Alasan Presiden Kabulkan Grasi Antasari Azhar
Berita

Alasan Presiden Kabulkan Grasi Antasari Azhar

Lantaran ada pertimbangan dari MA. Keppres permohonan grasi tersebut telah ditandatangani dan dikirimkan ke PN Jakarta Selatan pada 23 Januari 2016.

Oleh:
ANT/FAT
Bacaan 2 Menit
Haru bahagia mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar saat keluar dari pintu lapas disambut Istrinya Ida Laksmiwati beserta anak-anak dan cucunya di Lapas Kelas 1 Tangerang, Kamis (10/11).
Haru bahagia mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar saat keluar dari pintu lapas disambut Istrinya Ida Laksmiwati beserta anak-anak dan cucunya di Lapas Kelas 1 Tangerang, Kamis (10/11).
Istana Kepresidenan melalui Staf Khusus Presiden, Johan Budi SP, mengungkap alasan Presiden Joko Widodo akhirnya mengabulkan permohonan grasi mantan Ketua KPK Antasari Azhar. Johan mengatakan salah satu alasan Presiden mengabulkan permohonan grasi Antasari karena ada pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA).

"Alasannya, salah satunya adalah karena adanya pertimbangan MA yang disampaikan kepada Presiden," kata Johan saat dihubungi, Rabu (25/1). (Baca Juga: Presiden Pertimbangkan Grasi untuk Antasari Azhar)

Berbagai pertimbangan lain juga menjadi bahan masukan bagi keputusan pengabulan grasi tersebut. Johan mengatakan Keputusan Presiden (Keppres) terkait permohonan grasi tersebut telah ditandatangani oleh Presiden dan dikirimkan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada 23 Januari 2017.

"Keppres soal permohonan grasi Antasari sudah diteken Presiden dan dikirim ke PN (Jakarta) Selatan hari Senin tanggal 23 Januari 2017 kemarin," tambahnya.

Ia menambahkan beberapa poin dalam Keppres tersebut berisi tentang pengurangan masa hukuman. "Di dalam Keppres itu isinya mengurangi hukuman Antasari sebanyak enam tahun," katanya.

Sebelumnya kuasa hukum Antasari Azhar, Boyamin Saiman, mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo telah mengabulkan grasi mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar. Namun ia belum bisa menyebutkan secara detail isinya lantaran belum resmi menerima surat grasi.

Pada Kamis tanggal 10 November 2016, Antasari Azhar meninggalkan LP Tangerang dengan status bebas bersyarat sejak ditahan pada Mei 2009. Antasari Azhar divonis 18 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan setelah dinyatakan terbukti membunuh Nasrudin Zulkarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran. Antasari Azhar melalui kuasa hukumnya mengajukan banding, kasasi, serta peninjauan kembali, namun ia tetap dihukum. (Baca Juga: Antasari Azhar Diganjar Vonis Paling Berat)

Untuk diketahui, pengaturan mengenai grasi tercantum dalam UU No. 22 Tahun 2002 (UU 22/2002) sebagaimana telah diubah dengan UU No. 5 Tahun 2010 (UU 5/2010) tentang Grasi. Pasal 1 angka 1 UU 22/2002 menyebutkan, grasi adalah pengampunan berupa perubahan, peringanan, pengurangan atau penghapusan pelaksanaan pidana kepada terpidana yang diberikan oleh Presiden.

Pasal 4 ayat (2) UU yang sama menjelaskan, pemberian grasi dari Presiden dapat berupa peringanan atau perubahan jenis pidana, pengurangan jumlah pidana atau penghapusan pelaksanaan pidana. Permohonan grasi ini dapat diajukan satu kali oleh terpidana terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht) untuk pidana mati, pidana seumur hidup atau pidana penjara paling rendah dua tahun.

Sebelumnya, jangka waktu permohonan grasi adalah paling lama satu tahun setelah putusan inkracht, sesuai Pasal 7 ayat (2) UU 5/2010. Namun, ketentuan ini telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) dalam putusannya Nomor 107/PUU-XIII/2015. MK menilai, ketentuan ini bertentangan dengan UUD 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (Baca Juga: MK Kembali Buat Putusan Penting)

Dalam putusannya, MK menilai pembatasan jangka waktu pengajuan permohonan grasi dalam Pasal 7 ayat (2) UU 5/2010 berpotensial menghilangkan hak konstitusional terpidana, khususnya terpidana mati yang mengajukan permohonan grasi. Pembatasan ini juga menghilangkan hak pemohon jika hendak mengajukan peninjauan kembali (PK) yang salah satu syaratnya ada novum, sedangkan ditemukannya novum itu sendiri tidak dapat dipastikan jangka waktunya.
Tags:

Berita Terkait