Vonis 5 Tahun Plus Bayar Uang Pengganti Rp4,36 M untuk Bupati Bener Meriah
Berita

Vonis 5 Tahun Plus Bayar Uang Pengganti Rp4,36 M untuk Bupati Bener Meriah

Lantaran dinilai terbukti melakukan korupsi dalam pembangunan Dermaga Sabang 2010-2011.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Pengadilan Tipikor Jakarta. Foto: RES
Bupati Bener Meriah Ruslan Abdul Gani divonis lima tahun penjara ditambah denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan. Selain itu, terdakwa juga divonis membayar uang pengganti Rp4,36 miiar karena terbukti melakukan korupsi dalam pembangunan Dermaga Sabang 2010-2011.

Uang pengganti tersebut dibayarkan dalam wakt satu bulan setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht). Jika dalam kurun waktu itu belum dibayarkan atau lunas, maka harta benda Ruslan disita dan dilelang untuk menutupi uang pengganti. Apabila tak mencukupi, maka dipidana penjara selama satu tahun.

"Mengadili, menyatakan terdakwa Ruslan Abdul Gani terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 UU No.31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," kata ketua majelis hakim pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Mas'ud, di Jakarta, Rabu (23/11).

Vonis itu lebih rendah dibanding tuntutan jaksa penuntut umum KPK yang meminta agar Ruslan dituntut tujuh tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider enam bulan kurungan serta diminta untuk membayar pidana tambahan berupa uang pengganti sejumlah Rp4,36 miliar subsider tiga tahun penjara. (Baca Juga: KPK Tetapkan Bupati Bener Meriah Aceh Sebagai Tersangka)

Hakim yang terdiri atas Mas'ud, Baslin Sinaga, Haryono, Ugo dan Anwar menilai, terdakwa Ruslan terbukti melakukan korupsi saat menjabat sebagai Kepala Badan Pengusahaan Kawasan Sabang (BPKS) yang merupakan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang (lanjutan) tahun anggaran 2010-2011 yang telah merugikan keuangan negara sejumlah Rp116,016 miliar.

Ruslan diangkat sebagai BPKS berdasarkan Surat Keputusan Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan selaku Ketua Dewan Kawasan Sabang. Ruslan kemudian mengusulkan proyek pembangunan Dermaga Bongkar Sabang pada kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Sabang.

Proyek itu sejak 2004-2010 dikerjakan oleh kontraktor yang sama yaitu Nindya Sejati JO (joint operation) sebagai kerja sama operasi PT Nindya Karya dan PT Tuah Sejati karena ditunjuk langsung oleh BPKS. Sebagai Pejabat Pembuat Komitmen pembangunan Dermaga Bongkar Sabang adalah Ramadhani Ismy dan tetap menunjuk Nindya Sejati JO sebagai kontraktor dengan cara penunjukkan langsung.

Ruslan juga memerintahkan PPK proyek yaitu Ramadhani Imsy untuk membuat harga perkiraan sendiri (HPS) berdasarkan harga yang telah digelembungkan yaitu sebesar Rp264,76 miliar yang dibuat oleh staf ahli PT Ecoplan Rekabumi Interconsult padahal harga tersebut diperoleh dari Kepala Proyek pembangunan Dermaga Sabang yang merupakan pegawai PT Nindya Karya yaitu Sabir Said.

Kontrak bahkan mengalami tiga kali adendum karena perubahan volume pekerjaan dan perubahan harga yang bertambah sehingga totalnya mencapai Rp285,84 miliar. Dalam pelaksanaan pekerjaan, Nindya Sejati JO sama sekali tidak melaksanaan pekerjaan namun mengalihkan (subkontraktor) seluruh pekerjaan utama kepada perusahaan lain yaitu PT Budi Perkasa Alam, PT Mitra Mandala Jaya, PT Kemenangan dan PT Wika Beton. (Baca Juga: Melacak Korupsi di Tanah Serambi Mekah)

Konsultan pengawas yaitu PT Atrya Swacipta Rekayasa (ASR) bahkan merupakan perusahaan milik istri Ananta Sofwan yaitu Henny Sofwan dan Ananta Sofwan bekerja sebagai salah satu tenaga ahli dan konsultan pengawas PT ASR. Sehingga laporan kemajuan yang disusun konsultan pengawas tidak dibuat dengan sebenarnya dan memasukkan tenaga ahli yang tidak pernah ikut melakukan pengawasan.

"Perbuatan terdakwa sebagai KPA dalam pekerjaan pembangunan Dermaga Sabang TA 2011 telah melakukan pengaturan dengan mengarahkan PPK dan Pokja Pengadaan untuk melaksanakan pengadaan dengan metode penunjukan langsung, memerintahkan PPK untuk membuat HPS berdasarkan harga yang telah digelembungkan (mark up) dan terdakwa telah melakukan intervensi dalam proses pemilihan metode pelelangan yang menetapkan Nindya Sejati Jo sebagai pemenang pekerjaan sehingga unsur melawan hukum terpenuhi dalam diri terdakwa," kata anggota majelis hakim Ugo.

Hakim tidak sependapat dengan pembelaan Ruslan yang mengatakan bahwa Ruslan sudah melakukan tanggung jawabnya sebagai KPA. "Karena menurut pendapat ahli Setya Budi Arijanta yang menerangkan bahwa di dalam Perpres Nomor 54 Tahun 2010 telah ada pembagian kewenangan, untuk menetapkan metode pemilihan adalah kewenangan panitia lelang atau kelompok kerja (pokja) ULP, Pengguna Anggaran (PA) dan KPA tidak boleh melakukan intervensi kepada panitia lelang atau pokja dalam menetapkan metode pemilihan, pokja ULP tersebut sifatnya independen," tambah hakim Ugo.

Nindya Sejati JO bahkan tetap menerima pembayaran yaitu sejumlah Rp262,1 miliar padahal uang yang benar-benar digunakan hanya sebesar Rp147,461 miliar. Atas jasanya tersebut, Ruslan menerima commitment fee sebesar Rp5,36 miliar yang diserahkan perwakilan PT Nindya Karya Sabir Said di kantor Tim Likuidasi BRR di Banda Aceh dan di rumah Ruslan di Banda Aceh. Namun dari uang itu diberikan sebesar Rp1 miliar kepada seorang anggota DPR daerah pemilihan Aceh asal fraksi Partai Golkar yaitu Marzudi Daud sehingga fee yang dinimati Ruslan seluruhnya Rp4,36 miliar.

Pencairan uang termin yang diterima oleh Nindya Sejati JO adalah sebesar Rp252,059 miliar padahal pekerjaan rill hanya sebesar Rp147,461 miliar yaitu untuk biaya operasional, pembelian material ke supplier dan pembayaran subkontraktor.Sedangkan sisa dana diberikan kepada Heru Sulaksono sebesar Rp19,88 miliar, Ramadhani Ismy sebesar Rp630 juta, PT Nindya Karya sebesar Rp15,512 miliar dan PT Tuah Sejati sebesar Rp21,079 miliar.

Atas putusan itu, Ruslan mengatakan menerima."Bismillah, izin yang mulia sesudah diskusi, saya berdoa apapun putusan hari ini saya ikhlas, mudah-mudahan kesalahan saya dapat dihapuskan baik di dunia dan akhirat," kata Ruslan. (Baca Juga: Ulama Wacanakan Hukuman Potong Tangan Koruptor di Aceh)

Sedangkan JPU KPK menyatakan pikir-pikir. "Seperti biasa yang mulia kami pikir-pikir," kata JPU KPK Kiki Ahmad Yani.
Tags:

Berita Terkait