Siaran Live, Tantangan dalam ‘Sidang Terbuka untuk Umum’
Berita

Siaran Live, Tantangan dalam ‘Sidang Terbuka untuk Umum’

Bisa mencemari alat-alat bukti.

Oleh:
HAG/MYS
Bacaan 2 Menit
Sidang kasus pembunuhan berencana yang menghadirkan terdakwa salah satu sidang yang sering disiarkan live oleh televisi. Foto: RES
Sidang kasus pembunuhan berencana yang menghadirkan terdakwa salah satu sidang yang sering disiarkan live oleh televisi. Foto: RES
Salah satu perdebatan penting dalam hukum acara pidana enam bulan terakhir adalah siaran langsung  atau live persidangan. Sudah beberapa kali agenda sidang pidana disiarkan live, sehingga warga dapat mengetahui apa yang terjadi di ruang sidang, apa yang diperdebatkan, dan bagaimana gerak gerik dari jaksa, advokat, dan hakim. Salah satunya sidang pembunuhan berencana dengan terdakwa Jessica Kumala Wongso.

Sidang live adalah tafsir elastis terhadap konsep sidang terbuka untuk umum yang dikenal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UU No. 8 Tahun 1981). Lantaran ada frasa ‘terbuka untuk umum’ maka seolah-olah siapapun bisa akses informasi proses persidangan. (Baca: Bolehkah Merekam Jalannya Persidangan?).

Pandangan yang cenderung tanpa batas inilah yang sering dikritik banyak kalangan. Media televisi yang menayangkan sidang secara live selama berjam-jam, plus komentator yang dihadirkan di ruang redaksi, dianggap melakukan trial by the press.

Eva Achjani Zulva, dosen hukum pidana Universitas Indonesia, melihat implikasi lebih jauh siaran live persidangan. Merujuk pada sidang Jessica, Eva menilai siara langsung bisa berakibat pada pencemaran alat-alat bukti. Artinya, saksi dan ahli (dua alat bukti yang dikenal KUHAP) bisa saja terpengaruh oleh omongan komentator atau pernyataan-pernyataan saksi lain yang sudah lebih dahulu memberikan keterangan. Alhasil, seorang saksi atau ahli bisa saja mengubah keterangannya setelah menonton siaran live persidangan di rumahnya.

“Bahkan tak jarang pers justru memberikan pengaruh pada sidang pengadilan yang berjalan. Contoh, betapa banyak saksi yang berubah pendapatnya karena ia melihat saksi lain yang diperiksa melalui pemberitaan di media massa?”. Inilah yang bisa menyebabkan pencemaran alat-alat bukti. (Baca juga: Persidangan Jarak Jauh Menggunakan Video Conference).

Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP). Astriyani, berpendapat makna ‘sidang terbuka untuk umum’ dalam KUHAP dan Undang-Undang bidang peradilan memang patut dicermati. Secara pribadi ia kurang sependapat jika ditafsirkan dengan memperbolehkan siaran langsung persidangan.

Ia membandingkan dengan sidang di sejumlah negara lain. Memotret persidangan saja tak bisa kecuali ada izin. Wajah terdakwa pun hanya dibuat dalam bentuk sketsa. “Ketika terbuka sejauh itu sampai live tidak tepat menurut saya," ujarnya pada Selasa (22/11). (Baca juga: Mekanisme Judicial Review MA Konstitusional).

Perempuan yang akrab disapa Aci menjelaskan sidang terbuka untuk umum bertujuan terjadi akuntabilitas dalam persidangan, memastikan para pihak yang berpekara mengajukan bukti yang cukup dan hakim mempertimbangkan bukti tersebut dari dua pihak secara akuntabel. "Kalau misalnya wartawan mau datang dan meberitakan tidak apa. Tapi kalau live akan kontraproduktif", ujarnya.

Aci khawatir hakim terpengaruh suara dan pandangan dari luar yang mengomentari proses persidangan. "Takutnya akan ada kecendrungan hakim mengikuti pendapat publik yang belum tentu ada di persidangan. Itu yang dihindari sebenarnya,” kata dia.

Memantau sidang tetap penting. Publik harus bisa menjaga agar aparat penegak hukum yang menangani perkara benar-benar menjalankan tugasnya dengan baik. Hakim, jaksa, dan polisi harus memastikan perkara yang mereka tangani sudah berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan. Untuk memastikan itu tak perlu live.

Aci juga berpendapat kegiatan yang menurunkan kewibawaan persidangan seperti mengomentari hakim merupakan bagian dari contempt of court. "Kalau saya jadi hakim, reporter jalan-jalan di depan saya saja itu sudah cukup mengganggu. Kalau dia mengomntari hakim bisa dianggap merendahkan kewibawaan menurut saya," tutupnya.
Tags:

Berita Terkait