Melaporkan Peristiwa Pidana Tak Harus Menyaksikan Langsung
Berita

Melaporkan Peristiwa Pidana Tak Harus Menyaksikan Langsung

Saksi yang tak melihat langsung bukan saksi fakta?

Oleh:
NEE
Bacaan 2 Menit
Masalah saksi dalam perkara pidana sudah lama menjadi perdebatan, dan menjadi perhatian hukumonline. Foto salah satu diskusi mengenai perluasan makna saksi di hukumonline. Foto: HOL/PROJECT
Masalah saksi dalam perkara pidana sudah lama menjadi perdebatan, dan menjadi perhatian hukumonline. Foto salah satu diskusi mengenai perluasan makna saksi di hukumonline. Foto: HOL/PROJECT
Makna saksi dalam KUHAP sudah diperluas Mahkamah Konstitusi sejak tahun 2012 lalu. Lantas, apakah saksi harus mendengar dan menyaksikan langsung suatu peristiwa pidana agar punya hak untuk melapor? Apakah seseorang yang hanya menonton video di youtube, misalnya, berhak melapor ke polisi tanpa verifikasi apakah isi video itu asli atau bukan?

Masalah ini juga mencuat dalam sidang dugaan penodaan agama di PN Jakarta Utara yang bersidang di auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta. Para pengacara terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mempersoalkan sejumlah saksi pelapor karena para saksi ini melapor ke polisi padahal bukan orang yang melihat langsung Ahok berpidato di Kepulauan Seribu, 27 September 2016.

Dalam Pasal 1 angka 24 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang disampaikan oleh seorang karena hak dan kewajiban berdasarkan undang-undang kepada pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa pidana. Pasal 1 angka 26 KUHAP menyebutkan saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri, dan ia alami sendiri.

Seperti diketahui, pidato itulah yang akhirnya menyeret  Ahok ke kursi pesakitan setelah dilaporkan sejumlah saksi. Masalahnya, saksi-saksi pelapor umumnya hanya melihat video pidato Ahok dari media sosial youtube. Intinya, di mata tim pengacara Ahok, para saksi pelapor itu bukan saksi fakta. Bahkan ada saksi yang menontonnya di rumah sehingga dalam laporan polisi tertulis peristiwa pidananya terjadi di rumah pelapor.

Berdasarkan catatan Hukumonline, beberapa orang saksi pelapor dilaporkan balik oleh tim pengacara Ahok ke kepolisian. (Baca juga: Tugas Penyidik dalam Memanggil Saksi pada Pemeriksaan Perkara di Kepolisian).

Dalam persidangan ke-11 perkara Ahok, Selasa (21/2) lalu, ahli hukum pidana Mudzakkir juga menyinggung masalah ini. Kata dosen Fakultas Hukum UII Yogyakarta ini, siapapun yang melihat atau dirugikan oleh peristiwa pidana bisa melapor, termasuk jika mengetahui peristiwa pidana dari media sosial. (Baca juga: Ahli Pidana Ini ‘Perkuat’ Dakwaan Jaksa Terhadap Ahok).

“Sah saja yang mana kalau kepentingan mereka itu terganggu, terlanggar, atau menjadi korban daripada ucapan perbuatan atau tulisan atau mungkin rekaman yang dipublikasi tadi, sehingga kalau dia melaporkan terjadinya tindak pidana sumbernya bukan live langsung pada ikut serta dalam proses yang aslinya, tapi bisa juga dari hasil rekamannya,” Mudzakkir memberikan argumentasi.

“Dari publikasi bisa dijadikan dasar untuk melakukan pangaduan syaratnya jaminan orisinalitas antara yang terpublikasi dengan sumber yang aslinya,” tambahnya.

Dijelaskan lebih lanjut, legalitas saksi pelapor harus dilihat kasus per kasus. Dalam kasus penodaan agama, perbuatannya tidak selalu tindakan. Bisa saja berupa tulisan, gambar, atau rekaman suara yang baru diketahui belakangan. Dalam kasus semacam ini, orang bisa saja melaporkan orang yang diduga membuat tulisan, membuat gambar, atau mengeluarkan pernyataan.

Tinggal bagaimana memastikan tulisan, gambar, rekaman, atau video yang dijadikan dasar melapor adalah asli dan bukan rekayasa. Dalam kasus Ahok, seorang ahli forensik yang dihadirkan di persidangan sudah memverifikasi otentikasi video pidato Ahok di Kepulauan Seribu.

Kualifikasi saksi yang dimaksud Mudzakkir ini juga tampak bersesuaian dengan Putusan MK Nomor 65/PUU-VIII/2010 atas uji materi KUHAP. Berdasarkan putusan itu, saksi juga termasuk orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Tags:

Berita Terkait