Penuhi Syarat Automatic Exchange of Information Lewat Revisi KUP
Berita

Penuhi Syarat Automatic Exchange of Information Lewat Revisi KUP

Agar comply, Indonesia akan memasukkan berbagai pasal mengenai Automatic Exchange of Information ke UU KUP, lantaran soal kerahasiaan data nasabah, masih terganjal di sejumlah UU.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Menkeu Sri Mulyani Indrawati. Foto: RES
Berbagai persiapan terus dilakukan Indonesia untuk memenuhi persyaratan sehingga masuk dalam Automatic Exchange of Information atau pertukaran informasi sistem keuangan otomatis. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengingatkan, dengan bergabungnya Indonesia dalam 101 negara yang mengikuti sistem tesebut, maka kecil kemungkinan wajib pajak untuk bisa menghindari perpajakan di satu negara.

“Seperti diketahui bahwa ini merupakan suatu kebijakan global yang disepakati oleh sekarang lebih dari 101 negara untuk bersama-sama untuk saling memberikan informasi, terutama informasi mengenai perpajakan. Sehingga tidak dimungkinkan lagi atau kecil kemungkinan dari wajib untuk bisa menghindari perpajakan di satu negara,” kata Sri Mulyani, sebagaimana dikutip dari laman resmi Setkab, Rabu (22/2) sore.

Berkaitan dengan hal tersebut, Sri Mulyani mengatakan,mengenai mekanisme yang disepakati bersama tentang siapa dan lembaga apa yang terlibat dalam mengatur pertukaran informasi tersebutmasih dikaji. Apakah oleh lembaga jasa keuangan atau oleh Direktorat Jenderal Pajak. “Kami tadi melaporkan kepada Rapat Terbatas, mengenai persiapan-persiapan itu,” ujarnya.

Salah satu jalan keluar dari persoalan ini, lanjut Sri Mulyani, dengan memasukkan berbagai pasal terkait Automatic Exchange of Information dalam UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang kini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2017. Klausulnya, agar akses informasi untuk urusan perpajakan bisa diperkuat, sehingga bisa memenuhi persyaratan dalam Automatic Exchange of Information. (Baca Juga: Implementasi Tax Amnesty Terbentur UU Perbankan dan UU Perpajakan)

Hal ini dilakukan, lanjut Sri Mulyani, lantaran masih terdapat ganjalan mengenai kerahasiaan data nasabah di sejumlah UU. Seperti yang diatur dalam Pasal 40, 41, 41A, 42, 43, 44, 44A UU No. 10 Tahun 1998 Perubahan Atas UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Sedangkan dalam UU No. 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan Syariah, pasal kerahasiaan data tercantum pada Pasal 41. Untuk pengecualiannya terdapat dalam Pasal 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49 UU tentang Perbankan Syariah.

Automatic Exchange of Information sendiri merupakan pengiriman informasi tertentu mengenai wajib pajak pada waktu tertentu secara periodik, sistematis dan berkesinambungan dari negara sumber penghasilan atau tempat menyimpan kekayaan, kepada negara residen wajib pajak. (Baca Juga: Kebut Revisi UU Demi Mengejar Implementasi Automatic Exchange of Information)

Mengenai pertanyaan apakah dengan diberlakukannnya Automatic Exchange of Information, maka tidak ada lagi wajib pajak yang bermain dengan kewajiban pajaknya atau menaruh uangnya di luar negeri. Mulyani mengatakan, jika mereka mau menempatkan uangnya di negara mana pun, mereka telah menjadi subject Automatic Exchange of Information.

“Dalam hal ini tidak ada lagi bisa seseorang yang misalnya membuka account di luar negeri, misalnya di negara ASEAN, Eropa atau di Amerika, maka rahasia dari data tersebut tidak akan diberikan,” terang Sri Mulyani seraya menambahkan, bahwa negara-negara tersebut juga sekarang sudah ikut di dalam Automatic Exchange of Information.

Sementara itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar bergabungnya Indonesia dalam implementasi pertukaran informasi di bidang jasa keuangan dan perpajakan pada September 2018 digunakan sebagai momentum untuk melakukan reformasi sistem informasi keuangan, terutama perbaikan sistem informasi perpajakan.

“Ini jelas momentum untuk membangun database, untuk membangun administrasi perpajakan yang lebih komprehensif, lebih integratif, dan juga lebih kuat,” kata Presiden Jokowi dalam pengantarnya Rapat Terbatas tentang Implementasi Pertukaran Informasi Otomatis di Bidang Jasa Keuangan dan Perbankan, serta Persiapan Pertemuan Tahunan Internasional Monetary Fund-World Bank Tahun 2018.

Dengan database perpajakan yang lebih komprehensif, Presiden meyakini akan bermanfaat bagi upaya peningkatan tax rasio, mendorong kepatuhan pajak secara sukarela, serta mencegah penghindaran dan penggelapan pajak. Ia menegaskan, ke depan Indonesia harus berupaya meningkatkan tax rasio agar bisa membiayai program-program prioritas terutama pengentasan kemiskinan, pemerataan ekonomi, dan pembukaan lapangan pekerjaan.

Untuk itu, Presiden Jokowi meminta Menteri Keuangan, Menteri Hukum dan HAM untuk menyiapkan regulasi yang dibutuhkan untuk mendukung implementasi pelaksanaan sistem pertukaran informasi otomatis ini. “Saya hanya menekankan agar jangan sampai terjadi tumpang tindih atau berbenturan antar peraturan perundang-undangan yang nantinya akan menyulitkan dalam pelaksanaannya,” katanya.

Setidaknya, dari penelusuran Hukumonline, terdapat dua RUU yang bisa segera dibahas oleh pembuat UU agar comply dengan persyaratan Automatic Exchange of Information. Kedua RUU tersebut adalah bagian dari 49 RUU yang masuk dalam daftar Prolegnas tahun 2017. (Baca Juga: Baleg Sepakati 49 RUU Prolegnas 2017, Ini Daftarnya)

Keduanya adalah RUU tentang Perubahan Kelima Atas UU No. 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berada pada nomor urut 14 di daftar Prolegnas. Sedangkan satu lagi adalah RUU tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang berada di nomor urut 32 Prolegnas 2017.
Tags:

Berita Terkait