Mengintip Isi PP Terkait Bawa Uang Tunai Keluar-Masuk Indonesia
Berita

Mengintip Isi PP Terkait Bawa Uang Tunai Keluar-Masuk Indonesia

Uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dibawa minimal Rp100 juta wajib diberitahukan kepada pejabat bea dan cukai.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES
Pada 31 Desember 2016 lalu, Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2016 tentang Pembawaan Uang Tunai dan/atau Instrumen Pembayaran Lain ke Dalam atau ke Luar Daerah Pabean Indonesia. Sebagaimana dilansir dari laman resmi Setkab, PP ini merupakan pelaksanaan dari ketentuan Pasal 36 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Menurut PP ini, setiap orang yang membawa uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain paling sedikit Rp100 juta atau yang nilainya setara dengan itu ke dalam atau ke luar daerah pabean wajib memberitahukan kepada pejabat bea dan cukai. “Uang tunai sebagaimana dimaksud terdiri atas uang dalam mata uang rupiah dan/atau uang dalam mata uang asing,” bunyi Pasal 2 ayat (2) PP ini.

Instrumen pembayaran lain tersebut antara lain bilyet giro, atau warkat atas bawa berupa cek, cek perjalanan, surat sanggup bayar, dan sertifikat deposito. Sementara daerah pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di zona ekonomi ekslusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku undang-undang kepabeanan.

Pemberitahuan pembawaan uang tunai atau instrumen pembayaran lain ke dalam dan ke luar daerah pabean, dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan pabean dan mengisi formulir pembawaan uang tunai atau instrumen pembayaran lain. Selain itu, dalam PP juga disebutkan, pembawaan uang tunai dalam mata uang rupiah paling sedikit Rp100 juta ke luar daerah pabean Indonesia wajib dilengkapi izin dari Bank Indonesia (BI) sesuai Peraturan Bank Indonesia. (Baca Juga: Kisah Pembatasan Transaksi Tunai dalam Hukum Indonesia)

PP ini menegaskan, penyelenggara bandar udara internasional, pelabuhan internasional, atau pos lintas batas wajib menyediakan fasilitas untuk memastikan agar setiap orang dapat melaksanakan kewajiban untuk memberitahukan pembawaan uang tunai atau instrumen pembayaran lain tersebut.

“Dalam hal hasil pemeriksaan ditemukan pembawaan uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang mencurigakan, pejabat bea dan cukai melakukan pemeriksaan lebih lanjut,” bunyi Pasal 7 PP ini.

Menurut PP ini, hasil pemeriksaan terhadap uang tunai dan instrumen pembayaran lain yang mencurigakan, disampaikan oleh Kepala Kantor Pabean kepada Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Sanksi
Dalam PP disebutkan terdapat sanksi bagi orang yang tidak memberitahukan uang tunai atau instrumen lain yang dibawanya, yakni sanksi administratif. Sanksi administratif tersebut berupa denda sebesar 10% dari seluruh jumlah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp300 juta. (Baca Juga: Info Penting! Transaksi Penggunaan Uang Kartal Akan Dibatasi)

Sansi administratif juga berlaku bagi orang yang telah memberitahukan pembawaan uang tunai atau instrumen pembayaran lain, namun jumlah yang dibawa ternyata lebih besar dari jumlah yang diberitahukan. Sanksi bagi orang tersebut adalah berupa denda sebesar 10% dari kelebihan jumlah uang tunai atau instrumen pembayaran lain yang dibawa dengan jumlah paling banyak Rp300 juta.

“Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud harus diselesaikan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan,” bunyi Pasal 16 ayat (3) PP ini. (Baca Juga: Ini Daftar Larangan Dual Quotation dari BI)

Dalam hal pembayaran sebagaimana dimaksud  tidak dapat dilakukan secara langsung, menurut PP ini, pejabat Bea dan Cukai berwenang mencegah uang tunai dan/atau instrumen pembayaran lain yang dibawa. “Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 24 Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2016 yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada 31 Desember 2016 itu.
Tags:

Berita Terkait