Pakar: Efektivitas Prosedur Pailit Bergantung Pada Penerapan Hukumnya
Berita

Pakar: Efektivitas Prosedur Pailit Bergantung Pada Penerapan Hukumnya

“Aset itu adalah hukum benda, liability adalah hukum perikatan. Jadi pada saat kita bicara soal harta kekayaan, (sama dengan) kita bicara soal neraca dari semua subyek hukum”

Oleh:
CR22
Bacaan 2 Menit
Pakar hukum kepailitan, Gunawan Widjaja (kiri). Foto: CR22
Pakar hukum kepailitan, Gunawan Widjaja (kiri). Foto: CR22
Dalam penerapan prosedur pailit seringkali ditemukan proses penyelesaian yang berlarut-larut. Hal ini bisa terjadi mengingat adanya kepentingan para pihak dalam sebuah putusan pailit. Oleh karena itu,kemampuan seorang Kurator sangat diandalkan dalam menangani persoalan kredit macet seorang debitur. (Baca juga: Proses Sidang Lama, Peringkat Penyelesaian Kepailitan Turun)

“Dalam konteks perbankankelihatannya kepailitan banyak diharapkan dapat menyelesaikan masalah kredit macet,” kata pakar hukum kepailitan, GunawanWidjaja, dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Forum Kajian Hukum Bisnis & Kepailitan, beberapa waktu lalu, di Jakarta.

Gunawan berpendapat saat berbicara mengenai prosedur maka para praktisi akan berbicara terkait hukum acara,di mana aspek efektifitas kepailitan sangat bergantung kepada pelaksanaan hukum acara itu sendiri. Tidak lupadi dalamnya terdapat penegakan hukum materiil.

“Sebagai hukum acara tentunya ada hukum materiil yang harus ditegakkan”katanya. (Baca Juga: Menyoal Profesi Kurator dan Pengurus di Era MEA)

Pada kesempatan ini Gunawan memaparkan, terkait persoalan kepailitan, sebenarnya yang ditegakkan hanyalah terdiri dari 2 pasal yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer), yakni Pasal 1131 dan Pasal 1132.

Pasal 1131 KUHPermenyatakan, Segala kebendaan, yang bergerak dan tak bergerak milik debitor, baik yang sdah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitor itu.

Gunawan menjelaskan dalam Pasal 1131 KUHPer, sebenarnya menjelaskan mengenai harta kekayaan. Ia mengaskan akan adanya perbedaan antara harta kekayaan, kebendaan, dan perikatan. Dalam hukum perdata, salah satu aspek terbesar yang diatur di dalamnya adalah mengenai hukum harta kekayaan. Menurutnya, hukum benda dan hukum perikatan adalah bagian dari hukum harta kekayaan.

Pasal 1131 KUHPer merefleksikan hubungan antara hukum benda dan hukum perikatan. Gunawan mengilustrasikan hukum harta kekayaan dengan sebuah istilah ekonomi yakni Neraca. Sebuah sisi dari neraca adalah aset, sedangkan sisi lainnya berupa perikatan (liability). Menurutnya, sisi aset mencerminkan bagian dari hukum benda, dan sisi kewajiban mengambarkan aspek hukum perikatan.

“Aset itu adalah hukum benda, liability adalah hukum perikatan. Jadi pada saat kita bicara soal harta kekayaan, (sama dengan) kita bicara soal neraca dari  semua subyek hukum”, tutur Gunawan.

Gunawan menegaskan bahwa setiap manusia memiliki harta kekayaan. Harta kekayaan tersebut berupa aset (benda) dan juga perikatan. Menurut Pasal 1131KUH Per, setiap setiap benda yang dimiliki dalam sebuah harta kekayaan, sebenarnya sudah menjadi jaminan atas apapun yang sudah kita perjanjikan dan apapun yang diperintahkan oleh Undang-Undang. Perintah Undang-Undang di sini merupakan perikatan yang lahir dari perjanjian yang kita buat sendiri atas sukarela.

Gunawan Juga menyebutkan unsur perikatan adalah perjanjian. Menurut Gunawan, istilah liability telah tepat digunakan oleh Akuntan. Hal ini dikarenakan dalam definisi utang, liability adalah segala jenis kewajiban yang dapat dinilai dengan sejumlah uang.

“Maka isi neraca apa? Ya Cuma uang. Karena apa? Penyelesaian semua perikatan, apapun juga bentuknya baik memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak berbuat sesuatu, penyelesaiannya adalah dalam bentuk uang,” pungkas Gunawan.

Tags:

Berita Terkait