Wakil Ketua Komisi IV DPR, Viva Yoga Mauladi, mengatakan program Pemerintah itu menyasar 32 juta penduduk yang ada di 33 ribu desa. Untuk mendukung pelaksanaan kebijakan itu, Pemerintah melalui Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah menerbitkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.83/Men-LHK/Setjen/KUM.1/10/2016 tentang Perhutanan Sosial. Namon Yoga menilai beleid Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini saja tak cukup. Masih perlu aturan lebih teknis agar target 12,7 juta hektare itu tercapai.
Aturan teknis itu bentuknya bisa petunjuk teknis (juknis) atau pedoman umum untuk apartur di bawah naungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk menjelaskan substansi PermenKLHK No. P.83 Tahun 2016 itu di lapangan. Selain itu, harus ada inisiatif KLHK menggandeng kementerian lain untuk memuluskan pelaksanaan program perhutanan sosial. (Baca juga : Pengakuan Wilayah Adat Perlu Dipercepat).
Menurut Yoga, program tersebut bersinggungan dengan fungsi kementerian lain seperti Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes), Kementerian Pertanian (Kementan), dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah. Kerjasama dengan berbagai kementerian itu bisa dituangkan dalam bentuk Surat Keputusan Bersama Menteri (SKB).
Yoga yakin KLHK tidak bisa menjalankan program itu sendirian karena anggaran yang dimiliki terbatas. Sedangkan program perhutanan sosial merupakan program besar yang membutuhkan banyak dukungan termasuk anggaran. Melalui aturan teknis dan SKB itu diharapkan perhutanan sosial bukan saja membuka akses masyarakat terhadap hutan tapi juga memberdayakan agar mereka bisa mengelolanya dengan baik.
“Jangan sampai perhutanan sosial itu karena minim dukungan, penguasaannya bukan di tangan masyarakat tapi pihak lain seperti korporasi,” kata politisi PAN itu dalam diskusi yang diselenggarakan Indonesia Budget Center (IBC) di Jakarta.
Peneliti IBC, Muhammad Ridha, menyoroti kinerja pemerintah sampai tahun 2016 belum mampu mencapai target perhutanan sosial sebagaimana RPJMN 2015-2019. Misalnya, RPJMN menargetkan perhutanan sosial tahun 2016 sebesar 5,08 juta hektar, RKP pemerintah menargetkan 2,5juta hektar, tapi target yang bisa dicapai sampai akhir tahun 2016 hanya 316 ribu hektar. “Pemerintah hanya mampu merealisasikan 13 persen dari total angka sasaran yang telah ditargetkan,” paparnya. (Baca juga: RPJMN 2015-2019 Kurang Perhatikan Lingkungan).
Selain itu anggaran yang dialokasikan untuk perhutanan sosial dalam beberapa tahun terakhir cederung turun. Tercatat anggaran program perhutanan sosial tahun 2015 sebesar Rp308 milyar, tahun 2017 turun menjadi Rp164 milyar. IBC merekomendasikan pemerintah untuk meningkatkan alokasi anggaran program perhutanan sosial sehingga target 12,7 juta hektar bisa tercapai.
“Perlu adanya konsistensi antara target RPJMN dan target RKP pada program perhutanan sosial,” pungkas Ridha.