Tampil Kompak, Tim Debat FH UIB dan FH UNHAS Adu Kuat
LDHON 2016:

Tampil Kompak, Tim Debat FH UIB dan FH UNHAS Adu Kuat

Sebagai pihak pro, FH UIB menilai UU Hak Cipta merupakan upaya serius negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak para pencipta. Sebaliknya, sebagai pihak kontra, FH UNHAS mengingatkan untuk kepentingan tertentu ada batasan hak cipta dikecualikan.

Oleh:
CR-22
Bacaan 2 Menit
Tim FH UIB dan FH UNHAS saat final LDHON 2016. Foto: RES
Tim FH UIB dan FH UNHAS saat final LDHON 2016. Foto: RES
Gong digelarnya final Liga Debat Hukum Online Nasional (LDHON) 2016 telah berbunyi. Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly sebagai ‘algojo’ pemukul gong, mempersilakan para finalis ajang debat secara online pertama kali di Indonesia ini untuk menunjukkan kekuatan masing-masing.

Dua tim yang menjadi finalis tersebut adalah tim dari Fakultas Hukum Universitas Internasional Batam (FH UIB) dan FH Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar. Keduanya harus berdebat dengan topik “Pemungutan Royalty Terhadap Pengumuman Musik di Sekolah”.

Kedua tim memiliki waktu 16 menit untuk mempertahankan argumentasi mereka terkait topik dan posisi pro atau kontra. Dari waktu itu dibagi ke dalam empat sesi untuk kedua tim. Lomba debat ini diselengarakan atas kerja sama antara Hukumonline dengan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Republik Indonesia yang bertempat di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis (24/11). (Baca Juga: Menkumham Buka Final Liga Debat Hukum Online Nasional 2016)

Menariknya, para finalis tidak hanya telah mempersiapkan materi yang akan diperdebatkan. Kostum yang dipakai para finalis pun terlihat kompak. Tim debat FH UIB tampil dengan setelah blazer hitam. Sedangkan tim FH UNAS tampil dengan batik bermotif emas. Tegang dan sesekali senyum terlihat mewarnai debat.

Pada kesempatan pertama, tim debat FH UIB sebagai kubu pro mengulas pandangannya bahwa Indonesia adalah negara kesejahteraan (welfare state) yang menjunjung tinggi hukum. Atas dasar itu, tim melihat UU Nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta adalah sebagai sebuah upaya serius negara untuk melindungi hak ekonomi dan hak para pencipta.

"Terkait pemungutan royalti dalam pentas seni di sekolah perlu dipahami sebagai berikut, yang pertama, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan adalah suatu proses pembelajaran agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya,"sebut salah satu anggota tim UIB.

Dalam UU Hak Cipta telah tercantum mengenai perlindungan hak cipta. Hal itu diatur dalam Pasal 40 ayat (1 ) dan Pasal 23 ayat (1) UU Hak Cipta yang mengamanatkan perlindungan hak cipta terhadap lagu atau musik serta pelaku pertunjukan memiliki hak ekonomi sehingga perlu mendapatkan manfaat ekonomi dari pentas seni di sekolah. (Baca Juga: Begini Persiapan UIB dan UNHAS di Final Liga Debat Hukum Online Nasional 2016)

Lebih jauh, tim FH UIB mengutip data dari Lembaga Manajemen Kolektif Nasional bahwa Indonesia seharusnya mendapatkan Rp3 triliun per tahun dari royalti pelaku industri ekonomi kreatif. Namun pada kenyataan hanya kurang dari Rp10 miliar per tahun yang diperoleh Indonesia.

Tim FH UNHAS mulai menanggapi argumentasi UIB. Bagi FH UNHAS sebagai pihak yang kontra atas mosi yang diperdebatkan, persoalan hak cipta merupakan hak dasar yang diatur di konstitusi. Pasal 28 c ayat (1) UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari IPTEK, seni, dan budaya demi kepentingan meningkatkan kualitas hidupnya.

Walaupun menjadi hak dasar, bagi FH UNHAS, tapi ada pengecualian yang secara jelas disebutkan dalam Pasal 28 c tersebut, khusus ‘demi kepentingan umum’ hak tersebut dibatasi.. Hal ini sejalan dengan landasan filosofis bangsa Indonesia dalam sila ketiga yaitu mengedepankan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi atau golongan.

Pengecualian ini pun diperkuat dalam UU Hak Cipta. Pasal 26 dan Pasal 44 UU Hak Cipta mengamanatkan bahwa ada batasan yang tidak termasuk hak cipta, demi kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan dan atau kegiatan-kegiatan sosial. "Perlu kita perhatikan, terdapat batasan yang tidak termasuk hak cipta berupa amanat Pasal 26 dan Pasal 44 yang menyebutkan untuk kepentingan pendidikan, ilmu pengetahuan, dan atau kegiatan-kegiatan sosial,"tegas tim FH UNHAS.

Sebelum gelaran final debat antara UIB dan UNHAS. Telah digelar debat antara tim FH Universitas Indonesia (UI) melawan FH Universitas Padjadjaran (UNPAD) untuk memperebutkan juara ketiga. Topik yang diangkat dalam debat adalah "Pelanggaran Hak Cipta, Haruskah Kembali Ke Delik Biasa?". (Baca Juga: Ini Profil 3 Juri di Final Liga Debat Hukum Online Nasional 2016)

Untuk diketahui, penentuan pemenang pada babak final ini ditentukan berdasarkan dua hal, yaitu dari dukungan Sahabat Hukumpedia dan dari penilaian dewan juri. Tiga dewan juri tersebut berasal dari profesi yang beragam, tapi mumpuni di bidangnya masing-masing. Ketiganya adalah Kepala Bagian Program dan Pelaporan pada Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM Agung Damar Sasongko, hakim pada Pengadilan Negeri (PN) Situbondo Jawa Timur I Ketut Darpawan, dan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sekaligus Managing Partner dari P+P Consulting, Prayudi Setiadharma.
Tags:

Berita Terkait