Soal Pengiriman Salinan Putusan Pengadilan, LeIP Gelar Survei
Info

Soal Pengiriman Salinan Putusan Pengadilan, LeIP Gelar Survei

Sasaran survei adalah advokat dan jaksa terkait lamanya penerimaan salinan putusan pengadilan.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Soal Pengiriman Salinan Putusan Pengadilan, LeIP Gelar Survei
Hukumonline
Salinan putusan pengadilan memiliki peran yang vital dalam bersengketa di pengadilan. Lewat salinan putusan, dapat diketahui legal reasoning di balik keputusan hakim dalam menyelesaikan sebuah sengketa. Selain itu, salinan putusan pengadilan juga merupakan prasyarat bagi para pihak ketika hendak mengajukan upaya hukum. Sebab, bahan utama dalam menyusun memori banding atau memori kasasi adalah salinan putusan pada tingkat pertama.

Dapat dibayangkan apa yang terjadi jika salinan putusan pengadilan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk sampai ke tangan para pihak. Jika salinan putusan tak kunjung sampai ke tangan para pihak, ada peluang hilangnya kesempatan para pencari keadilan untuk mengajukan upaya hukum. Hal ini disebabkan adanya jangka waktu penyampaian memori banding atau kasasi. Atas hal tersebut, sudah seyogianya salinan putusan sampai kepada para pihak yang bersengketa dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Hal tersebut menjadi dasar Lembaga Kajian dan Advokasi Independensi Peradilan (LeIP) dalam melakukan survei tentang pelaksanaan penyerahan salinan putusan pada tingkat Pengadilan Negeri, sebagaimana siaran persnya yang diterima Hukumonline, Kamis (16/2).

LeIP menyatakan, survei dilakukan untuk menjamin hak dari para pihak yang bersengketa di pengadilan atas salinan putusan. Hal ini sesuai Pasal 52A ayat (1) dan (2) Undang-Undang No.49 Tahun 2009 tentang Peradilan Umum mengamanatkan bahwa sejak pembacaan putusan pengadilan, Pengadilan Negeri memiliki waktu paling lama 14 hari untuk mengirimkan salinan putusan pengadilan agar sampai ke tangan para pihak yang bersengketa.

Jika hal ini tidak dipenuhi, maka ketua pengadilan selaku pimpinan administrasi pengadilan akan mendapatkan sanksi. Permasalahannya, di institusi Mahkamah Agung belum ada lembaga yang berwenang untuk menjatuhkan sanksi ini. (Baca Juga: MA Perketat Pengawasan Proses Minutasi Putusan)

Dalam rangka penyelesaian permasalahan keterlambatan salinan putusan, LeIP memandang perlu untuk berkoordinasi dengan Mahkamah Agung guna menegakkan peraturan Pasal 52A UU Peradilan Umum. Agar ke depannya, setiap Ketua Pengadilan Negeri yang terlambat menyerahkan salinan putusan dikenakan sanksi administrasi. Pemberian sanksi ini semata-mata ditujukan sebagai stimulant agar pengadilan menaati apa yang diamanatkan dalam Pasal 52A UU Peradilan Umum.

Jika hal ini terus dipertahankan bukan tidak mungkin salinan putusan dapat sampai ke tangan para pihak kurang dari 14 hari. Akan tetapi, sebelum jauh ke sana perlu dibuktikan terlebih dahulu apakah memang benar terjadi keterlambatan pengiriman salinan putusan di Pengadilan Negeri. Kemudian perlu juga dibuktikan apakah keterlambatan salinan putusan pengadilan menyulitkan para praktisi hukum dalam beracara di persidangan. (Baca Juga: MA Akui Lamban Kirim Salinan Putusan)

Untuk itu, LeIP mengajak para advokat dan jaksa agar berpartisipasi dalam pengentasan permasalahan ini. Sebab advokat dan jaksa merupakan pihak  yang mengalami langsung dampak dari keterlambatan penyerahan salinan putusan. Survei ini ditujukan kepada seluruh advokat dan jaksa yang pernah bersidang di Pengadilan Negeri di wilayah DKI Jakarta.

Survei ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengalaman praktisi hukum di pengadilan terkait keterlambatan salinan putusan. Selain itu, melalui survei ini juga akan menangkap fenomena-fenomena yang dialami oleh advokat dan jaksa tatkala menghadapi lambatnya salinan putusan pengadilan. Ke depannya survey ini akan dijadikan sebagai bahan advokasi ke Mahkamah Agung agar keterlambatan pengiriman salinan putusan pengadilan tidak terjadi lagi. Jika ingin berpartisipasi, silakan klik link ini.
Tags:

Berita Terkait