Simak Yuk, 8 Tahap Proses Penetapan Fatwa di MUI
Polemik Fatwa:

Simak Yuk, 8 Tahap Proses Penetapan Fatwa di MUI

Selama proses pembuatan fatwa, MUI bisa mendatangkan ahli yang relevan dengan masalah yang sedang dibahas.

Oleh:
CR22/MYS
Bacaan 2 Menit
sebelum mengeluarkan fatwa, MUI melalui beberapa tahapan. Foto: RES
sebelum mengeluarkan fatwa, MUI melalui beberapa tahapan. Foto: RES
Ada banyak tahapan yang perlu dilalui sebelum sebuah fatwa ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Fatwa itu bisa dibuat karena amanah perundang-undangan, bisa pula atas permintaan masyarakat atau untuk menjawab suatu masalah yang ramai diperbincangkan di masyarakat.

Berdasarkan Peraturan Organisasi MUI tentang Pedoman Penetapan Fatwa MUI ada 8 tahapan secara garis besar yang harus dilalui. Kedelapan tahap ini dituliskan Ketua Umum MUI, KH Ma’ruf Amin, dalam makalahnya saat diskusi bersama kepolisian dan pemangku kepentingan lainnya, 17 Januari lalu. Apa saja tahapan itu? Simak yuk! (Baca juga: Polemik Status Fatwa, Begini Pandangan MUI).

Pertama, sebelum fatwa ditetapkan, MUI melakukan kajian komprehensif guna memperoleh deskripsi utuh tentang masalah yang sedang dipantau. Tahapan ini disebut tashawwur al-masalah). Selain kajian, tim juga membuat rumusan masalah, termasuk dapak sosial keagamaan yang ditimbulkan dan titik kritis dari beragam aspek hukum (syariah) yang berhubungan dengan masalah.

Kedua, menelusuri kembali dan menelaah pandangan fuqaha (ahli fikih) mujtahid masa lalu, pendapat pada imam mazhab dan ulama, telaah atas fatwa terkait, dan mencari pandangan-pandangan para ahli fikih terkait masalah yang akan difatwakan. (Baca juga: Kedudukan Fatwa MUI dalam Hukum Indonesia).

Ketiga, menugaskan anggota Komisi Fatwa atau ahli yang memiliki kompetensi di bidang masalah yang akan difatwakan untuk membuat makalah atau analisis. Jika yang dibahas sangat penting, pembahasan bisa melibatkan beberapa Komisi lain. Misalnya, Sikap Keagamaan MUI dalam kasus Ahok diputuskan bukan hanya Komisi Fatwa, sehingga kedudukannya pun lebih tinggi dari fatwa. (Baca juga: Butuh Dukungan Fatwa, OJK Gandeng DSN MUI).

Keempat, jika telah jelas hukum dan dalil-dalilnya (ma’lum min al din bi al-dlarurah),maka Komisi Fatwa akan menetapkan fatwa dengan menyampaikan hukum sebagaimana apa adanya. Adakalanya masalah yang ditanyakan sudah jelas jawabannya dalam syariah.

Kelima, mendiskusikan dan mencari titik temu jika ternyata ada perbedaan pendapat (masail khilafiyah) di kalangan ulama mazhab. Hasil titik temu pendapat akan sangat menentukan. Ada metode tertentu yang bisa ditempuh untuk mencapai titik temu, atau jika tidak tercapai titik temu.

Keenam, ijtihad kolektif di antara para anggota Komisi Fatwa jika ternyata tidak ditemukan pendapat hukum di kalangan mazhab atau ulama. Metode  penetapan pendapat itu lazim disebut bayani dan ta’lili, serta metode penetapan hukum (manhaj) yang dipedomani para ulama mazhab.

Ketujuh, dalam hal terjadi perbedaan pandangan di antara anggota Komisi Fatwa, dan tak tercapai titik temu, maka penetapan fatwa tetap dilakukan. Cuma, perbedaan pendapat itu dimuat dan diuraikan argumen masing-masing disertai penjelasan dalam hal pengamalannya sebaiknya berhati-hati dan sedapat mungkin keluar dari perbedaan pendapat.

Kedelapan, penetapan fatwa senantiasa memperhatikan otoritas pengaturan hukum oleh syariat serta mempertimbangkan kemaslahatan umum serta tujuan penetapan hukum (maqashid al-syariah).

Oh ya, patut ditambahkan juga. Selama proses rapat sesuai tahapan-tahapan itu, sekretaris Komisi Fatwa atau sekretarisnya mencatat usulan, saran, dan pendapat para anggota Komisi. Hasilnya nanti adalah Risalah Rapat. Risalah ini dijadikan bahan keputusan Komisi Fatwa. Selama proses pembahasan, MUI bisa mendatangkan ahli yang memahami masalah. Fatwa yang telah ditetapkan oleh Komisi Fatwa melalui Rapat Komisi Fatwa dilaporkan secepat mungkin kepada Dewan Pimpinan MUI. Nanti, pimpinan MUI yang mengumumkan fatwa itu kepada masyarakat.
Tags:

Berita Terkait