Gunakan Strict Liability, Hakim Hukum Perusahaan Ini Ratusan Miliar
Utama

Gunakan Strict Liability, Hakim Hukum Perusahaan Ini Ratusan Miliar

Perusahaan dihukum untuk membayar biaya pemulihan lingkungan. Total yang harus dibayar lebih dari 466 miliar rupiah.

Oleh:
HASYRY AGUSTIN
Bacaan 2 Menit
Majelis hakim yang menjatuhkan hukuman kepada PT WAJ di PN Jakarta Selatan akibat kasus kebakaran hutan di SUmatera Selatan. Foto: HAG
Majelis hakim yang menjatuhkan hukuman kepada PT WAJ di PN Jakarta Selatan akibat kasus kebakaran hutan di SUmatera Selatan. Foto: HAG
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kembali menghukum perusahaan yang diduga melakukan pembakaran hutan. PT Waringin Argo Jaya (WAJ) dihukum ratusan miliar karena dinilai bertanggung jawab secara perdata atas kebakaran hutan di lahan milik perseroan di Sumatera Selatan pada 2015 silam. Majelis hakim menggunakan konsep strict liability menghukum perusahaan.

Dipimpin langsung Ketua PN Jakarta Selatan, Prim Haryadi, majelis hakim mengabulkan sebagian gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Majelis hakim –beranggotakan Ratmoko dan Achmad Guntur-- menolak provisi dan eksepsi tergugat. Sebaliknya, majelis menghukum tergugat dengan menggunakan konsep strict liability.

“Menyatakan gugatan ini dengan prinsip strict liability. Menghukum tergugat untuk mebayar materil melalui kas negara Rp173.468.991.700. Menghukum tergugat untuk melakukan pemulihan lingkungan hidup yang terbakar agar dapat difungsikan kembali dengan biaya Rp293 miliar. Menghukum tergugat untuk biaya uang hingga kini 426 ribu rupiah,”  urai majelis dalam putusan yang dibacakan Selasa (07/2).

Total biaya yang harus ditanggung tergugat lebih dari 466 miliar. Namun angka ini jauh di bawah nilai gugatan KLHK sebesar 754 miliar rupiah.

Dengan menggunakan konsep strict liability, hakim menilai tidak perlu ada pembuktian kesalahan karena kebakaran yang terjadi sudah faktual. Perusahaan sempat berdalih kebakaran di atas lahan mereka akibat kegiatan masyarakat tradisional, namun argumentasi ini dikesampingkan majelis hakim.

Hakim merujuk pada Undang-Undang No. 32 Tahun 2009  tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH) yang mengatur mekanisme pertangungajwaban mutlak atas kerusakan lingkungan hidup. Berdasarkan Pasal 88 UU PPLH menyebutkan setiap orang yang menimbulkan ancaman serius terhadap lingkungan hidup bertanggung jawab mutlak atas kerugian yang terjadi tanpa perlu pembuktian unsur kesalahan. (Baca juga: Konsep dan Praktik Strict Liability di Indonesia).

Ketentuan mengenai tanggung jawab mutlak atau strict liability ini adalah lex specialis dalam gugatan perbuatan melawan hukum pada umumnya. Normatifnya, besarnya nilai ganti rugi yang dapat dibebankan terhadap pencemar atau perusak lingkungan hidup dapat ditentukan majelis hakim. (Baca juga: Penggunaan Strict Liability Perlu Terus Didorong).

Menurut majelis hakim, perseroan sudah mendapat izin dari Pemerintah, karena itu harus menjaga lahan yang diberikan izin. “Tidak perlu lagi dipertetangkan apakah tergugat melakukan kesalahan karena kebakaran terjadi di lahannya yang telah diberikan izin oleh pemerintah. Dengan diberikannya hak untuk melakukan usaha di lahan tersebut ada di Tergugat, sehingga Tergugat harus bertanggung jawab terhadap apapun yang terjadi di lahannya,” ujar Hakim Prim.

Hakim juga memaparkan kebarakan terjadi di lahan tergugat dan memiliki dampak yang sangat serius. Bahkan akibat kebakaran di kawasan Sumatra tanah gambut telah mengalami kerusakan dan tidak dapat dipulihkan lagi. “Bahwa kebarakan akibat tindakan manusia sedangkan dengan adanya api di lahan tergugat. Sehingga tergugat harus bertanggung jawab atas kebakaran yang terjadi,” tegasnya lagi. (Baca juga: Hukuman Bagi Perusahaan Pelaku Pencemaran Lingkungan).

M. Sidik Latuncosina, kuasa hukum WAJ, sangat menyesalkan dan menyayangkan putusan hakim. Menurut dia, majelis hakim sama sekali tidak menilai dan mempertimbangkan saksi dan ahli yang mereka hadirkan ke dalam persidangan. Selain itu alasan bahwa kebakaran hutan yang terjadi di lahan WAJ bukanlah kesalahan perseroan. Sidiq tetap yakin kebakaran terjadi karena ulah masyarakat tradisional yang sedang mencari ikan.

Sidik juga tidak habis pikir kliennya dibebankan biaya pemulihan lingkungan. Padahal akibat kebakaran itu WAJ juga mengalami kerugian. Ahli dan saksi yang dihadirkan tergugat juga sudah menerangkan di sidang bahwa di lokasi kebakaran sudah ada pemulihan, flora dan fauna sudah bisa terlihat.

Karena itu, kata Sidik, kliennya akan banding dan menyiapkan strategi menghadapi proses hukum selanjutnya. “Intinya kami banding, tapi kami akan siapkan strategi dulu.

Sikap KLHK
Direktur Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup KLHK, Jasmin Ragil Utomo,  menyatakan cukup puas atas putusan majelis hakim. “Kami cukup puas, tapi mengenai upaya banding, kami ini hanya diberikan kuasa, sehingga akan kami tanyakan dan konsultasikan kepada pemberi kuasa terlebih dahulu,” ujar Ragil. (Baca juga: KLHK Berharap Putusan Karhutla NSP Buat Jera Perusahaan).

Ragil menginformasikan KLHK juga sedang menyiapkan beberapa gugatan mengenai kebakaran hutan yang terjadi di Sumatra dan Riau ada 2015 lalu. “Kami sedang menyiapkan, terutama ada perusahaan yang bandel sekali. Sudah diberikan sanksi administrasi tetapi masih bandel. Kami sedang melakukan persiapan (gugatan) itu,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait