Ketika Deelneming Tak Terbukti, Rohadi Pun Lolos dari Suap Bersama-sama Hakim
Berita

Ketika Deelneming Tak Terbukti, Rohadi Pun Lolos dari Suap Bersama-sama Hakim

Rohadi langsung menerima putusan majelis.

Oleh:
NOV
Bacaan 2 Menit
Rohadi. Foto: RES
Rohadi. Foto: RES
Panitera pengganti Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Rohadi, lolos dari dakwaan menerima suap bersama-sama hakim Ifa Sudewi. Walau begitu, Rohadi tetap terbukti menerima suap sejumlah Rp50 juta dan Rp250 juta dari kakak pedangdut Saipul Jamil, Samsul Hidayatullah dan pengacara Saipul, Berthanatalia Ruruk Kariman.

Majelis hakim yang diketuai Sumpeno menjatuhkan hukuman terhadap Rohadi dengan pidana penjara selama tujuh tahun dan denda Rp300 juta. "Apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan," kata Sumpeno membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (8/12).

Sumpeno menyatakan, Rohadi terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kesatu primair, Pasal 12 huruf a UU Tipikor untuk penerimaan uang sebesar Rp50 juta. Rohadi juga terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan kedua subsidair, Pasal 12 huruf b UU Tipikor untuk penerimaan uang sebesar Rp250 juta. (Baca Juga: Tuntutan 10 Tahun: KPK Anggap Rohadi Pelaku Tunggal, Tak Ada Peran Hakim)

Sesuai fakta-fakta yang terungkap di persidangan, Rohadi menerima uang Rp50 juta untuk pengurusan penunjukan majelis hakim perkara pidana Saipul. Kala itu, Bertha yang sudah lama mengenal Rohadi mencari informasi mengenai susunan majelis hakim perkara Saipul. Rohadi menawarkan bantuannya dengan imbalan sejumlah Rp50 juta.

Meski mengetahui Rohadi tidak memiliki kewenangan menunjuk majelis hakim, Bertha tetap menyanggupi pemberian uang. Hal itu dikarenakan Bertha mengetahui Rohadi adalah panitera pengganti yang telah lama bertugas di PN Jakarta Utara. Terlebih lagi, Bertha merupakan istri dari Karel Tuppu, hakim yang pernah bertugas di PN Jakarta Utara bersama-sama Rohadi.

Sama halnya ketika Bertha menyanggupi pemberian uang Rp250 juta untuk pengurusan perkara Saipul. Untuk perbuatan kedua ini, awalnya penuntut umum KPK mendakwa Rohadi dengan dakwaan primair, Pasal 12 huruf c UU Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, subsidair Pasal 12 huruf b UU Tipikor, lebih subsidair Pasal 11 UU Tipikor. (Baca Juga: Didakwa Suap Bersama Ketua Majelis, Rohadi Depresi dan Mau Bunuh Diri)

Dalam dakwaan primair, Rohadi dianggap melakukan perbuatan korupsi bersama-sama hakim Ifa Sudewi. Saat itu, Ifa menjabat sebagai Wakil Ketua PN Jakarta Utara. Ifa ditunjuk Ketua PN Jakarta Utara Lilik Mulyadi sebagai ketua majelis perkara Saipul bersama empat hakim anggota, Hasoloan Sianturi, Dahlan, Sahlan Efendi, dan Jootje Sampalang.

Namun, majelis menganggap ada salah satu unsur dalam dakwaan kedua primair yang tidak terpenuhi. Unsur dimaksud adalah unsur Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan atau deelneming. Unsur ini menjadi penting untuk dibuktikan terlebih dahulu karena berkaitan dengan unsur "hakim" dalam Pasal 12 huruf c UU Tipikor.

Hakim anggota Anshori Syaifudin menje laskan, berdasarkan alat bukti di persidangan, terungkap fakta bahwa ada kesepakatan antara Rohadi dengan Bertha terkait pengurusan perkara Saipul di PN Jakarta Utara. Bertha meminta bantuan Rohadi agar Saipul dapat diputus bebas atau dijatuhi hukuman ringan. (Baca Juga: Soal Uang di Mobil Rohadi, KPK Duga Mantan Hakim Tinggi Terlibat)

Sebenarnya, Bertha mengetahui jika Rohadi bukan lah panitera pengganti dalam perkara Saipul. Namun, Bertha meyakini Rohadi mempunyai kemampuan untuk melakukan pengurusan perkara kepada hakim, karena Bertha merupakan istri dari Karel Tuppu (sekarang hakim tinggi) yang pernah bertugas di PN Jakarta Utara bersama-sama Rohadi.

Dalam rangka pengurusan perkara Saipul, sambung Anshori, Bertha pernah menemui Ifa di ruangannya sebanyak dua kali. Saat bertemu Ifa, Ifa mengatakan kepada Bertha akan membantu dalam perkara Saipul di akhir perkara atau putusan. Akan tetapi, Bertha hanya seorang diri menemui Ifa tanpa didampingi Rohadi.

"Meski Ifa mengatakan akan membantu perkara Saipul di akhir perkara, tapi pada kedua pertemuan tersebut sama sekali tidak pernah dibicarakan mengenai biaya atau uang untuk membantu perkara, baik itu diminta langsung Ifa selaku hakim ataupun ditawarkan oleh Bertha sebagaimana yang diterangkan saksi Ifa maupun Bertha di persidangan," ujarnya.

Demikian juga Ifa tidak pernah meminta Bertha agar membicarakan mengenai uang untuk pengurusan perkara Saipul kepada Rohadi. Di persidangan, Ifa mengaku tidak mengetahui pengurusan perkara Saipul yang dilakukan Rohadi, dan Rohadi membantah adanya kesepakatan dengan Ifa agar memutus perkara Saipul dengan hukuman ringan sesuai permintaan Bertha.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut lah, menurut Anshori, majelis berkesimpulan tidak ditemukan adanya kesepakatan bersama atau opzet antara Ifa selaku hakim dengan Rohadi dalam menerima imbalan uang dari Bertha untuk mempengaruhi putusan perkara SJ. "Sehingga ketentuan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang penyertaan atau deelneming antara Rohadi dan Ifa selaku hakim tidak terpenuhi," tuturnya.

"Menimbang bahwa majelis hakim berpendapat (Pasal 12 huruf c UU Tipikor) tidak tepat diterapkan dalam perkara a quo karena pemberian uang dilakukan setelah adanya putusan, maka unsur hakim tidak terpenuhi," imbuhnya.

Oleh karena itu, majelis membebaskan Rohadi dari dakwaan kedua primiar. Meski begitu, majelis berpendapat Rohadi tetap terbukti menerima uang Rp250 juta dari Samsul yang diserahkan melalui Bertha. Majelis menggunakan dakwaan kedua subsidair, yaitu Pasal 12 huruf b UU Tipikor untuk menjerat Rohadi. Atas putusan majelis, Rohadi langsung menerima.

Tags:

Berita Terkait