Kehadiran Politisi di Seleksi DK OJK Harus Dipertimbangkan
Berita

Kehadiran Politisi di Seleksi DK OJK Harus Dipertimbangkan

KPK, PPATK, dan DJP diminat untuk memberikan rapor kepada seluruh peserta yang lulus seleksi sebelum proses berlanjut ke fit and proper test.

Oleh:
FNH/ANT
Bacaan 2 Menit
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Gedung Otoritas Jasa Keuangan di Jakarta. Foto: RES
Masa bakti Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK OJK) akan berakhir pada pertengahan tahun 2017. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah membentuk Panitia Seleksi (Pansel) yang terdiri dari berbagai kalangan untuk melakukan penyaringan terhadap seluruh peserta. Bahkan, seleksi Tahap I sudah selesai dilakukan, dan Pansel telah mengumumkan 107 nama yang dinyatakan lulus tahap awal.

Menariknya, ada dua politisi yang lolos seleksi tahap I ini. Politisi tersebut Melchias Marcus Mekeng dari Partai Golkar dan Andreas Eddy Susetyo dari Partai PDI Perjuangan. Saat dikonfirmasi mengenai dua politisi ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani selaku Ketua Pansel mengatakan bahwa UU tidak melarang politisi untuk mengikuti seleksi DK OJK. Hanya, Sri memastikan bahwa Pansel akan selektif memilih DK OJK yang memiliki rekam jejak bersih.

Menyikapi proses seleksi OJK saat ini, Manager Advokasi FITRA, Apung Widadi memberikan apresiasi terhadap Pansel yang menyampaikan 107 nama calon DK OJK tersebut kepada KPK, PPATK, dan Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Pasalnya, muara dari tracking calon adalah untuk mencari calon yang berintegritas.

"Saya mengharapkan, KPK, PPATK dan Dirjen Pajak menyampaikan data valid dan detail. Sehingga tidak ada cacat bagi calon yang lolos", kata Apung di Jakarta, Kamis (9/2). (Baca Juga: KPK Diminta Dalami Rekam Jejak Calon Komisioner OJK)

Sementara itu Peneliti INDEF Abra PG Talattov menyoroti dua politisi yang lolos seleksi tahap satu tersebut. Hal ini menjadi sangat menarik, dan ia menilai bahwa Pansel harus mempertimbangkan atau bahkan mengundang ahli apakah politisi layak untuk memimpin lembaga keuangan yang independen seperti OJK.

"Independensi ini penting untuk menjaga kepercayaan publik, industri keuangan dan jasa agar tetap kondusif,” tambahnya.

Abra punya alasan di balik masukan itu. Baginya, Pansel OJK harus belajar dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang saat ini integritas dan independensinya diragukan publik karena dipimpin banyak politisi. Ditambah lagi tantangan yang dihadapi oleh OJK ke depannya cukup berat, seperti menjaga stabilitas keuangan nasional dari risiko eksternal dan internal, mendorong inklusi keuangan, mewujudkan Good Corporate Governance, menyiapkan protokol mitigasi krisis.

Selain itu, Apung menilai kehadiran dua mantan pimpinan KPK yang ikut lolos dalam daftar seleksi tahap I juga menarik. Hal ini mengingat kebutuhan OJK untuk menindaklanjuti fraud atau korupsi dalam sektor keuangan dan kemudian bekerja sama dengan penegak hukum. Apung juga meminta kepada KPK, PPATK, dan DJP untuk membuat rapor merah, kuning, atau hijau bagi seluruh peserta seleksi DK OJK sebelum dilakukan fit and proper test. (Baca Juga: 2 “Nakhoda” Lawfirm dan Ketua HKHPM Lolos Seleksi Anggota DK OJK Tahap I)

Apung juga meminta kepada seluruh organisasi masyarakat sipil lainnya untuk bersama-sama mengawal seleksi OJK agar transparan dan aspiratif. Dan kemudian, FITRA juga akan memetakan kebutuhan, tantangan dan kriteria figur apa yang cocok untuk memimpin OJK ke depan.

"Kami sangat mengapresiasi nama-nama calon telah diserahkan ke KPK, PPATK dan Dirjen Pajak untuk di cek Integritasnya, bermasalah atau tidak. Kami akan melakukan tracking rekam jejak para calon," pungkasnya.

Sementara itu, Melchias Markus Mekeng berjanji akan bekerja profesional dan menjamin dirinya tidak akan ada konflik kepentingan jika terpilih sebagai komisioner OJK setelah dinyatakan lolos oleh Panitia Seleksi seleksi tahap I. "Banyak yang mempertanyakan ini (conflict of interest, Red). Saya pastikan itu tidak akan terjadi. OJK itu kan sudah ada Standar Operasional Pekerjaan (SOP). Kemudian ada UU yang mengatur soal OJK. Jadi kita bekerja berdasarkan UU dan SOP yang ada," katanya.

Lebih lanjut Mekeng menjelaskan siapapun yang bekerja di OJK, setelah terpilih harus lepas semua atributnya, termasuk atribut partai. Hal itu sangat penting agar tidak ada lagi kepentingan pribadi atau kelompok yang dibawa tetapi kepentingan seluruh rakyat Indonesia.

Menurut dia, konflik kepentingan tidak akan terjadi di OJK karena pengambilan keputusan di OJK bukan perorangan tetapi bersama-sama dengan anggota OJK lainnya. Semua keputusan harus lewat pleno komisioner. "Artinya, konflik kepentingan tidak akan terjadi karena semua komisioner ikut memutuskan," katanya. (Baca Juga: Pansel Libatkan KPK dan PPATK Soal Rekam Jejak 107 Calon Komisioner OJK)

Mekeng mengemukakan, sangat tidak adil jika seseorang yang punya pengalaman politik dan ingin mengabdi ke eksekutif ditolak karena dianggap punya konflik kepentingan. Di negara-negara yang sudah maju, pengalaman di dewan merupakan modal kuat untuk menduduki jabatan eksekutif, bahkan menjadi pimpinan negara.

Mekeng yang masih menjabat Ketua Komisi XI DPR ini menegaskan dirinya maju menjadi anggota OJK bukan karena perintah Partai Golkar. Dia maju karena punya hak sebagai warga negara untuk menduduki jabatan anggota OJK. "Saya memang sudah beritahu ke partai, tapi bukan meminta restu. Sebagai warga negara saya punya hak untuk mencalonkan diri. Jadi tidak ada urusan dengan partai, apalagi perintah khusus dari partai," kata politisi senior Partai Golkar ini. 
Tags:

Berita Terkait