6 Alur Ideal Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi
Berita

6 Alur Ideal Asset Recovery Tindak Pidana Korupsi

Polri telah menentukan ada tidaknya aset hasil kejahatan yang perlu dikembalikan sejak dari tahap penyelidikan.

Oleh:
CR-22
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS
Dalam menangani tindak pidana korupsi, Polri kerap menemukan peluang kembalinya aset yang dibawa kabur ke luar negeri oleh pelaku atau asset recovery, apalagi kasus yang mengakibatkan kerugian negara. Agar langkah ini bisa berjalan baik, penentuan asset recovery sendiri telah dilakukan penyidik di Bareskrim Polri sejak masa penyelidikan.

“Hal ini dimulai sejak pertama kali melakukan penyelidikan,” ujar perwakilan dari Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri ,Kombes Pol Djoko Purwanto dalam acara diskusi 5th Indonesia Anti-Korupsi Forum “Bersama Melawan Korupsi” di Jakarta, Selasa (29/11).

Asset Recovery adalah kegiatan pelacakan, pembekuan, penyitaan, perampasan, pemeliharaan/pengelolaan dan pengembalian asset yang dicuri/hasil kejahatan (termasuk asset yang digunakan dalam kejahatan) kepada korban kejahatan (misalnya negara untuk kasus korupsi), baik di dalam negeri maupun di luar negeri.  (Baca Juga: Penegak Hukum Harus Paham Asset Recovery)

Ia menjelaskan, dalam tahap penyelidikan, penentuan ada tidaknya aset hasil kejahatan yang perlu dikembalikan juga dilakukan penyidik. Untuk mendukung hal ini, Djoko mengatakan, perlu ada penambahan wewenang penyadapan pada Polri sebagai trigger dalam melakukan tugas penyelidikan.

Hal ini penting lantaran dari pengalaman Polri, penelusuran aset kerap tak menghasilkan apa-apa saat di tahap penyidikan karena aset tersebut telah dipindahkan oleh pelaku pada proses penyelidikan. Djoko mengatakan, idealnya dalam merecovery asset, ada beberapa tahap yang mesti dilakukan aparat penegak hukum.

Pertama, menyiapkan perencanaan dan kebijakan. Pada tahap ini, dilakukan dengan cara metode riset sebagai bahan perencanaan dan penentuan kebijakan. Kemdian dibentuk unit asset recovery di setiap institusi penegak hukum, penguatan kapasitan institusional, penyiapan sumber daya, penentuan targer dan giat intelijen, pelatihan dan pengembangan kemampuan serta perbantuan teknis.

Tahap kedua adalah investigasi. Dalam tahap ini, proses yang perlu dilalui berupa rencana penyelidikan, penelusuran aset, mengorek sumber-sumber informasi, penentuan saksi dan tersangka, forensik digital, profil subyek, analisis dokumen, profil finansial, utang piutang, struktur korporasi, penelusuran kepemilikan sebenarnya (beneficial ownership), mata uang digital dan sumber informasi terbuka.

Pada tahap ketiga adalah penjagaan dan pengamanan aset. Kerja-kerja di dalamnya berupa mengeluarkan perintah sita aset, pembekuan aset, penyitaan aset, tindakan sementara, kepentingan/penyertaan pihak ketiga, pengklasifikasian barang berwujud dan tidak berwujud serta proses hukum. (Baca Juga: Asset Recovery System Seperti Menangkap Copet)

Tahap keempat adalah pengelolaan. Pada tahap ini petugas menganalisis kemampuan mengelola aset, mengidentifikasi rekam jejak barang bukti/sitaan, melakukan pelaporan pengelolaan aset, menghitung penurunan nilai aset dan merencanakan pengelolaan aset secara baik.

Kelimaadalah tahap perampasan. Pada tahap ini, pengadilan mengeluarkan perintah penyitaan dan perintah perampasan. Di dalamnya bisa juga terdapat sanksi denda, perampasan tanpa proses pengadilan, perintah menjelaskan asal-usul harta (melakukan pembalikan beban pembuktian) dan perintah penerapan hukum sipil yang berkeadilan.

Tahap keenam adalah pemanfaatan. Hal ini dimulai dari proses lelang, kemudian pemanfaatan secara sosial, repatriasi, pengembalian kepada korban, dan pemanfaatan dana oleh negara. (Baca Juga: Jaksa Agung: Asset Recovery Butuh Terobosan)

Berikut pelaksanaan alur-alur asset recovery di sejumlah institusi penegak hukum:
NoInstitusi AgenTanggung Jawab
1 POLRI Memliki kewenangan menita/merampas dan menyelidik seluruh tindak pidana
2 KEJAKSAAN AGUNG Berwenang untuk membuat segala aplikasi/administrasi terkait penyitaan/perampasan, juga berwenang melakukan penyidikan
3 KPK Memiliki kewenangan khusus penyidikan korupsi (Hanya oleh penyelenggara negara) dan dapat menyita/merampas aset tanpa eksekusi dari Kejaksaan Agung (debatable)
4 BNN Memiliki kewenangan khusus penyidikan narkotia, berikut money launderingnya
5 DITJEN PAJAK Pengumpul pajak, dapat melakukan investigasi tentang pelanggaran tanpa putusan pengadilan
6 DITJEN BEA CUKAI Berwenang menginvestigasi pelanggaran bea dan cukai sebagai pintu gerbang keluar masuknya barang didga hasil kejahatan
7 PPATK Intelijen Finansial
8 BPK/BPKP Menyediakan keterangan ahli bagi penyidik terkait kerugian negara
9 RUPBASAN Menyimpan dan merawat barang bukti sitaan
      Sumber: Polri
Tags:

Berita Terkait