Buruh Desak PT Freeport untuk Patuh Hukum
Berita

Buruh Desak PT Freeport untuk Patuh Hukum

Jalankan amanat UU Minerba dan UU Ketenagakerjaan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY
Ilustrasi Pertambangan. Foto: ADY
Polemik PT Freeport dan pemerintah belum tuntas, belum ada kesepakatan yang dihasilkan kedua pihak. Sekjen KSPSI, Subiyanto, mendesak PT Freeport untuk mematuhi hukum di Indonesia diantaranya UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) dan UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Subiyanto menyebut UU Minerba mengamanatkan kepada badan usaha pertambangan untuk melakukan pengolahan dan pemurnian hasil pertambangan di dalam negeri. Pemurnian itu paling lambat dilakukan 5 tahun setelah UU Minerba diundangkan. Namun, sampai sekarang belum ada progres dari PT Freeport untuk memenuhi ketentuan tersebut.

Menurut Subiyanto, kalangan buruh berkepentingan untuk mengawal peraturan itu karena dampaknya bukan hanya dirasakan buruh di perusahaan pertambangan tapi juga rakyat Indonesia. "Kalau PT Freeport membangun smelter bakal ada nilai tambah dari hasil produksinya, sekaligus menciptakan lapangan kerja baru," katanya kepada wartawan di Jakarta, Selasa, (7/3). (Baca Juga: Posisi Hukum Pemerintah di Forum Arbitrase Internasional Dinilai Kuat)

Selanjutnya, Subiyanto mendesak PT Freeport mematuhi aturan ketenagakerjaan. Dari laporan yang diterima anggotanya di PUK SPSI PT Freeport, Subiyanto mendapat informasi perusahaan asal Amerika Serikat (AS) itu merumahkan ribuan buruhnya. Selain itu sebagian TKA dan buruh kontraktor yang bekerja di lingkungan PT Freeport diputus hubungan kerjanya (PHK). Subiyanto mengingatkan UU Ketenagakerjaan mengamanatkan semua pihak terutama pemerintah, pengusaha dan buruh untuk mencegah terjadinya PHK.

Subiyanto melihat alasan yang dipakai PT Freeport untuk melakukan kebijakan itu karena adanya force major. Bagi Subiyanto persoalan yang ada tidak disebabkan oleh force major seperti bencana alam dan perang, tapi terkait kepatuhan PT Freeport terhadap hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk itu Subiyanto mendorong PT Freeport dan pemerintah untuk berunding dan mencapai kesepakatan terbaik sehingga memberi kepastian hukum bagi buruh. (Baca Juga: Anomali Negara dalam Pusaran Freeport)

Subiyanto mengklaim jumlah buruh PT Freeport dan kontraktornya yang menjadi anggota KSPSI mencapai lebih dari 20 ribu orang. Selaras itu, dia menegaskan buruh tidak mau menjadi tameng PT Freeport untuk melawan pemerintah. Baginya, PT Freeport wajib mengikuti aturan di Indonesia. "Kami menilai kebijakan pemerintah terhadap PT Freeport sudah baik, sikap kami mendukung pemerintah menegakkan kedaulatan Indonesia," ujarnya.

Terpisah, Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan polemik PT Freeport bukan cuma mengenai peralihan Kontrak Karya (KK) menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) dan divestasi saham 51 persen, tak kalah penting soal smelter. Iqbal menyebut kebijakan itu sebagai upaya pemerintah melakukan nasionalisasi terbatas terhadap PT Freeport Indonesia. Sebab, sekalipun divestasi saham itu  dilakukan, pemerintah bisa menyerahkan pengelolaannya bukan hanya kepada BUMN tapi juga swasta baik lokal atau asing. (Baca Juga: Rezim Perizinan Usaha Pertambangan, Bawa Perubahan Penting Bagi Negara)

Iqbal memberi contoh PT Newmont yang diakuisisi menjadi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT). Peralihan itu tidak menjamin adanya peningkatan kesejahteraan bagi buruh. Bahkan Iqbal mencatat tingkat kesejahteraan buruh di bawah PT Newmont relatif lebih baik dibanding PT AMNT. Iqbal menekankan pemerintah agar hal itu tidak terjadi lagi untuk perusahaan tambang lainnya.

Ketimbang melakukan akuisisi itu Iqbal berharap pemerintah mendorong pembangunan smelter di beberapa daerah. Dia yakin dengan begitu Indonesia lebih banyak menerima manfaat. Hasil pengolahan konsentrat di smelter dapat menghasilkan beragam produk yang berguna untuk industri lainnya. Misalnya, limbah pengolahan smelter bisa dimanfaatkan industri pupuk dan semen. Paling penting, kita bisa mengetahui apa saja kandungan yang ada di dalam konsentrat yang bisa jadi bukan hanya tembaga dan emas.

"Kami mendukung kebijakan pemerintah melakukan nasionalisasi terbatas itu. Divestasi saham harus dilakukan dan smelter wajib dibangun, " pungkas Iqbal.
Tags:

Berita Terkait