MK-MA Ingatkan Pembentukan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada
Berita

MK-MA Ingatkan Pembentukan Peradilan Khusus Sengketa Pilkada

Saat ini, MK sebenarnya tidak berwenang mengadili sengketa hasil pilkada sesuai amanat putusan MK No. 97/PUU-XI/2013.

Oleh:
CR-23
Bacaan 2 Menit
Ketua MK, Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua MK, Arief Hidayat. Foto: RES
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengingatkan pembentukan peradilan khusus yang menangani perselisihan (sengketa) hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) sesuai amanat putusan MK No. 97/PUU-XI/2013 yang membatalkan kewenangan MK mengadili sengketa pemilukada. Sebab, selama ini penanganan sengketa pilkada di MK hanya transisional sambil menunggu terbentuknya peradilan khusus sengketa pilkada tersebut.

“Saat ini MK hanya menjalani masa transisional penanganan sengketa pilkada. Sengketa pilkada sebenarnya sudah bukan kewenangan MK lagi, ini seharusnya ditangani badan peradilan khusus. Itu sudah ada di putusan MK,” ujar Ketua MK Arief Hidayat usai acara diskusi public bertajuk “MK Mendengar..” di Hotel Borobudur Jakarta, Kamis (09/03/2017). Baca Juga: MK Hapus Kewenangan Sengketa Pemilukada

Merujuk Pasal 157 ayat (1-3) UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada menyebutkan untuk sementara waktu penanganan sengketa pilkada masih ditangani MK sebelum dibentuknya badan peradilan khusus untuk menangani sengketa hasil pilkada.  

Arief mengatakan penanganan sengketa pilkada selama ini cukup memakan waktu yang cukup lama, sehingga penanganan perkara pengujian Undang-Undang (UU) menjadi terbengkalai. Terlebih, jumlah perkara pengujian UU yang masuk ke MK cenderung meningkat setiap tahunnya.

“Selama tiga bulan ke depan, MK harus fokus menyelesaikan perkara sengketa pilkada. Sebenarnya, ini bukan beban. Karena kita negarawan, ya kita mau-mau saja. Tetapi, sebaiknya MK menguji UU saja agar integritas dan independensi hakim tidak terdampak oleh kasus-kasus sengketa pilkada,” kata dia.

Di tempat yang sama, Ketua MA Hatta Ali menolak tegas penyelesaian sengketa pilkada dikembalikan lagi ke lembaganya. Sebab, MA sendiri, menurutnya, bukanlah badan peradilan khusus untuk menyelesaikan masalah sengketa pilkada.“Di Indonesia peradilan khusus itu (putusannya) bersifat final binding. Kalau di MA berarti kan masih ada proses kasasi, maka lebih bagus badan peradilan khusus,” kata Hatta dalam kesempatan yang sama. 

Hatta meyakini lembaga peradilan khusus untuk sengketa pilkada dapat mengurangi beban lembaga peradilan (MA-MK) yang ada. Dia mengamini pandangan ketua MK bahwa penyelesaian sengketa pilkada di MK disebutnya akan mengganggu perkara uji materi. “Mungkin memang lebih baik (badan peradilan khusus),” katanya.

Juru Bicara MK Fajar Laksono mengatakan saat ini MK sebenarnya tidak berwenang mengadili sengketa hasil pilkada. Hal ini telah ditegaskan dalam putusan MKNo. 97/PUU-XI/2013 yang membatalkan wewenang MK mengadili sengketa pilkada melalui pengujian Pasal 236 C UU No. 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah dan Pasal 29 ayat (1) huruf e UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman.    

Menurutnya, alasan pembatalan wewenang MK mengadili perkara yang bersifat transisi itu disebabkan kala itu MK tengah mengadili 11 sengketa pemilukada. Apalagi, dalam konstitusi tidak ada kewenangan MK mengadili sengketa pilkada. “Karena itu, dalam pertimbangan putusan MK, tidak dinyatakan MK tidak berwenang, kecuali ada lembaga khusus untuk mengadili sengketa pilkada, maka MK intinya tidak berwenang,” kata Fajar.

Kemudian, putusan MK tersebut dikukuhkan dalam Pasal 157 ayat (1-3) UU Pilkada. “Artinya kewenangan MK sekarang sifatnya transisional menjelang dibentuknya badan peradilan khusus,” tambahnya.
Tags:

Berita Terkait