Ini yang Dikhawatirkan Bila Tak Ada Batasan Periodisasi Jabatan Hakim Konstitusi
Berita

Ini yang Dikhawatirkan Bila Tak Ada Batasan Periodisasi Jabatan Hakim Konstitusi

Usia hakim diperbolehkan diperpanjang, namun tetap mesti dibatasi dengan periodisasi masa jabatan agar tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan. Kekuasaan tanpa batasan cederung berlaku korup.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Foto hakim konstitusi: RES
Foto hakim konstitusi: RES
Jabatan sebagai hakim maupun penyelenggara negara mesti dibatasi oleh periodesasi. Sebab bila tidak, cenderung berpotensi bakal melakukan abuse of power atau penyalahgunaan kewenangan. Mantan Ketua Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Moechtar menjadi bukti yang tak terbantahkan saat terbukti melakukan korup atas perkara sengketa Pilkada yang ditanganinya.

Wakil Ketua DPR Fadli Zon berpandangan hakim Mahkamah Konstitusi mesti berpikir jernih terkait permohonan pengajuan uji materi Pasal 4 ayat (3) dan Pasal 22 UU tentang MK. Pemohon yakni pengurus Center for Strategic Studies University of Indonesia (CSSUI)mempersoalkan aturan periodesasi masa jabatan hakim konstitusi per lima tahun selamadua periodesasi, serta masa jabatan pimpinan MK per tiga tahun.

Penanganan perkara tersebut memang cenderung konflik interest. Sebab, pengujian materi berkaitan erat dengan hakim yang menangani uji materi. Ia menilai bila tanpa batasan masa periodesasi bakal pula mematikan calon hakim konstitusi lain. Mekanisme masa jabatan hakim mesti disesuaikan dengan kondisi yang ada saat ini.(Baca Juga: MK Diminta ‘Mentahkan’ Uji Persamaan Jabatan Hakim MK dan Hakim Agung)

Bagi Fadli, mekanisme yang ada saat ini sudah ideal. Sebab dengan setiap masa habis 4 tahun, hakim dapat dipilih kembali melalui uji kelayakan dan kepatutan di parlemen. Hal itu pula sebagai mekanisme check and balace. Sebabnya, hakim-hakim MK pun belum teruji seluruhnya melalui putusan-putusan yang diterbitkan.

“Kecenderungan orang yang kekuasaanya penuh, power tends to corrupt, absolut power corrupt absolutely. Memang ada benarnya, tapi menurut saya sekarang saja potensi besar moral hazard dan kepentingan,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (29/11).

Politisi Partai Gerindta putusan MK bersifat final dan mengikat. Ketika dalam kasus lain dapat dinegoisasikan disinkronkan dengan tanpa adanya masa jabatan bakal berbahaya bila berlaku seumur hidup jabatan hakim. Bagi Indonesia, pembatasan masa jabatan hakim amatlah diperlukan. (Baca Juga: Ahli Ini Dukung Persamaan Jabatan Hakim Konstitusi dan Hakim Agung)

Sebab Indonesia berbeda dengan kebanyakan negara luar lainnya yang hakimnya sudah teruji sedemikian rupa. Sedangka Indonesia, pola rekruitmennya masih menggukan intrumen politik. “Cukuplah, cukup ideal untuk saat ini pembatasan masa jabatan hakim MK. Kita belum mengenal seperti negara lain dimana hakim sudah teruji sedemikian rupa,” ujarnya.

Wakil Ketua Komisi III Benny K Harman berpandangan keinginan pemohon uji materi hanyalah memperpanjang masa usia jabatan. Namun prinsipnya, masa jabatan tetap harus dibatasi dengan periodesasi. Ia menilai pemohon dengan materi yang sama pun dari kalangan hakim. Ia mengkritisi tanpa batasan masa periodesasi hanyalah hakim yang ingin mempertahankan kekuasaan.

“Hakim seperti itu rakus kekuasaan, tidak mengerti tujuan periodesasi masa jabatan. Masa jabatan periodesasi saat ini sudah amat cukup ideal. Boleh saja memperpanjang masa usia jabatan, tetapi tetap dibatasi periodesasi,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

Anggota Komisi III Masinton Pasaribu berpandangan masa jabatan hakim tanpa periodesasi yang berarti seumur hidup bakal rentan. Dengan kata lain, dari aspek produktivitas di kala usia senja bakal menurun. Terlebih, kesehatan hakim pun bukan tidak mungkin bakal menurun. (Baca Juga: Begini Konsekuensi Logis Status Hakim Pejabat Negara)

“Tanpa pengawasan yang kuat, jabatan seumur hidup itu rentan disalahgunakan,” ujarnya.

Ia mengatakan mekanisme yang ada saat ini sudah amat layak. Sepanjang dipandang layak oleh masyarakat, maka MK mesti menolak permohonan pemohon dengan melanjutka kembali mekanisme yang sudah berlaku. “Jangan seumur hidup, kekuasaan itu kan cenderung korup,” ujarnya.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu berpandangan kekuasaan tanpa batasan cenderung korup. Itu pula bila jabatan hakim MK tanpa adanya pembatasan masa periodesasi bukan tidak mungkin bakal berlaku korup akibat mekanisme kontrol pengawasannya tidaklah besar.

Ia berharap MK dalam memutus permohonan pengujian materi tersebut mempertimbangkan keinginan jaman dan publik. Sebabnya di berbagai lembaga negara jabatan dibatasi dengan masa periodeasi. “Ya seharusnya mempertimbangkan keinginan jaman dan keinginan publik. Semua jabatan dibatasi kok. Gak ada yang seumur hidup dan itu harus berlaku pada MK sendiri,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait