Serikat Buruh Mendesak Pemerintah Untuk Meratifikasi Konvensi ILO 183
Berita

Serikat Buruh Mendesak Pemerintah Untuk Meratifikasi Konvensi ILO 183

Guna melindungi hak maternitas buruh perempuan.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi demo buruh di Jakarta.  Foto: SGP
Ilustrasi demo buruh di Jakarta. Foto: SGP
Memperingati hari perempuan internasional yang jatuh setiap 8 Maret, sejumlah serikat buruh yang tergabung dalam KSPI, KSPSI dan KPBI mendesak pemerintah untuk meratifikasi konvensi ILO No.183 tentang Perlindungan Hak Maternitas. Presiden KSPI, Said Iqbal, mengatakan pemerintah perlu memperkuat perlindungan terhadap buruh perempuan.

Menurut Iqbal, kebijakan itu patut dilakukan pemerintah Indonesia sebagai negara industri. Dia mencatat industri menyumbang 54 persen PDB Indonesia, artinya buruh berkontribusi dalam membangun perekonomian Indonesia. Sayangnya, capaian itu tidak dibarengi dengan kebijakan perlindungan yang memadai bagi buruh perempuan.

Konvensi ILO 183 penting diratifikasi karena memberikan perlindungan maternitas yang baik. Misalnya, memberi waktu bagi buruh perempuan untuk cuti melahirkan selama 14 pekan. Saat ini buruh perempuan hanya mendapat cuti melahirkan selama 12 pekan. (Baca Juga: Lindungi Buruh Migran, ASEAN Butuh Instrumen Hukum yang Mengikat)

“Semua negara industri sudah menjalankan kebijakan cuti melahirkan 14 pekan. Indonesia dikategorikan sebagai negara maju (G20), kita sangat tertinggal jika tidak menerapkan itu,” kata Iqbal dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (7/3).

Iqbal juga mengeluhkan masih banyak perusahaan yang melakukan pemeriksaan terhadap buruh perempuan yang mengajukan cuti haid. Padahal, UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tidak mengamanatkan untuk melakukan pemeriksaan tersebut. Buruh perempuan berhak mendapat cuti haid pada hari pertama dan kedua waktu haid tanpa ada pemeriksaan.

Begitu pula soal pajak, Iqbal menilai ada diskriminasi bagi buruh perempuan yang membayar pajak pribadi. Tidak seperti buruh pria yang bisa mendapat pengurangan pajak jika statusnya sudah menikah, buruh perempuan tetap membayar pajak yang besarannya sama ketika dia masih lajang. Iqbal mendesak agar buruh perempuan yang sudah menikah bisa mendapat potongan dalam membayar pajak. (Baca Juga: Ketika PP Pengupahan Masih Dipersoalkan)

Ketua Umum SPN, Iwan Kusmawan, menyebut India dan Vietnam lebih maju dalam menerapkan cuti melahirkan, mereka memberi waktu selama 6 bulan. Melalui kebijakan ini bayi dari buruh perempuan bisa mendapat air susu ibu yang cukup. “Ini mempengaruhi kualitas generasi penerus bangsa,” tukasnya.

Selain itu Iwan menyoroti perusahaan yang belum memenuhi tanggung jawabnya untuk menyediakan ruang laktasi dan waktu menyusui di tempat kerja. Padahal itu telah diatur dalam Peraturan Bersama 3 Menteri yakni Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Menteri Ketenagakerjaan dan Menteri Kesehatan No.48/Men.PP/XII/2008, PER.27/MEN/XII/2008 dan No.1177/Menkes/PB/XII/2008 tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu Selama Waktu Kerja di Tempat Kerja.

“Cuti melahirkan yang lebih lama akan memberikan perlindungan yang lebih terhadap buruh perempuan dan bayinya sehingga derajat kesehatan perempuan jadi lebih baik,” pungkas Iwan. (Baca Juga: Buruh Desak PT Freeport untuk Patuh Hukum)
Tags:

Berita Terkait