Pertimbangan Pemindahan Sidang Perkara Ahok, Begini Mekanisme Hukumnya
Berita

Pertimbangan Pemindahan Sidang Perkara Ahok, Begini Mekanisme Hukumnya

Atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Foto: RES
Gubernur DKI Jakarta non aktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Foto: RES
Menjadi kewenangan Mahkamah Agung (MA) menentukan pengadilan tempat bersidang suatu perkara setelah melakukan koordinasi pihak kepolisian. Kasus dugaan penistaan agama dengan tersangka Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok misalnya, persidangan bakal digelar tidak di Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Padahal, locus delicti berada di wilayah hukum PN Jakut.

Alasan keamanan menjadi pertimbangan. Selain itu, PN Jakut sedang mengalami renovasi. Pihak kepolisian pun merencanakan bakal mengusulkan ke wilayah Jakarta Timur, yakni Cibubur. Maklum, persidangan terhadap Calon Gubernur (Cagub) petahana DKI Jakarta itu dipastikan bakal menyedot sorotan jutaan pasang mata masyarakat Indonesia.

Anggota Komisi III DPR Junimart Girsang menilai kepolisian terlampau mendramatisir, seolah Jakarta dalam keadaan tidak kondusif. Menurutnya, persidangan memang mesti dilakukan terbuka. Menjadi tugas kepolisian melakukan pengamanan terlepas di manapun tempat bersidangnya. (Baca Juga: MA Sarankan Sidang Ahok Disiarkan Live Terbatas)

Yang pasti kewenangan menentukan pengadilan bersidang menjadi ranah Mahkamah Agung. Terlepas pihak kepolisian bakal mengkaji ulang usulan lokasi persidangan, Junimart menilai hal tersebut menjadi wajar. Lantaran, polisi mempertimbangkan faktor keamanan.

“Menjadi kewenangan MA untuk menentukan dengan berkoordinasi dengan kepolisian. Jadi bukan permintaan dari kepolisian,” ujar politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, Jumat (9/12).

Aturan mekanisme penetapan pengadilan sebagai tempat bersidang, ketika pengadilan tempat di mana tempus delicti tak dapat digelar, maka diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara. Aturan khusus itu diatur dalam Pasal 84 ayat (1) KUHAP dan Pasal 85 KUHAP.

Pasal 84 ayat (1) menyatakan, Pengadilan negeri berwenang mengadili segala perkara mengenai tindak pidana yang dilakukan dalam daerah hukumnya”. Bila tak dapat digelar di pengadilan negeri berwenang mengadili perkara, maka berlaku Pasal 85 KUHAP. (Baca Juga: Profesionalisme Kejaksaan Dipertaruhkan dalam Sidang Perkara Ahok)

Pasal 85 KUHAP menyatakan, “Dalam hal keadaan daerah tidak mengizinkan suatu pengadilan negeri untuk mengadili suatu perkara, maka atas usul ketua pengadilan negeri atau kepala` kejaksaan negeri yang bersangkutan, Mahkamah Agung mengusulkan kepada Menteri Kehakiman untuk menetapkan atau menunjuk pengadilan negeri lain daripada yang tersebut pada Pasal 84 untuk mengadili perkara yang dimaksud”.

Sedangkan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjadi pilihan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 86 KUHAP, ketika seseorang melakukan tindak pidana diluar negeri dan dapata diadili menurut hukum positif. Pasal 86 KUHAP menyatakan, “Apabila seorang melakukan tindak pidana di luar negeri yang dapat diadili menurut hukum Republik Indonesia, maka Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang berwenang mengadilinya”.

Berbeda dengan Junimart, Nasir Djamil punya pandangan berbeda. Anggota Komisi III itu mengatakan polisi terlampau mendramatisir seolah persidangan Ahok bakal berpotensi mengundang kericuhan. Padahal, persidangan Ahok memang mesti dijaga oleh aparat kepolisian. Makanya, demi menjaga keselamatan Ahok, penahanan menjadi alternatif yang mesti dilakukan kepolisian. (Baca Juga: Otto Hasibuan: Kawal dan Pastikan Proses Persidangan Ahok Tanpa Intervensi)

“Sejak awal saya katakan Ahok ditahan, bukan karena takut lari, menghilangkan barang bukti atau tidak mengulangi perbuatannya, tapi untuk keamanan dia sendiri sehingga sejak awal ditahan proses penjemputan diatur dan mengawal.Kalau tidak dikawal, dari rumah menuju pengadilan beresiko,” katanya.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera itu khawatir bila dipindahkan ke tempat lain bakal mengundang kecurigaan publik. Makanya agar tidak menimbulkan pro dan kontra, sebaiknya persidangan di pengadilan dimana menjadi wilayah hukum tempus delictie.

“Kalau dipindah ada apa, menyangkut keamanan atau apa. Harusnya konsekuen, jaga pengadilan, polisi harus jaga kewibawaan majelis hakim dan pengadilan,” katanya.

Seperti Soeharto
Wakil Ketua Komisi III Desmond Junaedi Mahesa menilai pemindahan persidangan Ahok ke wilayah Cibubur, Jakarta Timur bak persidangan penguasa Orde Baru, mendiang Soeharto. Presiden ke-2 RI itu memang menjadi sorotan publik setelah lengser dari jabatan orang nomor satu di Indonesia.(Baca Juga: Kenapa Buni Yani dan Ahok Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka? Ini Alasan Hukumnya)

“Ahok ini hebat, sudah seperti Soeharto dia. Perlakuan aparat keamanan terhadap Ahok dari sisi keamananya sudah seperti Soeharto. Apalagi yang harus kita komentari kalau derajatnya sudah diangkat kayak Soeharto,” ujarnya.

Politisi Partai Gerindra itu menilai ada rasa kekhawatiran aparat kepolisian terhadap berlangsungnya persidangan Ahok yang bakal digelar pada Selasa (13/12) pekan depan. Menurutnya perlakukan Polri terhadap Ahok terlampau berlebihan.

“Sudahlah segala sesuatu kalau kita bicara Ahok itu dengan situasi yang ada hari ini berarti kekuasaanlah yang melindungi Ahok. Kesimpulannya Cuma itu,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait