Aktivis Lupa Diri Waktu ‘di Pemerintahan’, Sudirman Said: Power Itu Adiktif!
Berita

Aktivis Lupa Diri Waktu ‘di Pemerintahan’, Sudirman Said: Power Itu Adiktif!

Penting untuk terus punya homebase sebagai tempat kembali dalam kondisi apapun.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Sudirman Said saat memberikan kuliah umum di STHI Jentera. Foto: NNP
Sudirman Said saat memberikan kuliah umum di STHI Jentera. Foto: NNP
-“Kita mendesak pemerintah untuk...,”.

-“Kita mendorong pemerintah agar…,”.

Setidaknya itulah kalimat yang lazimnya diteriakan para aktivis saat mengkritik kinerja pemerintah. Para aktivis tersebut berjuang dari konferensi pers ke konferensi pers, yang lain menyuarakan isu yang mestinya menjadi perhatian negeri ini.

Keberadaan aktivis seakan menjadi ‘motor’ saat tata pemerintahan menemui kebuntuan. Aktivis tak hanya berteriak, mereka juga memberi jalan keluar dalam kondisi yang semakin tidak teratur. Yang membuat penasaran, bagaimana ketika mereka menjadi bagian atau masuk struktur dari pemerintahan itu sendiri?

Mantan Menteri ESDM, Sudirman Said mengakui bahwa masuk struktur pemerintahan tentu menjadi tantangan tersendiri buat orang yang sebelumnya giat melakukan kritikan terhadap pemerintah. Kebiasaan ‘vocal’ menyuarakan sesuatu hal yang diyakini benar seakan menjadi hal yang tidak mudah untuk dilakukan.

“Pada waktu masuk dalam struktur (pemerintahan) itu ada perasaan tenggang rasa, adjustment dan tidak bisa terlalu vokal dalam forum terbuka,” katanya saat memberikan Kuliah Umum di kampus Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Rabu (30/11).

Sebelum menjadi bagian dari pemerintahan hingga akhirnya di-reshuffle oleh presiden, Sudirman telah lebih dulu malang melintang sebagai aktivis. Ia sangat keras menyuarakan gerakan antikorupsi yang diwujudkan dengan mendirikan Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI). Kebetulan, Sudirman waktu itu menjabat sebagai Ketua Badan Pelaksaan di MTI bersama dengan mantan pimpinan KPK, Erry Riana Hardjapamekas serta sejumlah tokoh lainnya.

Beberapa kasus yang pernah ia dorong lewat MTI adalah transparansi anggota Kabinet tahun 2001, Korupsi Penyelewengan Dana Pemilu oleh Anggota KPU tahun 2004, serta Penyelesaian Kasus Bibit Chandra (Cicak vs Buaya). Untuk kasus terakhir ini, Sudirman bersama Rhenald Kasali dan Bambang Harimurti mendorong agar dua pimpinan KPK Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah tidak dikriminalisasi.

“Yang membuat aktivis berubah bentuk adalah power, itu ngga enak tapi ueenak tenan. Power itu memabukkan, power itu adiktif,” ujarnya seraya diikuti guyonan dari peserta lain. (Baca Juga: Menteri Sudirman Laporkan Proses MKD ke Presiden Jokowi)

Sebagaimana diketahui, saat masih menjabat sebagai Menteri ESDM, Sudirman sempat membuat heboh publik terkait kasus yang dikenal dengan sebutan ‘Papa Minta Saham’. Kasus dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto alias Setnov berawal dari rekaman Presdir PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsuddin, yang kemudian dilaporkan oleh Sudirman kepada Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR.

Selama beberapa hari secara maraton, MKD menggelar sidang yang disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun TV. Pada akhirnya, proses di MKD anti klimaks karena Setnov memutuskan mundur dari jabatan Ketua DPR sebelum MKD membacakan putusan. Itulah satu kasus yang membuat sosok aktivis di jiwa Sudirman masih ada meskipun masuk dalam struktur. (Baca Juga: Jaksa Agung: Pengusutan Kasus Setya Novanto Ibarat ‘Makan Bubur’)

Menurutnya, aktivis yang masuk dalam sturktur mesti punya ketahanan mental. Bayangkan saja misalnya saat masih menjadi aktivis mereka pergi ke mana-mana sendirian, berkantor seadanya di manapun kemudian berubah seketika di mana kantor menjadi sangat mewah, fasilitas serba ada sampai ke hal-hal kecil pun difasilitasi.

“Kita seperti tidak boleh bergerak, mau jalan tasnya dibawakan, mau naik mobil dibukain pintu, mau makan disiapin makannya, sampai di tempat kunjungan disambut dengan tari-tarian. Itu bikin kita melayang,” tuturnya.

Dikatakan Sudirman, aktivis yang bisa bertahan biasanya mereka yang masih terus menjalin komunikasi dengan komunitas asalnya. Ibarat mendaki gunung, makin tinggi tentu cuaca semakin dingin dan jalan yang dilewati biasanya semakin terjal dan tak jarang sangat licin. Karenanya, aktivis mestinya terus berinteraksi dengan wadah asalnya sampai kapanpun.

“Gimana caranya bertahan, ibarat mendaki gunung, cuaca itu makin dingin, tapi banyak bunga yang indah kemudian jalannya makin sempit, kadang-kadang licin. Pertama jangan ambil yang bukan haknya, bunga itu kan bukan hak. Yang kedua, jangan pernah mendaki sendirian, berteman sehingga ada yang menjaga,” paparnya.

Selain itu, Sudirman mengatakan bahwa penting buat aktivis untuk punya homebase. Di sini, aktivis bisa saling berbagi dan dalam kondisi yang kritis bisa kembali untuk mencari tempat yang nyaman. Cara itulah yang kemarin juga dipakai oleh Sudirman, sehingga saat ada problem saat menjabat sebagai Menteri. Dirinya tak perlu merasa khawatir yang berlebihan. (Baca Juga: Bila Tudingannya Keliru, Sudirman Bisa Dilaporkan Balik)

Keuntungan lainnya masih terus menjalin dengan komunitas asalnya, lanjut Sudirman, aktivis juga masih bisa tetap menyuarakan melalui wadah mereka dulu besar bersama-sama secara lebih  bebas. Sebab sebagaimana diketahui, memegang jabatan pemerintahan terikat dengan protokoler yang rumit dan mesti dipersiapkan secara matang. Sangat berbeda saat menjadi aktivis dimana sebuah isu belum matang pun tetap terus didorong ke publik.

“Kalau kita punya homebase ketika ada suara yang tidak bisa kita suarakan secara formal itu kita bisa minta tolong teman-teman di luar,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait