DJSN Bentuk Tim Panel, Ada Apa?
Berita

DJSN Bentuk Tim Panel, Ada Apa?

Enam hal yang dilarang untuk Dewas BPJS.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
BJPS Ketenagakerjaan: Foto: RES
BJPS Ketenagakerjaan: Foto: RES
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) diketahui sudah membentuk sebuah tim panel beranggotakan 5 orang. Pembentukan tim ini untuk mengakomodasi mekanisme penjatuhan sanksi berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 88 Tahun 2013 tentang Tata Cara Pengenaan Sanksi Administratif Bagi Anggota Dewan Pengawas dan Direksi BPJS.

Berdasarkan informasi yang diperoleh Hukumonline, pembentukan panel ini adalah tindak lanjut DJSN terhadap laporan serikat pekerja terhadap salah seorang anggota Dewan pengawas (Dewas) BPJS Ketenagakerjaan. Ketua DJSN, Sigit Priohutomo, mengkonfirmasi pembentukan tim panel berkaitan dengan PP No. 88 Tahun 2013.

Tim panel bertugas antara lain melakukan klarifikasi dan validasi terhadap laporan; mengumpulkan fakta, data dan keterangan; memanggil dan memeriksa anggota Dewas yang dilaporkan; serta memanggil dan meminta keterangan dari pelapor. (Baca juga: Baca pelan-Pelan! 8 Rekomendasi DPR kepada Dewas BPJS Ketenagakerjaan).

Sigit menolak menjelaskan perkara yang dilaporkan dengan dalih rahasia. Ia hanya membenarkan tim panel sudah menjalankan tugas. Selanjutnya, seluruh anggota DJSN akan membahas hasil tim panel itu. Setelah pembahasan itu selesai, DJSN  akan melayangkan rekomendasi kepada Presiden RI serta Kementerian terkait.

Berdasarkan Pasal 2 PP No. 88 Tahun 2013 ada 6 hal yang dilarang untuk anggota Dewas atau direksi. Pertama, memiliki hubungan keluarga sampai dengan derajat ketiga antaranggota Dewas, antaranggota Direksi dan antaranggota Dewas dan Direksi. Kedua, memiliki bisnis yang mempunyai keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial. (Baca juga: DPR Pilih Lima Anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan).

Ketiga, melakukan perbuatan tercela. Keempat, merangkap jabatan sebagai anggota partai politik, pengurus organisasi masyarakat atau organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan program Jaminan Sosial, pekabat struktural dan fungsional pada lembaga pemerintahan, pejabat badan usaha dan badan hukum lainnya.

Kelima, membuat atau mengambil keputusan yang mengandung unsur benturan kepentingan. Keenam, mendirikan atau memiliki seluruh atau sebagian badan usaha yang terkait program Jaminan Sosial. “PP No. 88 Tahun 2013 telah mengatur sanksi apa yang bisa diberikan terhadap berbagai pelanggaran itu,” kata Sigit di Jakarta, Senin (13/2).

Ada tiga jenis sanksi administratif yang bisa dijatuhkan kepada Dewas atau Direksi BPJS yang melakukan pelanggaran tersebut yakni peringatan tertulis, pemberhentian sementara dan/atau pemberhentian tetap. Sanksi berupa peringatan tertulis untuk anggota Dewas atau Direksi BPJS Kesehatan dijatuhkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk anggota Dewas atau Direksi BPJS Ketenagakerjaan sanksi peringatan tertulis diberikan oleh Kementerian Ketenagakerjaan.

Sanksi administratif berupa pemberhentian sementara dan/atau pemberhentian tetap dijatuhkan oleh Presiden RI dengan memperhatikan pertimbangan menteri terkait. Sigit menjelaskan, rekomendasi DJSN terhadap perkara yang bersangkutan menjadi dasar pertimbangan bagi pemerintah sebelum mengenakan sanksi administratif kepada Dewas atau Direksi BPJS.

Sigit menargetkan DJSN akan menyelesaikan perkara anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan yang dilaporkan kalangan serikat pekerja itu secepatnya. Dalam waktu dekat DJSN akan menggelar rapat antar anggota DJSN untuk membahas hasil tim panel.

Koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, mencatat ada beberapa orang anggota Dewas BPJS Ketenagakerjaan yang ditengarai melanggar ketentuan sebagaimana diatur pasal 2 PP No.88 Tahun 2013. Dia mendesak DJSN segera menunaikan tugasnya dan melaporkan hasil tindak lanjut laporan dari kalangan serikat pekerja itu kepada Presiden RI. “Ini penting untuk menjaga kinerja BPJS Ketenagakerjaan ke depan dan membangun kepercayaan publik terhadap program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan,” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait