Ini Alasan KPK Banding Terhadap Vonis Eks Panitera PN Jakpus
Berita

Ini Alasan KPK Banding Terhadap Vonis Eks Panitera PN Jakpus

Ada bagian dari dakwaan yang dinyatakan tidak terbukti dan terkait barang bukti yang dikembalikan kepada terdakwa.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Terdakwa Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution saat menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (7/9).
Terdakwa Panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution saat menjalani sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (7/9).
KPK mengajukan banding terhadap vonis mantan Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution. "Terhadap vonis Edy Nasution, KPK mengajukan banding karena ada bagian dari dakwaan dinyatakan tidak terbukti," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (16/12).

Pada 8 Desember 2016, majelis hakim menjatuhkan vonis 5,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider dua bulan kurungan kepada Edy Nasution karena menerima suap Rp150 juta dan AS$50 ribu untuk mengurus tiga perkara terkait perusahaan Lippo Group di PN Jakpus dan mendapat gratifikasi. (Baca Juga: Panitera PN Jakpus Didakwa Urus Tiga Perkara Dibantu Nurhadi)

Seusai vonis, jaksa penuntut umum KPK Dzakiyul Fikri mengatakan menggunakan waktu pikir-pikir selama tujuh hari. Vonis itu lebih rendah dibanding dari tuntutan jaksa penuntut KPK yang meminta agar Edy divonis delapan tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider lima bulan kurungan.

Apalagi jaksa KPK mendakwakan Edy melakukan empat perbuatan pidana yaitu menerima uang Rp100 juta, AS$50 ribu, uang Rp50 juta dan Rp1,5 miliar untuk merevisi penolakan permohonan eksekusi tanah PT Jakarta Baru Cosmopolitan (JBC) agar Edy melakukan pengurusan perubahan redaksional (revisi) surat jawaban dari PN Jakarta Pusat untuk menolak permohonan eksekusi lanjutan dari ahli waris. Tapi penerimaan Rp1,5 miliar itu dinyatakan tidak terbukti.

Majelis hakim yang terdiri atas Sumpeno, Yohanes Priyana, Sinung Hermawan, Sigit dan Tuti bahkan memerintahkan pengembalian harta Edy Nasution yaitu uang AS$3000, uang Sing$1800 dan Rp2,3 juta, satuunit mobil CRV B 1077 TLB atas nama Ikra Pratiwi, paspor atas nama Edy Nasution sebanyak dua buah, satu handphone Iphone Gold dan Nokia E90.

"Kami keberatan terkait dengan putusan barang bukti AS$3000 dan Sing$1800 dan Rp2,3juta dikembalikan kepada terdakwa. Termasuk Rp1,5 miliar tersebut akan jadi materi banding KPK," tambah Febri. (Baca Juga: Urus Perkara Terkait Lippo Group, Panitera PN Jakpus Dituntut 8 Tahun Bui)

Dalam amar putusan, hakim menilai Edy terbukti menerima Rp100 juta untuk penundaan teguran (aanmaning) perkara niaga PT MTP melawan Kymco sesuai putusan Singapura International Arbitration Centre (SIAC) yang diharuskan membayar ganti rugi sebesar AS$11.100.

Penerimaan kedua adalah uang AS$50 ribu untuk pengurusan Peninjauan Kembali (PK) PT Across Asia Limited (AAL) yang diputus pailit oleh Mahkamah Agung melawan PT First Media. Edy pun menerima uang dari salah satu kuasa hukum yang baru dari Law Firm Cakra & Co yaitu Austriadhy AS$50 ribu yang terbungkus dalam amplop warna coklat.

Penerimaan ketiga adalah penerimaan Rp50 juta untuk pengurusan perkara Lippo Grup lain yang ada di PN Jakpus. Edy juga terbukti menerima gratifikasi senilai Rp10,35 juta, AS$70 ribu dan Sing$9.852 dan tidak dilaporkan ke KPK.

Atas pengajuan banding KPK itu, Edy Nasution akan menyiapkan kontra memori banding. "Sewaktu pembacaan putusan kita sudah menerima putusan, tapi KPK banding jadi nanti kami menyampaikan kontra memori banding," kata pengacara Edy, Waldus Situmorang. (Baca Juga: Panitera PN Jakpus Terima Uang untuk Percepat Pengiriman Berkas PK ke MA)
Tags:

Berita Terkait