Praperadilan Ditolak, Buni Yani: Kecewa, Padahal Ada Yurisprudensi Putusan
Berita

Praperadilan Ditolak, Buni Yani: Kecewa, Padahal Ada Yurisprudensi Putusan

Penyidik Polda Metro Jaya akan segera melimpahkan kasus ini ke Kejaksaan.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Hakim tolak praperadilan Buni Yani. Foto:  RES
Hakim tolak praperadilan Buni Yani. Foto: RES
Sidang permohonan praperadilan oleh tersangka Buni Yani ditolak oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal Sutiyono saat membacakan putusannya, Rabu (21/12), menyatakan bahwa penetapan Buni Yani sebagai tersangka dan penangkapannya sudah sesuai dengan hukum.

"Memutuskan permohonan pemohon ditolak. Karena ditolak maka Pemohon membayar biaya sejumlah nihil," ujar Sutiyono. (Baca Juga: Buni Yani Ajukan Upaya Praperadilan)

Dalam pertimbangannya Sutiyono mengutip Pasal 184 ayat 1 KUHAP yang mengatur mengenai alat bukti. Menurutnya, dari fakta yang terungkap di persidangan Termohon sudah mendengarkan saksi-saksi dan ahli-ahli. Pemanggilan saksi dan ahli sudah sesuai dengan saksi fakta dan ahli yang paham mengenai UU No. 11 Tahun 2008 sebagaimana diubah dalam UU No. 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Hakim Sutiyono juga menimbang Pasal 44 UU ITE yang menyebutkan alat bukti penyidikan menurut UU adalah alat bukti sesuai perundang-undangan, dan alat bukti dan dokumen elektronik. "Dengan fakta atas pertimbangan maka permohonan penetapan tersangka dengan alasan tidak sah dan tidak sesuai dengan KUHAPdan Perkap tidak terbukti. Karena Termohon sudah memiliki bukti berupa keterangan saksi dan ahli," ujarnya.

Kemudian mengenai penangkapan yang dianggap tidak sesuai dengan KUHAP, hakim menyatakan bahwa penangkapan bisa saja dilakukan dimanapun bahkan ketika Buni Yani diperiksa juga dapat dilakukan penangkapan. Hal tersebut karena penyidik sudah memiliki dua alat bukti yang cukup.

"Penangkapan Buni Yani telah sah karena terdapat dua alat bukti maka dalil tersebut haruslah ditolak," ungkapnya. (Baca Juga: Kenapa Buni Yani dan Ahok Tak Ditahan Meski Jadi Tersangka? Ini Alasan Hukumnya)

Atas putusan tersebut, dari pihak Termohon, Kepala Bidang Hukum Polda Metro Jaya, Agus Rohmat, mengapresiasi persidangan yang dianggapnya telah mengedepankan keadilan. Selanjutnya penyidik akan terus melanjutkan penyidikan dan akan segera melimpahkan berkas Buni Yani ke Kejaksaan.

"Alhamdulillah puji syukur bahwa putusan telah selesai. Maka kami dari penyidik mengucapkan terima kasih dan salut digelarnya sidang yang berkeadilan. Selanjutnya kami dari penyidik melanjukan penyidkan sesuaidengan KUHAP dan dilimpahkan ke Kejaksaan. Sampai nanti kalau lengkap (P21) tersangka dan barang bukti," ujar Agus.

Sedangkan dari pihak Pemohon langsung, Buni Yani yang ditemui seusai persidangan menyatakan kecewa dengan putusan hakim. Alasannya karena ada yurisprudensiputusan hakim di Bali yang mengabulkan permohonan praperadilan yang melakukan pencemaran nama baik atas Gubernur Bali. Meski begitu ia tetap menghormati putusan tersebut.

"Sebetulnya ada yurisprudensi bahwa praperadilan di Bali itu ada seorang warga negara yg dituntut Gubernur Bali karena dianggap mencemarkan nama baik. Lalu praperadilannya dikabulkan. Tadinya saya berharap adanya yurisprudensi praperadilan itu bisa dijadikan putusan hakim. Akan tetapi hakim yang periksa perkara saya sama sekali tidak menggunakan pertimbangan yang ada di Bali itu makanya saya agak kecewa ya. Oleh karena kaku sekali menerapkan dasar pertimbangannya murni dua alat bukti," ungkapnya.

Buni Yanimenyatakan akanterusberjuang di pengadilan. "Tentu saya hormati apa yg diputuskan majelis hakim. Beliau pesan tadi saat saya salaman biar saya berjuang di pengadilan saja. Jadi ya sudah," tuturnya. (Baca Juga: Buni Yani Nilai Proses Penangkapan dan Penetapan Tersangka Tak Sesuai Prosedur)

Untuk diketahui, Buni Yani penyebar potongan video pidato Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki T Purnama alias Ahok yang berujung pada kasus penistaan agama, telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya. Buni memotong kata “pakai” pada video Ahok, yang dianggap membuat terjadinya penghasutan.

Buni dijerat Pasal 28 ayat 2 jo Pasal 45 ayat 2 UU ITE, dengan ancaman hukuman di atas enam tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar. Pasal ini mengatur mengenai penyebaran informasi yang menimbulkan rasa kebencian atas permusuhan suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).
Tags:

Berita Terkait