tidak kemudian menjadikan yang bersangkutan mundur dalam Pilkada. Kita tunggu saja sampai ada putusan hukum yang berkekutan hukum tetap,” pungkas anggota Komisi X DPR itu.
Tags:

Berita Terkait