Bupati Nganjuk Tersangka: Kali Kedua KPK Gunakan Pasal 12 huruf i UU Tipikor
Berita

Bupati Nganjuk Tersangka: Kali Kedua KPK Gunakan Pasal 12 huruf i UU Tipikor

Sebelumnya diterapkan pada Wali Kota Madiun.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Febri mengatakan, KPK menetapkan Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi disejumlah proyek milik pemerintah Kabupaten Nganjuk tahun 2009 serta dugaan penerimaan gratifikasi dari berbagai pihak selama dua periode menjabat sebagai bupati.
Febri mengatakan, KPK menetapkan Bupati Nganjuk, Jawa Timur, Taufiqurrahman sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi disejumlah proyek milik pemerintah Kabupaten Nganjuk tahun 2009 serta dugaan penerimaan gratifikasi dari berbagai pihak selama dua periode menjabat sebagai bupati.
Untuk kedua kalinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menerapkan Pasal 12 huruf i UU Tipikor terhadap tersangka kasus korupsi. Bila sebelumnya KPK menggunakan pasal tersebut kepada Wali Kota Madiun Bambang Irianto, kali ini giliran Bupati Nganjuk Taufiqurrahman.
Pasal 12 huruf i UU Tipikor
Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya

"Ini kedua kalinya KPK menggunakan Pasal 12 huruf i UU Tipikor atau dikenal juga dengan (pasal korupsi) konflik kepentingan dalam pengadaan," kata Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Kabiro Humas) KPK Febri Diansyah, Selasa (6/12). (Baca Juga: Febri Diansyah, Alumnus FH UGM, Aktivis ICW Hingga Jubir KPK)

Selain itu, Taufiqurrahman (Trf) dijerat pula dengan Pasal 12 B UU Tipikor. Taufiqurrahman menjabat Bupati Nganjuk selama dua periode pada 2008-2013 dan 2013-2018. Istrinya, Ita Triwibawati juga merupakan pejabat di daerah Jawa Timur, yaitu Sekretaris Daerah Kabupaten Jombang.

Febri mengungkapkan, untuk sangkaan Pasal 12 huruf i UU Tipikor, Taufiqurrahman diduga melakukan tindak pidana korupsi dengan turut serta sebagai pemborong dalam lima proyek pengadaan atau persewaan di Kabupaten Nganjuk. Kelima proyek dimaksud berlangsung pada 2009.

Pertama, proyek pembangunan jembatan di Dusun Kedung Ingas. Kedua, proyek rehabilitasi saluran di Desa Mlilir. Ketiga, proyek perbaikan jalan dari Kecamatan Sukomoro sampai Kecubung. Keempat, proyek rehabilitasi saluran di Desa Ganggang Malang. Dan, kelima, proyek pemeliharaan berkala jalan Ngrengket ke Mlorah di Kabupaten Nganjuk.

Febri mengaku belum mengetahui nilai proyek dan kerugian negara akibat perbuatan yang diduga dilakukan Bupati Nganjuk tersebut. Ia menjelaskan, Pasal 12 huruf i UU Tipikor tidak mewajibkan adanya kerugian negara. "Yang perlu dibuktikan oleh KPK adalah apakah ada turut serta dalam pemborongan atau pengadaan, ini disebut konflik kepentingan dalam pengadaan," ujarnya.

Sementara, untuk sangkaan Pasal 12 B UU Tipikor, Taufiqurrahman, selama menjabat Bupati Nganjuk, sejak 2008, diduga menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatannya dan berlawanan dengan tugas dan kewajibannya. Namun, Febri juga belum mengetahui berapa jumlah dan asal gratifikasi yang diterima Taufiqurrahman. "Nanti di-update lagi," imbuhnya. (Baca Juga: KPK, Polri, Kejaksaan Segera Teken Keputusan Bersama Soal SPDP Online)

Walau begitu, terkait penyidikan kasus ini, KPK telah melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi sejak Senin lalu. Pada Senin (5/12), KPK menggeledah lima lokasi, yaitu di rumah pribadi Bupati Nganjuk, rumah dinas Bupati Nganjuk, kantor Kabupaten Nganjuk, rumah pribadi Bupati Nganjuk di Jombang, dan kantor istri Bupati Nganjuk di Sekretariat Daerah (Setda) Kabupaten Jombang.

Dari hasil penggeledahan, KPK menyita dokumen-dokumen, barang bukti elektronik, uang, dan kendaraan. Kemudian, pada Selasa (6/12), KPK menggeledah kantor Dinas Pekerjaan Umum (PU) Bina Marga Kabupaten Nganjuk, kantor Dinas PU Cipta Karya, dan kantor Dinas PU Pengairan Kabupaten Nganjuk, serta kantor Dinas PU Ciptra Karya dan kantor Dinas PU Pengairan Kabupaten Jombang.

"(Penggeledahan) Hari ini prosesnya masih berlangsung. Penggeledahan dilakukan untuk mencari bukti-bukti yang ada dan penyidik mempelajari bukti-bukti tersebut yang relevan dengan penanganan perkara," tutur Febri.

Untuk diketahui, KPK memang jarang menerapkan Pasal 12 huruf i UU Tipikor dalam kasus korupsi yang mereka tangani. Akan tetapi, pada November lalu, KPK menggunakan pasal ini untuk menjerat Wali Kota Madiun Bambang Irianto. Sangkaan pasal Bambang sama persis dengan Taifiqurrahman.

Bambang yang hingga kini masih menjadi Wali Kota Madiun, saat menjabat sebagai Wali Kota Madiun periode 2009-2014 diduga baik langsung maupun tidak langsung, mengajak atau turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun (PBM) tahun 2009-2012 senilai Rp78,5 miliar.

Kasus dugaan korupsi PBM awalnya mencuat pada awal tahun 2012. Ketika itu, Kejaksaan Negeri (Kejari) Madiun menduga proses lelang dan proyek pembangunan PBM melanggar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 tentang perubahan atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Selain itu, diduga ada pelanggaran jadwal pengerjaan, kualitas, serta model konstruksi bangunan. Di tengah pemeriksaan kasus tersebut, tiba-tiba Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur secara resmi mengambil alih kasus dugaan korupsi proyek senilai Rp78,5 miliar itu yang sebelumnya ditangani oleh Kejari Madiun. (Baca Juga: Penyelidikannya Pernah Distop Kejati Jatim, Wali Kota Madiun Akhirnya Tersangka di KPK)

Kemudian, pada Desember 2012, Kejati Jawa Timur menghentikan penyelidikan kasus itu karena dinilai tidak ada kerugian negara. Hingga akhirnya pada Agustus 2015, kasus dugaan korupsi PBM diusut kembali oleh KPK.
Tags:

Berita Terkait