Tak Setuju PP Minerba, Hak Uji ke MA Bisa Ditempuh
Berita

Tak Setuju PP Minerba, Hak Uji ke MA Bisa Ditempuh

Konsistensi kebijakan Pemerintah dibutuhkan.

Oleh:
FNH
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi bekas galian tambang. Foto: MYS
Ilustrasi bekas galian tambang. Foto: MYS
Permohonan Hak Uji Materiil (HUM) adalah upaya hukum yang bisa ditempuh pihak-pihak yang merasa dirugikan oleh berlakunya Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 tentang Perubahan keempat Atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (PP Minerba). Langkah yang sama bisa ditempuh ke Mahkamah Agung (MA) terhadap semua Peraturan Menteri ESDM turunan PP Minerba.

Keinginan mengajukan permohonan HUM sudah disuarakan Koalisi Masyarakat Sipil Pengawal Konstitusi Sumber Daya Alam. Koalisi berencana mengajukan permohonan HUM pekan ini karena menganggap PP Minerba dan peraturan pelaksananya bertentangan bukan hanya dengan UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara tetapi juga dengan UUD 1945. (Baca juga: Revisi UU Minerba Tekankan Hilirisasi Dalam Negeri).

Pengajar hukum sumber daya alam Fakultas Hukum Universitas Tarumanagara Jakarta, Ahmad Redi, menduga PP Minerba bertentangan dengan Pasal 102, 103, dan 170 UU No. 4 Tahun 2009. PP Minerba itu kemudian ditindaklanjuti oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral lewat penerbitan Permen ESDM No. 5 Tahun 2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di dalam Negeri, No. 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian.

Koalisi Masyarakat Sipil menyebut tiga pokok ketentuan dalam Permen ESDM No. 5 dan No. 6 Tahun 2017 yang layak dikritisi. Pertama, pemberian kelonggaran ekspor terhadap mineral yang belum diolah dan dimurnikan selama 5 tahun sejak Januari 2017. Kedua, pemberian kelonggaran ekspor mineral selama 5 tahun sejak Januari 2017 kepada pemegang Kontrak Karya (KK) yang melakukan perubahan bentuk pengusahaan menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Ketiga, mekanisme perubahan bentuk perubahan pengusahan dari KK menjadi IUPK. (Baca juga: Ini Kelemahan UU Minerba Versi MasyaraKat Sipil).

Pasal 102 dan 103 UU Minerba telah menegaskan kewajiban pengolahan dan pemurnian mineral mentah di dalam negeri bagi pemegang IUP/IUPK. Lalu, Pasal 170 UU Minerba mewajibkan seluruh pemegang KK  yang sudah berproduksi untuk melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak UU Minerba diundangkan, yakni Tahun 2014. Untuk menguatkan kebijakan itu, lahirlah Permen ESDM No. 7 Tahun 2012.

Namun, kata Ahmad Redi, dilihat dari rentetan kebijakan yang selanjutnya dikeluarkan, Pemerintah terkesan plin plan. Ia mencontohkan Permen ESDM No. 20 Tahun 2013 yang memberikan tenggat waktu untuk eskpor mineral mentah hingga Januari 2014, disusul Permen ESDM No. 1 Tahun 2014 yang mengizinkan ekspor konsentrat hingga Januari 2017. (Baca juga: Pemerintah Cegah Ekspor Ilegal Minerba).

Redi menambahkan izin ekspor telah  memicu eksploitasi sumber daya mineral dan batubara secara besar-besaran dan tidak bertanggung jawab. Terbukti, sejak 2011 hingga 2016 terdapat penambahan izin usaha pertambangan dari 9.662 IUP hingga 10.066 IUP. Padahal, 3.682 IUP Mineral berstatus non clear & clean, 6,3 juta hektar di antaranya beroperasi di hutan lindung dan hutan konservasi; 24% perusahaan selama (2010-2012) tidak memiliki nomor pokok wajib pajak; 75%-nya tidak membayar dana jaminan reklamasi dan pasca-tambang, juga perusahaan menunggak penerimaan negara sebesar 23 triliun rupiah (2016).

Pelonggaran ekspor mineral juga dinilai telah memicu eksploitasi sumber daya mineral yang berlebihan yang telah menyebabkan kerusakan lingkungan. Degradasi fungsi lingkungan tidak hanya diwariskan oleh kegiatan pertambangan yang tidak berizin, namun juga berasal dari kegiatan pertambangan  berizin, namun beroperasi di luar kawasannya.

Koordinator Nasional Pay What You Pay (PWYP) Maryati Abdullah menambahkan pada dasarnya masalah hilirisasi tambang di Indonesia akan selesai jika pemerintah konsisten terhadap UU Minerba. UU Minerba jelas hanya memberikan tenggat waktu hingga 2014 untuk membangun pabrik pemurnian mineral. Namun, persoalan muncul ketika pemerintah justru memperpanjang ekspor mineral mentah dengan syarat.

“Sebenarnya kalau pemerintah tidak memperpanjang ekspor (mineral), selesai masalanya. Tidak ada pengecualian semua perusahaan tambang wajib membangun pabrik pemurnian mineral,” tandasnya.
Tags:

Berita Terkait