Berencana Gugat ke Arbitrase, DPR: Jangan Istimewakan Freeport
Berita

Berencana Gugat ke Arbitrase, DPR: Jangan Istimewakan Freeport

Freeport hanya memiliki dua pilihan yakni mematuhi UU Minerba dan aturan turunannya atau memutuskan KK dengan Freeport.

Oleh:
RFQ
Bacaan 2 Menit
Pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: ADY
Pertambangan PT Freeport Indonesia di Papua. Foto: ADY
PT Freeport McMoRan Inc berencana bakal menggugat Pemerintah Indonesia ke Arbitrase Internasional sepanjang belum adanya kepastian terkait keputusan kontrak karya. Pemerintah Indonesia diminta tak gentar menghadapi upaya hukum tersebut. Sebab sepanjang Pemerintah berpegangan terhadap UU tidak perlu ada yang dikhawatirkan.

“Kita dalam menjalankan kemitraan harus sesuai dengan UU kan,” ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Komplek Gedung Parlemen, Selasa (21/2).

Sebagai negara berdaulat, Pemerintah mesti menghadapi tantangan Freeport untuk ‘bertempur’ di meja arbitrase. Sikap tegas Pemerintah terhadap perusahaan asal negeri Paman Sam itu sudah bercokol sedemikian lama mesti ditunjukan. Dengan catatan, Pemerintah tidak melanggar ketentuan peraturan perundangan yang berlaku. Baca Juga: Freeport Pertimbangkan Gugat Indonesia ke Arbitrase Internasional

Pihaknya, mempersilakan Pemerintah untuk mengajukan revisi UU terkait ke DPR sepanjang adanya aturan yang tidak pas. Misalnya, mengubah aturan menjadi memberikan rentang waktu relaksasi ekspor meskipun pembangunan smelter belum rampung. Bagi Fadli smelter merupakan permasalahan imperatif.

Selama ini, kata Fadli, Freeport sudah banyak menerima keistimewaan dari Pemerintah Indonesia. Karena itu, menjadi wajar ketika smelter yang dibangun Freeport belum juga rampung. Menurutnya, sikap Pemerintah melakukan relaksasi mestinya secara keseluruhan. Tak saja terhadap Freeport, namun juga perusahaan swasta lainnya.

“Seperti, Aneka Tambang dan perusahaan swasta lain diberikan waktu pembangunan smelter. Jangan ada keistimewaan, ini tantangan Pemerintah mau ikut UU atau kepentingan sesaat itu,” kata dia.

Anggota Komisi VII DPR yang membidangi urusan energi, Adian Napitupulu mengatakan kesitimewaan yang diperoleh Freeport terbilang lama, sejak puluhan tahun silam bercokol di Indonesia. Menurutnya, sudah saatnya keistimewaan perlakuan terhadap Freeport dihentikan. “Hari ini kontrak karya adalah sejarah masa lalu yang hanya pantas dikenang tanpa perlu dilanjutkan,” ujarnya.

Adian berpendapat keberanian dan konsistensi Pemerintah sesuai amanat UU dengan bertahan di divestasi saham sebesar 51 persen. Termasuk, perubahan kontrak karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Selain itu, Pemerintah juga telah melaksanakan peningkatan penggunaan produk dalam negeri dalam proses produksi, pembangunan smelter, PPH badan, PPN, dan bernegoisasi dengan investor dalam batas wajar dan saling menguntungkan. Baca juga: Pemerintah Setujui Permohonan Izin Ekspor Freeport dan Amman

Ia menegaskan sebenarnya Indonesia tak menolak dan anti investor asing. Hanya saja, siapapun negara yang ingin berinvestasi mesti saling menguntungkan. “Yang diharapkan Indonesia adalah sama yang diharapkan oleh semua bangsa, semua manusia di berbagai belahan dunia, yaitu berbagi dengan adil. Tidak lebih,” kata dia.

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menilai Freeport memiliki pilihan. Pertama, Freeport patuh dan menghormati UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Kedua, patuh terhadap ketentuan peraturan yang berada di bawah UU 4 Tahun 2009. Yakni, Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 2017 tentang Perubahan Keempat  atas Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

“Jika Freeport keberatan, ya silahkan pilih yang kedua yaitu segeralah berkemas dan cari tambang emas di negara lain,” katanya.

Sebelumnya, President dan CEO Freeport McMoRan Inc Richard C. Adkerson mengaku akan menggugat pemerintah Indonesia jika belum mendapatkan keputusan negosiasi kontrak yang saat ini masih dalam perdebatan. Seperti dikutip dari Antara, Richard mengatakan, PT Freeport Indonesia telah mengirimkan surat pemberitahuan kepada Menteri ESDM Ignasius Jonan mengenai tindakan wanprestasi dan pelanggaran Kontrak Karya oleh Pemerintah pada Jumat pekan lalu. Baca juga : Pilih IUPK Operasi Khusus, Rezim KK Freeport dan PT AMMAN Berakhir

Menurut Richard, Freeport tidak dapat melakukan ekspor tanpa mengakhiri Kontrak Karya (KK) yang ditandatangani 1991 silam itu. Ia menilai KK tersebut tidak dapat diubah sepihak oleh Pemerintah Indonesia melalui izin ekspor yang diberikan jika beralih status menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Karena itu, melalui surat tersebut, diharapkan bisa didapat solusi atas kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu. “Dalam surat itu ada waktu 120 hari di mana Pemerintah Indonesia dan Freeport bisa menyelesaikan perbedaan-perbedaan yang ada. Kalau tidak selesai, Freeport punya hak untuk melakukan (gugat) arbitrase,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait