Resmi Bentuk Perseroan Terbatas, AJB Bumiputera Bakal Gampang “Suntik Modal”
Berita

Resmi Bentuk Perseroan Terbatas, AJB Bumiputera Bakal Gampang “Suntik Modal”

Dengan berdirinya PT AJB, maka AJB Bumiputera tidak akan menerbitkan premi asuransi jiwa baru lantaran bisnis asuransi jiwa akan dialihkan ke PT AJB. AJB Bumiputera hanya akan membayar kewajiban klaim terhadap 6,5 juta pemegang polis serta premi lanjutan.

Oleh:
NNP/ANT
Bacaan 2 Menit
Resmi Bentuk Perseroan Terbatas, AJB Bumiputera Bakal Gampang “Suntik Modal”
Hukumonline
12 Februari 2017 kemarin, Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera genap menginjak usia 105 tahun. Tepat di hari yang sama, juga resmi diluncurkan ‘cucu usaha’ AJB Bumiputera, PT Asuransi Jiwa Bumiputera (PT AJB) yang berstatus sebagai pengganti dan penerus perusahaan asuransi nasional tertua di Indonesia.

Koordinator Pengelola Statuter AJB Bumiputera, Didi Achdijat mengatakan, bahwa PT AJB saat ini baru memiliki modal Rp100 miliar. Bahkan dalam waktu dekat, PT AJB bersiap menerima ‘suntikan modal’ yang berasal dari konsorsium swasta yang salah satu diantaranya adalah bos Mahaka Grup Erick Thohir sebesar Rp2 triliun. (Baca Juga: OJK Sarankan Usaha AJB Bumiputera Diubah Jadi PT)

"Modal awal kita sesuai ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang minimal Rp100 miliar, nanti pada Maret 2017 bertambah Rp2 triliun dari konsorsium," ujar Didi sebagaimana dikutip dari Antara usai peluncuran PT AJB, Minggu (12/2).

Didi menambahkan, PT AJB akan mampu bertahan hingga Maret 2017 sebelum mendapat suntikan dana meskipun hanya berbekal modal Rp100 miliar. Modal itu sendiri bersumber dari Bumiputera Investama Indonesia (BII) yang mana merupakan anak usaha dari Bumiputera 1912. Adapun, Bumiputera 1912 itu sendiri merupakan perusahaan yang dibentuk oleh pengelola statuter yang dibentuk OJK saat akan melakukan upaya restrukturisasi kepada AJB Bumiputera yang tidak memiliki kemampuan finansial membayar klaim kepada 6,5 juta pemegang polis.

PT AJB bila diibaratkan masih berbentuk ‘bayi’, namun Didi menuturkan bahwa jaringan bisnis dan pemasaran sudah besar lantaran jaringan dan tenaga pemasar atau agen dari AJB Bumiputera yang sudah dialihkan ke Bumiputera 1912 akan menjadi milik PT AJB. Jaringan dan jumlah tenaga pemasar yang menjadi milik AJB sebanyak 25 kantor wilayah, 365 kantor cabang, dan 1.000 karyawan, serta 25 ribu agen.

"Per 31 Desember 2016, AJBB hanya akan menerima premi lanjutan dan menanggung kewajiban klaim," ujar Didi.

Sebagai unit usaha baru yang masih memiliki tanggung jawab terhadap AJB Bumiputera, lanjut Didi, PT AJB setidaknya harus dapat meraup pendapatan premi baru Rp2-3 triliun per tahun. Tanggung jawab terhadap AJB Bumiputera muncul karena terdapat skema pembagian keuntungan sebesar 40 persen untuk AJB Bumiputera dari total yang diperoleh PT AJB. Porsi laba untuk AJB Bumiputera itu nantinya akan digunakan untuk membantu kewajiban klaim AJB Bumiputera terhadap 6,5 juta nasabah.

Direktur Utama PT AJB, Wiroyo Karsono menambahkan setelah modal tambahan Rp2 triliun dari konsorsium masuk, maka kepemilikan saham di PT AJB akan dimiliki sepenuhnya oleh konsorsium tersebut. Selain itu, ia juga meyakini PT AJB dengan jaringan bisnisnya akan mampu memulihkan kredibilitas Bumiputera sebagai perusahaan asuransi jiwa tertua di Indonesia yang telah berdiri sejak 1912. Dalam beberapa tahun mendatang, Wiroyo meyakini PT AJB akan menjadi 10 perusahaan asuransi terbesar di Indonesia.

Nantinya, masih kata Wiroyo, pasca dibentuknya PT AJB, AJB Bumiputera akan mendapat sumber pendanaan tambahan untuk memenuhi kewajibannya membayar klaim kepada pemegang polis. Saat ini, sumber pendanaan AJB Bumiputera berasal dari empat sumber pendanaan. Pertama, premi lanjutan dari pemegang polis. Kedua, premi angsuran properti, kemudian yang ketiga dari 40 persen laba bersih PT AJB, dan yang keempat total aset tersisa AJB Bumiputera sebesar Rp10 triliun yang terdiri dari aset finansial, aktiva, dan aset properti.

Sebagai gambaran, sejak 21 Oktober 2016, OJK melalui Keputusan Nomor 87/D.05/2016 menunjuk pengelola statuter AJB Bumiputera yang beranggotakan antara lain Didi Achdijat selaku koordinator dan Sriyanto Muntasram selaku Wakil Koordinator, Adhie M Massardi, Yusman, serta Agus Sigit Kusnadi, masing-masing sebagai anggota. Penunjukkan pengelola statuter ini dilakukan lantaran permintaan OJK untuk segera melakukan restrukturisasi tidak kunjung dilaksanakan oleh Badan Perwakilan Anggota (BPA).

OJK menugasi pengelola statuter mengambil alih semua wewenang dan fungsi direksi serta dewan komisaris untuk melanjutkan rencana restrukturisasi AJB Bumiputera lantaran memburuknya keuangan AJB Bumiputera sejak 2011. Penyebabnya, pendapatan premi AJB Bumiputera tidak cukup untuk menutupi kewajiban klaim kepada pemegang polis dan biaya. Hingga pada akhirnya aset AJB Bumiputera terus tergerus dan defisit terus melebar setiap tahunnya. (Baca Juga: OJK Tegaskan Pengambilalihan Asuransi Bumiputera Tak Menyalahi Kewenangan)

OJK berpendapat, BPA selaku otoritas tertinggi pengelola AJB Bumiputera tahun 2013, 2014, dan 2015 mestinya menuruti perintah restrukturisasi lantaran persoalan likuiditas yang terus menerus terjadi di perusahaan asuransi tertua di Indonesia ini. Mesti dicatat, Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga AJB Bumiputera mengatur bahwa dalam hal perusahaan mengalami masalah, jalan keluarnya adalah dengan menjual aset dimana hasilnya akan diberikan kepada seluruh pemegang polis baik itu mencukupi atau tidak. Hal ini juga lantaran jenis perusahaan ini berbentuk mutual.

Terkait dengan hal itu pula, pengelola statuter juga telah mengadakan pertemuan dengan Senior Agency Manager (SAM) dimana agenda itu digunakan untuk membahas mekanisme migrasi SDM dari AJB Bumiputera ke PT AJB. Digelar di sejumlah kota besar mulai dari Purwokerto, Yogyakarta, Bandung, Surabaya, Makassar, Padang, dan Medan serta wilayah-wilayah sekitar kota tersebut lainnya telah mendapatkan penjelasan mengenai arah penguatan pemasaran ke depannya.

Menurut data statuter per November 2016, modal dasar AJB Bumiputera sekitar Rp11,6 triliun, terdiri dari aset finansial Rp5,1 triliun, uang tunai Rp1 triliun dan aset tetap Rp5,5 triliun. Pengelola statuter belum mau mengkonfirmasi berapa kewajiban Bumiputera kepada pemegang polis. Namun, defisit AJBB setelah dibandingkan modal tersebut, nyaris mencapai Rp10 triliun hingga 10 tahun ke depan.

“Tapi zaman sekarang tidak semudah itu. OJK sebagai lembaga negara punya kewajiban melindungi konsumen. Dengan pemegang polis sejumlah 6,5 juta, kalau langsung dilikuidasi sebagaimana AD/ART, bisa berdampak sistemik, mengganggu stabilitas sistem keuangan, mengguncang industri asuransi nasional, dan bisa berdampak sosial-politik,” sebut Yusman, anggota pengelola statuter representasi dari internal OJK.

Lantaran dinilai berpotensi punya dampak sistemik terhadap perekonomian, OJK pun ‘mengadu’ soal upaya penyelamatan ini dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar Selasa (31/1) lalu. Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad menyebutkan bahwa poin yang disampaikan pihaknya dalam rapat berkala KSSK itu seputar perubahan skema penyelesaian AJB Bumiputera. (Baca Selengkapnya: Penyelamatan AJB Bumiputera Pun Dibahas dalam Rapat KSSK)

Namun, Menteri Keuangan RI yang juga sekaligus Ketua KSSK, Sri Mulyani menegaskan bahwa penanganan soal penyelematan AJB Bumiputera bukan domain dari KSSK melainkan OJK. Pernyataan Ani -sapaan akrab Sri- secara tersirat punya maksud bahwa skema penyelamatan AJB Bumiputera yang diambil OJK tidak punya dampak langsung terhadap stabilitas sitem keuangan, sehingga KSSK hanya dalam kapasitas mendengar informasi perkembangan penyelataman yang dilakukan OJK.

“Dari sisi KSSK, (hanya) melihat apakah yang dilakukan dengan scenario yang berbeda ini memiliki potensi dalam menjaga stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan (makro),” begitu kata Ani.

Panja Penyelamatan
Tak lama setelah rapat KSSK tersebut, OJK dan DPR juga sepakat membentuk Panitia Kerja (panja) penyelamatan AJB Bumiputera. Pembentukan panja penyelamatan AJB Bumiputera ini salah satunya lantaran ingin mengawal proses upaya resktrukturisasi yang dilakukan pengelola statuter agar sesuai dengan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian dan UU Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK.

“Prinsip utama adalah penyelamatan nasabah pemegang polis dan saya minta OJK menjadikan itu sebagai konsideran utama,” kata Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun pada Selasa (7/2) pekan lalu saat rapat kerja dengan OJK.

Untuk diketahui, dalam rapat dengan Komisi XI DPR saat itu, turut hadir pula Ketua Dewan Komisioner OJK, Muliaman D Hadad, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK Firdaus Djaelani, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Nelson Tampubolon, serta Anggota Komisoner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Kusumaningtuti S Soetiono.

Menurut Misbakun, pertemuan-pertemuan selanjutnya panja penyelamatan AJB Bumiputera agaknya agak dilakukan secara tertutup melalui forum-forum rapat terbatas. Hal ini dilakukan dengan harapan tidak terjadi ‘kegaduhan’ di tengah masyarakat misalnya adanya berita yang terlanjur beredar luas padahal upaya penyelematan itu masih belum matang dan belum waktunya dikonsumsi oleh masyarakat umum.

Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR Markus Melchias Mekeng menyatakan bahwa pembentukan panja penyelamatan AJB Bumiputera diharapkan menjadi wadah komunikasi dan konsultasi antara OJK dan Komisi XI DPR mengenai langkah-langkah restrukturisasi AJB Bumiputera. Pasalnya, kata Mekeng, terkait pembentukan pengelola statuter, OJK belum sekalipun berkonsultasi dengan DPR.

“Kita ingin tahu kenapa bisa ada bolong (kerugian/defisit) besar. Jangan-jangan ada tangan jahil yang menggunakan uang perusahaan asuransi ini dengan tidak benar,” kata Mekeng waktu itu di sela-sela rapat kerja dengan OJK.
Tags:

Berita Terkait