MK : Pengangkatan Kembali Anggota Komisi Informasi Tetap Lewat Seleksi
Berita

MK : Pengangkatan Kembali Anggota Komisi Informasi Tetap Lewat Seleksi

Mahkamah menganggap pengangkatan kembali anggota Komisi Informasi melalui proses seleksi agar tidak menghilangkan hak publik.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Kantor Komisi Informasi Pusat. Foto: Sgp
Kantor Komisi Informasi Pusat. Foto: Sgp
Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan pengujian Pasal 33 UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) terkait proses pengangkatan kembali jabatan anggota Komisi Informasi. Dalam putusannya, pasal tersebut dinyatakan inkonstitusional bersyarat sepanjang frasa “dapat diangkat kembali” dimaknai dipilih kembali melalui proses seleksi.    

“Menyatakan frasa ‘dapat diangkat kembali’ dalam Pasal 33 UU KIP bertentangan secara bersyarat dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai dipilih kembali melalui proses seleksi sebagaimana diatur Pasal 30 dan Pasal 32 UU KIP,” ucap Ketua Majelis MK Arief Hidayat saat membacakan putusan bernomor 77/PUU-XIV/2016 di Gedung MK Jakarta, Selasa (7/2) kemarin.

Seperti diketahui, permohonan Pasal 33 UU KIP ini diajukan Yayasan Penguatan Partisipasi lnisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia (YAPPIKA), Yayasan Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATTlRO), Yayasan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (PERLUDEM) dan beberapa pemohon perseorangan. Pasal 33 UU KIP menyebut masa jabatan anggota Komisi Informasi selama  4 tahun dan dapat diangkat kembali untuk satu periode berikutnya.

Namun, faktanya Anggota Komisi Informasi Provinsi Gorontalo periode kedua (2015-2019) tidak melalui proses seleksi (ulang), tetapi melalui penunjukkan yang dikukuhkan melalui SK Gubernur Gorontalo. Hal ini berbeda dengan proses pengangkatan/pemilihan anggota Komisi Informasi di provinsi DKI Jakarta, Nusa Tenggara Barat, Bali, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam termasuk Komisi Informasi Pusat (KIP).

Menurut Pemohon, Pasal 33 UU KIP melanggar prinsip persamaan atau kesempatan yang sama dalam pemerintahan. Sebab, pengisian pimpinan atau anggota Komisi Informasi Provinsi Gorontalo dilakukan dengan pengangkatan langsung tanpa melalui proses seleksi kembali. Hal ini menutup akses bagi warga negara yang hendak terlibat untuk berkontestasi dalam pengisian jabatan tersebut. (Baca Juga : Komisi Informasi Pusat ‘Pecah’, Ribuan Perkara Mangkrak) 

Dalam pertimbangannya, Mahkamah menyebutkan frasa “dapat diangkat kembali” dalam Pasal 33 UU KIP tidak dapat ditafsirkan sebagai pemberian kewenangan secara sepihak oleh Gubernur atau Bupati/Walikota. Sebab, proses pengangkatan anggota Komisi Informasi telah diatur tegas dalam Pasal 30 ayat (2) jo Pasal 32 ayat (1), (2), (3) UU KIP.

Menurut Mahkamah proses pengangkatan kembali secara langsung pimpinan atau anggota Komisi Informasi tanpa melalui proses seleksi telah menghilangkan hak publik untuk berpartisipasi sekaligus mengawasi kinerja Komisi ini. Termasuk pula menghilangkan peran DPR/DPRD dalam pengawasan/kontrol Komisi Informasi ini termasuk peranan mereka dalam proses seleksi pimpinan atau anggota Komisi Informasi ini.

“Tidak adanya kontrol berkala melalui proses seleksi ulang (re-election) seperti dipersyaratkan UU KIP telah menghilangkan kesempatan publik melakukan kontrol dan evaluasi atas kapasitas, kualitas dan kompetensi pimpinan atau anggota Komisi Informasi,” sebut Mahkamah dalam putusannya. (Baca Juga : Begini Wajah 6 Tahun Implementasi Keterbukaan Informasi)

Bagi Mahkamah, apabila Komisi Informasi diangkat dengan pertimbangan semata-mata melalui keputusan pemerintah (Gubernur/Bupati/Walikota) tanpa melibatkan lembaga/kekuasaan lain, seperti diatur UU KIP, bekerjanya Komisi Informasi berpotensi bias kepentingan pemerintah dan tidak menjamin serta melindungi hak publik atas informasi.

Karena itu, pengisian jabatan anggota Komisi Informasi tidak dapat ditafsirkan tanpa melalui seleksi dengan melibatkan pihak lain. Sebab, apabila ditafsirkan demikian, hal itu justru dapat mempengaruhi independensi atau kemandirian Komisi Informasi itu sendiri.

“Jadi,  jelas bagi Mahkamah bahwa frasa ‘dapat diangkat kembali’ dalam Pasal 33 UU KIP dalam praktik telah menimbulkan ketidakpastian hukum, sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai mekanisme pengangkatan anggota Komisi Informasi harus mengacu pada mekanisme pengangkatan Komisi Informasi dalam Pasal 30 dan Pasal 32 UU KIP,” tegasnya.
Tags:

Berita Terkait