Ini Pedoman Hakim Tangani Perkara dalam Perma Kejahatan Korporasi
Berita

Ini Pedoman Hakim Tangani Perkara dalam Perma Kejahatan Korporasi

Terkait putusan dan pelaksanaan putusan, hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap korporasi atau pengurus, atau korporasi dan pengurus.

Oleh:
CR-22
Bacaan 2 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES
Mahkamah Agung (MA) telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 13 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penanganan Tindak Pidana Korporasi. Sebagaimana bunyi Pasal 2, Perma ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi penegak hukum dalam penanganan perkara pidana dengan pelaku korporasi dan atau pengurusnya.

Selain itu, Perma ini juga diharapkan dapat mengisi kekosongan hukum acara pidana dalam penanganan perkara pidana dengan pelaku korporasi atau pengurus. Atas dasar itu, Perma ini juga bisa diharapkan dapat mendorong efektifitas dan optimalisasi penanganan perkara pidana dengan pelaku korporasi dan atau pengurusnya. (Baca Juga: Ketua MA: Kejahatan Korporasi Tidak Bisa Dijatuhi Pidana Badan)

Saat menyampaikan catatan akhir tahun 2016, Ketua MA M Hatta Ali menyatakan bahwa dalam Perma ini, korporasi yang dinyatakan bersalah dapat dikenakan hukuman pidana denda hingga penutupan perusahaan. “Kalau denda tidak dibayar, disita semua aset perusahaan dan dilelang untuk menutupi kerugian negara,” katanya, Rabu (28/12).

Perma ini, lanjut Hatta, juga berisi rumusan kriteria korporasi yang disebut melakukan tindak pidana. Selain itu, juga diatur siapa saja yang dapat dimintai pertanggungjawaban pidana, tata cara pemeriksaan korporasi atau pengurus korporasi, tata cara persidangan korporasi serta putusan dan pelaksanaan putusan.

Terkait kriteria yang mengatur tentang bisa tidaknya korporasi disebut melakukan tindak pidana, menurut Perma ini apabila tindak pidana yang dilakukan oleh orang berdasarkan hubungan kerja, atau berdasarkan hubungan lain, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang bertindak untuk dan atas nama korporasi di dalam maupun di luar lingkungan korporasi. (Baca Juga: Pakar: Perlu Kesepakatan Soal Kategori Tindak Pidana Korporasi)

Menyangkut hal ini, ada sejumlah pedoman bagi hakim dalam memeriksa perkara. Hakim dalam pemeriksaannya dapat mempertimbangkan apakah koporasi memperoleh keuntungan atau manfaat dari sebuah tindak pidana. Hakim juga perlu memperhatikan apakah korporasi membiarkan terjadinya tindak pidana, tidak melakukan langkah-langkah pencegahan dalam rangka mencegah dampak yang lebih besar dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil memperhatikan aspek kepatuhan terhadap ketentuan hukum yang berlaku sehingga dapat menghindari terjadinya tindak pidana.

Untuk yang berkaitan dengan tata cara pemerikasaan korporasi dan atau pengurus korporasi, diawali dengan pemanggilan yang ditujukan dan disampaikan kepada korporasi sesuai tempat kedudukan atau alamat tempat korporasi beroperasi. Dalam hal ini, yang memenuhi panggilan pemeriksaan untuk mewakilli korporasi adalah seorang pengurus.

Apabila setelah dipanggil, korporasi menolak untuk hadir atau tidak menunjuk pengurus untuk mewakili korporasi dalam pemeriksaan, maka penyidik dapat menentukan salah seorang pengurus untuk mewakili korporasi dengan melakukan sekali lagi pemanggilan disertai perintah kepada petugas untuk membawa secara paksa. (Baca Juga: 6 Persoalan Korporasi Sebagai Subjek Tipikor versi Kejaksaan)

Untuk tata cara persidangan, Perma Kejahatan Korporasi mengatur, surat dakwaan yang berlaku sebagaimana sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam hal yang menghadiri persidangan, diwajibkan kepada pengurus yang hadir di saat penyidikan untuk mewakili korporasi dalam persidangan.

Sistem pembuktian dalam penanganan tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, mengikuti sistem pembuktian yang ada dalam KUHAP dan ketentuan hukum acara yang diatur khusus dalam Undang-Undang lainnya. Sementara mengenai putusan dan pelaksanaan putusan, dalam Perma Kejahatan Korporasi ini disebutkan, hakim dapat menjatuhkan pidana terhadap korporasi atau pengurus, atau korporasi dan pengurus. (Baca Juga: Tips Direksi dan Komisaris Hindari Korupsi dalam Aksi Korporasi)

Hal ini juga tidak menutup kemungkinan penjatuhan pidana terhadap pelaku lain yang berdasarkan ketentuan Undang-Undang terbukti terlibat dalam tindak pidana. Terkait pidana denda yang dijatuhkan kepada korporasi, korporasi diberikan jangka waktu 1 bulan sejak putusan berkekuatan hukum tetap untuk membayar denda tersebut. Apabila tidak membayar denda maka harta benda korporasi dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk membayar denda.
Tags:

Berita Terkait