Kemenkominfo Komitmen Promosikan Whitelist Situs Bagi Anak
Berita

Kemenkominfo Komitmen Promosikan Whitelist Situs Bagi Anak

Sebagai bagian dari upaya perlindungan kepada anak di dunia maya.

Oleh:
M-25
Bacaan 2 Menit
Kemenkominfo Komitmen Promosikan Whitelist Situs Bagi Anak
Hukumonline
Asosiasi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia bersama dengan United Nation Children Fund (UNICEF) menggelar penganugerahan jurnalis terbaik tentang anak tahun 2016 di Lotte Avanue Jakarta, Selasa (29/11). Dalam acara ini, Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara mengatakan komitmennya untuk melakukan perlindungan kepada anak di dunia maya.

Ia menjelaskan, langkah yang akan dilakukan bukan hanya mem-blacklist situs bermasalah namun juga akan berkomitmen untuk mempromosikan whitelist situs-situs yang layak diakses. “Namun berkomitmen mempromosikan whitelist, situs-situs layak akses, terutama bagi anak-anak,” ujar Rudiantara sebagaimana dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Rabu (30/11).

Rudiantara menuturkan, dari data yang ada, penetrasi internet di Indonesia mencapai 33 persen dari total jumlah penduduk. Data terakhir yang dirilis We Are Social berdasarkan data BPS, pada awal tahun 2016, pengguna internet aktif di Indonesia mencapai 88,1 juta dari 259,1 juta jiwa penduduk. Jumlah ini masih di bawah rata-rata penetrasi internet dunia yang mencapai 46 persen.

Meskipun demikian, tingkat rata-rata waktu yang dihabiskan untuk mengakses internet, Indonesia menempati posisi nomor enam setelah Brazil, Filipina, Afrika Selatan, Thailand dan Argentina, mencapai 3-5 jam per hari. Dari jumlah di atas, 79 juta pengakses internet mengaku aktif di media sosial dan sekitar 15 juta pengakses internet berusia rata-rata 12-17 tahun. (Baca Juga: Diblokir, Situs Dapat Ajukan Keberatan ke Kemenkominfo)

Mengenai hal ini, Ketua AJI Indonesia, Suwarjono menjelaskan dari sekian banyak anak di bawah umur setidaknya telah mengaku mereka mempunyai akun media sosial seperti Facebook. “Keamanan anak di dunia digital semakin mengkhawatirkan. Beberapa kejahatan di dunia maya, muncul dari apa yg mereka posting,” ungkapnya.

Ia melanjutkan, keadaan seperti ini ibarat pisau bermata dua. Di satu sisi anak Indonesia tidak asing dengan dunia teknologi dan informasi. Sedangkan di sisi lain menjadi mengkhawatirkan karena pemahaman dan kemampuan anak-anak memproteksi diri dari dampak negatif dan kejahatan dunia maya masih rendah. 

Hal ini merujuk pada data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang menunjukkan pada 2011-2014 tercatat 1.022 anak menjadi korban kejahatan dunia online yaitu mencakup pornografi, prostitusi anak, objek rekaman CD porno, dan kekerasan seksual. (Baca Juga: Kewenangan Kemenkominfo Diperluas di UU ITE, Blokir Situs Dianggap Arogan)

Selain itu, 24 persen dari jumlah anak-anak di atas mengaku memiliki materi pornografi berupa teks, gambar maupun video yang diakses melalui beragam alat seperti telepon genggam, komputer, laptop, dan di beragam tempat yang menyediakan akses internet seperti rumah, sekolah, ruang publik dan warung internet. 

Di forum yang sama, Perwakilan UNICEF, Gunilla Olssonmengatakan,Sekitar 90 persen anak mengaku terpapar pornografi sejak usia 11 tahun. Biasanya anak-anak tersebut menemukan konten pornografi ketika mencari data online untuk mengerjakan tugas sekolah, mendapat kiriman dari teman atau orang asing yang dikenal di dunia maya.

“Anak-anak muda ini rentan terhadap bahaya yang ditimbulkan dari media sosial, seperti pelecehan seksual, perundungan (bullying), atau pelanggaran privasi. Sehingga sangat penting bagi media untuk memonitor hak-hak anak ini,” ucapnya.

Hal ini dibuktikan dari hasil riset yang dilakukan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan dukungan UNICEF, pada 2011-2012 terhadap 400 anak yang ada di pedesaan dan perkotaan. Hasilnya, menunjukkan 80 persen dari mereka yang berusia 10-19 tahun telah mengakses internet.

Kondisi ini disebabkan karena beragam faktor. Antara lain, karena rendahnya larangan mengakses media sosial di sekolah, edukasi yang rendah tentang internet sehat di sekolah dan rendahnya pendampingan orang tua pada anak saat mengakses internet di rumah. (Baca Juga: Menkominfo Mesti Jelaskan Mekanisme Penutupan Situs Berita)

Terbukti, dari hasil survei hanya sekitar 50,9 persen anak dan remaja yang menjadi responden riset ini mengaku mendapat petunjuk atau aturan mengakses internet dari orang tua, sekitar 20,8 persen mengaku mendapat pedampingan langsung saat berselancar di dunia maya dari orang tua, serta hanya 16,7 responden yang mengaku berteman dengan orang tua mereka di media sosial. 
Tags:

Berita Terkait