Selamatkan Satwa Liar Lewat Revisi UU 5/1990
Berita

Selamatkan Satwa Liar Lewat Revisi UU 5/1990

Dalam satu dekade terakhir, ancaman terhadap kehidupan liar semakin meningkat.

Oleh:
FAT
Bacaan 2 Menit
Foto: Istimewa
Foto: Istimewa
Yayasan Scorpion Indonesia, Wildlife Conservation Society (WCS) dan Perkumpulan Tambora Muda memperingati Hari Hidupan Liar Sedunia 2017 yang ditetapkan setiap tanggal 3 Maret. Kali ini, tema yang diangkat “Mendengarkan Suara Kaum muda” dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya upaya konservasi kehidupan liar.

Marison Guciano dari Yayasan Scorpion Indonesia mengatakan, dalam satu dekade terakhir, ancaman terhadap kehidupan liar terus meningkat. Di satu sisi, hutan sebagai habitat kehidupan liar semakin menyusut. Sementara di sisi lain, kesejahteraan kehidupan liar di berbagai lembaga konservasi, terutama kebun binatang dan taman safari memperlihatkan kondisi yang memperihatinkan.

Salah satunya, lanjut Marison, viralnya video beruang madu di kebun binatang Bandung yang terlihat meminta-minta makanan kepada pengunjung baru-baru ini. Ia menilai, fenomena tersebut merupakan puncak gunung es dari persoalan rendahnya kesejahteraan kehidupan liar di kebun binatang dan taman safari di Indonesia. (Baca Juga: MA Perhatikan Keanekaragaman Hayati Indonesia)

“Hidupan liar di lembaga konservasi membutuhkan lebih dari sekadar makanan. Mereka harus diberikan peluang untuk berperilaku alami; terbebas dari rasa stress dan tertekan; bebas dari rasa sakit, luka dan penyakit; bebas dari rasa tidak nyaman, serta bebas dari rasa lapar dan haus,” ujar Marison dalam siaran pers yang diterima hukumonline, Selasa (3/7).

Marison mengatakan, salah satu harapan agar ancaman terhadap kehidupan liar bisa berkurang adalah direvisinya UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Melalui revisi tersebut, hak-hak kehidupan liar wajib terjamin seperti termaktub dalam lima prinsip kesejahteran satwa.

“Generasi muda diharapkan menjadi garda terdepan untuk menjaga masa depan Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan negara yang memiliki tingkat endemisme tertinggi di dunia,” sambung Marison. 

Pada kesempatan yang sama, Program Manager Wildlife Trade-Wildlife Conservation Society Indonesia Program (WCS-IP), Dwi Nugroho Adhiasto, mengatakan bahwa perdagangan ilegal satwa liar terus meningkat selama empat kali lipat sejak tahun 2010. Bahkan, nilai perdagangan tersebut mencapai angka Rp13 triliun per tahun. (Baca Juga: Bareskrim: Perdagangan Satwa Langka Marak di Internet)

Jumlah tersebut diasumsikan sebagai jumlah minimum perdagangan ilegal satwa liar yang berhasil diungkap. Jika perdagangan ilegal terus terjadi di masa depan dengan volume yang sama atau bahkan lebih besar dari yang ditemukan, masa depan keanekaragaman hayati Indonesia akan semakin terancam. 

Menurut data Wildlife Crime Unit (WCU), lembaga anti kriminalitas perdagangan satwa liar yang dibentukoleh WCS-IP,sepanjang tahun 2016 tercatat 91 operasi penangkapan, dimana 52 operasi diantaranya melibatkan WCU. Dari 52 penangkapan dengan pelaku sebanyak 89 orang ini, sebanyak 90 persen kasus proses hukum berjalan sampai dengan
peradilan.

Sementara 28 kasus dalam proses penyidikan atau persidangan, 19 kasus sampai dengan vonis, 4 kasus mendapat sanksi administrasi berupa surat peringatan dan wajib lapor, dan 1 kasus dihentikan karena bukti belum kuat.Dari sisi vonis, mayoritas pelaku divonis ringan sehingga belum memenuhi rasa keadilan. (Baca Juga: Jampidum Minta Jaksa Hukum Berat Pelaku Kejahatan Satwa Liar)

“Rata-rata vonis yang diterima oleh pelaku adalah sekitar 9 bulan penjara dengan denda 10 juta rupiah. Vonis tertinggi 2 tahun penjara dengan denda Rp5-Rp10 juta. Vonis pengadilan ini belum memenuhi rasa keadilan, karena masih jauh dari hukuman maksimal 5 tahun dengan denda Rp 100 juta sesuai UU No. 5Tahun 1990 tentang Konservasi SumberDaya Alam Hayati dan Ekosistemnya” kata Dwi.
Tags:

Berita Terkait