Profesionalisme Kejaksaan Dipertaruhkan dalam Sidang Perkara Ahok
Berita

Profesionalisme Kejaksaan Dipertaruhkan dalam Sidang Perkara Ahok

Jaksa harus mampu membuktikan dan mempertahankan surat dakwaan di depan majelis hakim.

Oleh:
RFQ/ANT
Bacaan 2 Menit
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Jaksa Agung HM Prasetyo. Foto: RES
Pekan depan, persidangan kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok bakal digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Namun lantaran Gedung PN Jakut sedang direnovasi, persidangan bakal digelar di Gedung PN Jakpus yang lama. Kepastian agenda itu diketahui setelah Jaksa Agung HM Prasteyo memaparkan perkembangan penanganan terakhir kasus Ahok dalam rapat kerja dengan Komisi III di Gedung DPR, Selasa (6/12).

Kasus yang menarik perhatian publik itu kini bakal berpusat di Utara bagian Jakarta. Jaksa sebagai pihak yang merespresentasikan masyarakat atas kasus tersebut pun menjadi taruhan. Profesionalisme jajaran korps adhyaksa pun bakal diuji saat ‘bertempur’ di meja hijau melawan tim penasihat Ahok nantinya.

Pembahasan Raker nyaris lebih banyak menyoal kasus Ahok. Muslim Ayub, misalnya. Anggota Komisi III itu menilai setelah surat dakwaan dilimpahkan ke PN Jakarta Utara, maka tak saja menyorot Ahok, publik bakal memperhatikan figur jaksa yang turun bersidang. Selain itu, majelis hakim yang menyidangkan pun mesti bersikap netral.

Ia menilai proses pelimpahan kasus Ahok terbilang cepat. Padahal sebelum masyarakat muslim melakukan aksi demo Ahok, kasus tersebut berjalan lamban. Namun setelah itu, justru kasus bergulir cepat, termasuk pelimpahan berkas perkara dan surat dakwaan hingga ke pengadilan. (Baca Juga: Otto Hasibuan: Kawal dan Pastikan Proses Persidangan Ahok Tanpa Intervensi)

Terlepas hal itu, kinerja profesionalisme kejaksaan dipertaruhkan dalam menangani perkara tersebut. Ia pun mendesak agar Jaksa Agung maupun pihak lain tidak melakukan intervensi. Sebabnya, kata politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu, perhatian umat muslim sedemikian besar terhadap kasus Ahok.

“Perlu kiranya Kejaksaan bekerja serius dan profesional supaya aksi bela Islam keempat tidak ada. Tetapi kalau putusan tidak sesuai harapan akan berdampak pada situasi nasional,” ujarnya.

Nasir Djamil menambahkan, jaksa yang ditunjuk oleh pimpinan dalam menangani kasus Ahok dituntut profesional dalam membuat dan mempertahankan surat dakwaan di persidangan. Sehingga, jaksa melalui surat dakwaan, bukti dan fakta dapat meyakinkan majelis hakim yang menangani perkara tersebut. “Sehingga Basuki Thajaja Purnama layak dapat hukuman,” ujarnya.

Anggota Komisi III dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu mengatakan, bila dalam persidangan nantinya jaksa tak mampu membuktikan surat dakwaan maupun bukti di persidangan, publik bakal curiga. Terlebih, jaksa tidak lagi bekerja di ruang hampa. Sebab, kerja kejaksaan mendapat perhatian dari berbagai media. Bahkan media sosial pun bakal menorehkan berbagai penilaian terhadap kerja kejaksaan. (Baca Juga: Kenapa Buni Yani dan Ahok Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka? Ini Alasan Hukumnya)

“Saya mentitipkan harapan agar jaksa yang menuntut Ahok bisa profesional dan dipercaya publik. Tentu saja belum bisa dipersalahkan sebelum ada putusan pengadilan. Itu tergantung jaksa mengurai fakta-fakta kasus Ahok benar adanya,” pungkasnya.

Jaksa Agung HM Prasetyo mengatakan pihaknya bekerja seprofesional mungkin. Sejak kasus itu bergulir di kepolisian, pihaknya Sudah menjalin komunikasi intens dengan kepolisian agar pemberkasan perkara berjalan lancar dan bergerak cepat. Bahkan sejak penyidik melimpahkan berkas perkara, Jaksa Agung pun langsung menunjuk jaksa peneliti senihor dari kejati Bengkulu.

Prasetyo pun memerintahkan penelitian berkas perkara dilakukan pada Sabtu dan Minggu. Dengan begitu, jaksa peneliti tak diliburkan. Selanjutnya selang lima hari kemudian, tepatnya 30 November jaksa peneliti menyatakan berkas lengkap secara formil dan materil. Ia menilai kasus dugaan penistaan agama merupakan kasus biasa. “Menjadi luar biasa karena perhatian masyarakat luas,” katanya. (Baca Juga: Persidangan Perkara Ahok Dikawal “Penggawa” PN Jakarta Utara)

Selain itu, ketika berkas sudah dinyatakan lengkap, Jaksa Agung memerintahkan jajarannya menyusun surat dakwaan, untuk kemudian dilimpahkan ke pengadilan. Tak hanya itu, Jaksa Agung pun telah menunjuk 13 jaksa senior yang bakal menangani kasus tersebut di pengadilan. “Ini cepat, tidak ada tekanan dan ini sesuai koridor hukum yang ada sesuai harapan masyarakat,” pungkasnya.

Pesimis
Sementara itu, Koordinator Bantuan Hukum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Julius Ibrani, berpendapat jaksa penuntut umum di pengadilan akan kesulitan membuktikan kesalahan Ahok dalam perkara penistaaan agama. Soalnya, Pasal 156a KUH Pidana yang akan didakwakan kepada Ahok tidak tepat karena hal itu bisa melanggar hak asasi manusia, kata Julius.

Ahok dijerat menggunakan Pasal 156a Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman hukuman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman hukuman empat tahun penjara.

Menurut dia, dalam konteks hak asasi manusia, Pasal 18 Kovenan Hak Sipil dan Politik yang diratifikasi Indonesia lewat UU No.12 Tahun 2005, menjamin kebebasan berpikir, berkeyakinan dan beragama. Kebebasan ini dengan batasan tidak boleh mengganggu hak orang lain untuk berpikir, berkeyakinan dan beragama.

Menurut Julius, perlindungan diberikan kepada orang sebagai subjek, bukan kepada pikiran, keyakinan, atau agama sebagai objek. Sedangkan yang diatur oleh Pasal 156a KUHP ini adalah perlindungan terhadap obyek. "Tidak heran, karena historis pasal ini adalah pasal teror dari pemerintah kolonial Belanda terhadap kelompok agama yang dibangun oleh pribumi di masa itu," katanya.

Ia menambahkan, secara doktrin hukum pidana, haruslah dibuktikan dua hal, yakni mens rea atau niat, dan actus reus atau perbuatan. Terkait mens rea, mengunggah rekaman video kegiatan gubernur ke Youtube tidak ditemukan niat jahat. "Karena akun resmi Gubernur tersebut dinyatakan sebagai bagian dari transparansi kerja pejabat publik supaya bisa ditonton publik," tegas dia.

Julius memprediksi, sulit untuk menjerat Ahok jika jaksa menggunakan pasal tersebut. Di sisi lain, Julius melihat proses penyidikan hingga P-21 yang dilakukan polisi dan jaksa luar biasa cepat. "Kejanggalan belum bisa saya lihat dengan jelas. Namun, percepatan proses pemeriksaan dan penetapan tersangka, di mana ada sekitar ribuan laporan di kepolisian yang mangkrak (berdasarkan penelitian LBH dan MaPPI), tentu ini menjadi pertanyaan, bahwa apakah ada perlakuan khusus terhadap kasus ini? Apakah karena tekanan massa lewat demonstrasi," kata Julius.

Tags:

Berita Terkait