Siapa Bilang Sarjana Hukum Tak Bisa Berkarier di Industri Asuransi? Simak Peluang Ini!
Berita

Siapa Bilang Sarjana Hukum Tak Bisa Berkarier di Industri Asuransi? Simak Peluang Ini!

Latar belakang sarjana hukum punya potensi yang cukup besar berkarir di industri ini. sebagian karakter pekerjaan di industri asuransi ini mirip pekerjaan profesi favorit para sarjana hukum, yakni membuat opini seperti pengacara.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Sarjana Hukum Universitas Indonesia. Foto ilustrasi: anakui.com
Sarjana Hukum Universitas Indonesia. Foto ilustrasi: anakui.com
Latar Belakang Pendidikan Adjuster
Property
(PAR/IAR, Fire, Earthquake)
·         Teknik (mesin, metalurgi, sipil, arsitektur, elektro, komputer, perminyakan, kimia,dll)
·         Sosial (hukum, ekonomi/akuntasi,dll)
Engineering
(CAR/EAR, MB, HE, EEI,Boiler, dll)
·         Teknik (mesin, metalurgi, sipil, arsitektur, elektro, komputer, perminyakan, kimia,dll)
Casualty
(Liability)
·         Sosial (hukum, ekonomi/akuntansi.dll)
·         Teknik
Financial Lines
(Fidelity, BI, Money in transit)
·         Sosial (hukum, ekonomi/akuntansi.dll)
·         Teknik
Marine
(Cargo, Hull, Average)
·         Sosial (hukum, ekonomi/akuntansi.dll)
·         Teknik
Sumber: Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI), Maret 2017

Budi melanjutkan, selain harus memiliki bakat-bakat non-formal seperti misalnya perilaku yang sopan, diplomatis, lihai, pandai merayu, gaul, harus sabar karena harus menghadapi hadapi orang yang punya klaim. Seorang adjuster juga dituntut pandai membagi waktu dalam bekerja lantaran pekerjaan ini tidak sekedar datang-duduk-pulang layaknya pekerja kantoran biasa. Saat mengurusi klaim tertanggung, adjuster lazim memulai pekerjaannya dengan melakukan riset dan survei, meeting dengan pihak terkait, hingga menulis laporan.

Dikatakan Budi, tak jarang pula adjuster mesti harus berkonsultasi dengan sejumlah pakar di bidang terkait, misalnya konsultan metalurgi, konsultan forensik atau akuntan saat mengurus klaim yang mana tujuannhya agar opini yang diberikan tidak menimbulkan multi tafsir. Sebab, lanjut Budi, seringkali pasal-pasal yang tertuang dalam polis asuransi sulit diintepretasikan, sementara tugas utama adjuster adalah mengukur dan menghitung sesuatu yang rusak di lapangan. (Baca Juga: Sri Indrastuti Hadiputranto, Berkah Kepatuhan Kepada Bapak)

“Harus bisa membagi waktu, karena mesti melakukan survei, membuat laporan, meeting, baca banyak literatur, membuat laporan dalam bahasa Inggris dan berkomunikasi dengan tenaga ahli asing. Dan yang terpenting integritas. Ini yang paling sulit karena tantangan terbesar dari penilai kerugian asuransi adalah godaan di sisi integritas,” papar Direktur Utama PT McLarens Indonesia itu.

Bila diperhatikan sekilas, praktik yang dilakukan seorang adjuster sebetulnya menyerupai dengan praktik yang lazim dilakukan sejumlah profesi hukum. Sebutlah, misalnya membuat opini atas penanganan klaim punya kesamaan dengan pekerjaan pengacara, konsultan hukum perusahaan (corporate lawyer), Legal Officer, maupun penasihat hukum internal perusahaan (in house counsel). Sama halnya dengan profesi pengacara atau corporate lawyer, untuk menjadi adjuster juga harus lulus dalam ujian sertifikasi yang diadakan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi.

Lantas, bagaimana kondisi profesi adjuster saat ini? Budi mengatakan, total perusahaan anggota APKAI di Indonesia hingga saat ini baru berjumlah 27 perusahaan. Untuk anggota APKAI sendiri, totalnya berjumlah 377 orang. Mayoritas latar belakang pendidikan adjuster berasal dari teknik sebanyak 68% sementara terbanyak kedua berasal dari lulusan sarjana sosial yang mencapai 15%. Kemudian, mengenai peluang di industrinya sendiri, Budi memperkirakan rata-rata total kasus klaim per tahun bisa mencapai lebih 10.000 kasus dimana seorang adjuster dapat menangani 30 kasus per tahun atau 3 kasus setiap bulannya.

Sementara itu, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), Hotbonar Sinaga mengatakan bahwa keahlian yang paling dibutuhkan untuk masuk industri asuransi ini adalah justru berkenaan terkait dengan soft skill, terutama kemampuan komunikasi. Selain komunikasi, ia menilai kemampuan lainnya seperti adaptasi, sikap, dan integritas juga tak kalah penting wajib dimiliki.

“Apalagi soal integritas atau kejujuran. Ini tidak mudah (dideteksi) saat rekrutmen,” kata Sinaga menegaskan.

Selain keahlian tersebut, profesi lainnya di industri asuransi yang menuntut keahlian khusus adalah pialang asuransi. Sebagai gambaran, pialang asuransi bekerja pada perusahaan pialang asuransi untuk memberi rekomendasi atau mewakili pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam melakukan penutupan asuransi atau asuransi syariah dan/atau penyelesaian klaim sebagaimana diatur UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian.

Bila diperhatikan, pola kerja yang lazim dilakukan pialang asuransi serupa dengan pola yang dilakukan oleh konsultan hukum. Berdasarkan penelusuran Hukumonline, sejumlah firma hukum banyak yang punya wilayah praktik (practice area) di bidang asuransi. Tak jarang, beberapa konsultan hukum bahkan ada yang memang mengkhususkan diri hanya akan menangani kasus-kasus di bidang perasuransian seperti misalnya mewakili kliennya yang berstatus sebagai pemegang polis.

Ketua Asosiasi Pialang Asuransi dan Reasuransi Indonesia (Apparindo), Harry Purwanto mengatakan bahwa pialang asuransi dituntut memiliki profesionalisme dalam menjalankan profesinya. Sama halnya dengan konsultan hukum, pialang asuransi juga memiliki kode etik profesi yang mana ketika melakukan pelanggaran etik, yang bersangkutan berpotensi dicabut keanggotannya dari Apparindo.

“Ada Dewan Kehormatan Apparindo yang putuskan apabila lakukan kesalahan,” kata Harry.

Total Profesi Pialang Asuransi dan Perusahaan Pialang Asuransi*
Jumlah Tenaga Kerja (2016)LokalJoint VentureTotal
Perusahaan Pialang Asuransi3.0964323.528
Perusahaan Pialang Reasuransi3247331
3.4204393.859
 
Jumlah Perusahaan (2016)LokalJoint VentureTotal
Perusahaan Pialang Asuransi1559164
Perusahaan Pialang Reasuransi39140
19410204
Sumber: Apparindo, Maret 2017 *berdasarkan data yang masuk/terdaftar di Apparindo.

Harry menambahkan, selain harus memiliki profesionalisme, pialang asuransi juga harus memenuhi persyaratan yang diatur oleh OJK, yakni memiliki sertifikat kepialangan dengan level paling rendah dua tingkat di bawah kualifikasi tertinggi dari Lembaga Sertifikasi Profesi atau sertifikat kepialangan dari luar negeri setelah terlebih dulu memperoleh pengakuan dari Lembaga Sertifikasi Profesi. Lalu, OJK juga mewajibkan pialang asuransi memiliki pengalaman kerja di bidang teknis kepialangan dan atau teknis asuransi paling singkat tiga tahun.

Tak hanya itu, pialang asuransi wajib menjadi anggota Apparindo dan terdaftar di bawah pengawasan OJK. Dikatakan Harry, ketika pialang asuransi terbukti melanggar kode etik dan keputusan Dewan Kehormatan Apparindo memberhentikan yang bersangkutan sebagai anggota asosiasi, maka otomatis pialang asuransi itu tidak dapat kembali bekerja di perusahaan pialang asuransi karena regulasi mengatur bahwa pialang asuransi wajib terdaftar di OJK sebagaimana diatur dalam POJK No. 70/POJK.05/2016 Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pialang Asuransi, Perusahaan Asuransi Reasuransi, dan Perusahaan Penilai Kerugian Asuransi.

“Otomatis keluar karena dalam POJK harus jadi anggota asosiasi,” pungkas Harry.

Akan Dibangun Pusat Pelatihan Asuransi
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menyiapkan tempat yang nantinya diperuntukan sebagai pusat pelatihan bagi para profesi maupun pekerja di industri asuransi. Dibangun di atas lahan seluas 8 hektar di Sentul Bogor, Jawa Barat, OJK berharap dari tempat ini bisa menelurkan pakar-pakar serta ahli di bidang asuransi lantaran OJK akan mewajibkan sertifikasi bagi seluruh kalangan, baik karyawan yang berstatus fresh graduate hingga level middle sampai direktur.

Kepala Eksekutif Pengawas IKNB OJK, Firdaus Djaelani mengatakan bahwa sertifikasi ini menjadi prasyarat bagi pekerja maupun profesi di industri asuransi yang beralih dari satu bidang asuransi tertentu ke bidang asuransi lainnya. Misalnya, seorang pekerja dipindahkan awalnya menanganai asuransi kerugian kemudian menangani asuransi mengenai properti. Untuk masuk ke bidang properti, OJK akan mewajibkan sertifikasi keahlian di posisi yang baru.

“Ini untuk bangun industri yang kita cintai, modal utama kita adalah SDM (Sumber Daya Manusia),” kata Firdaus.

Firdaus menambahkan, kadangkala perusahaan asuransi seringkali ‘melepas’ pekerjanya setelah rekrutmen meskipun sebagian dari mereka ada yang diikutkan pelatihan dasar asuransi. Kedepan, kata Firdaus, OJK akan mewajibkan setiap perusahaan asuransi untuk memberikan pelatihan dasar bagi seluruh pekerja yang direkrut perusahaan asuransi. Saat ini, OJK tengah menyusun payung hukum mengenai kewajiban itu. Firdaus mengatakan, paling lambat tahun ini aturan ini akan terbit namun ia masih enggan menyebut tanggal pastinya.

“Kita sedang siapkan aturannya, kerjasama dengan asosiasi. Tahun ini jadi,” kata Firdaus.

Firdaus melanjutkan, Indonesia saat ini sangat kekurangan ahli dibidang asuransi, terutama profesi aktuaris. Pasalnya, ia menilai profesi aktuaris ini sangat penting di industri asuransi untuk hitung resiko dan kondisi keuangan perusahaan asuransi. Sebagai informasi, aktuaris itu sendiri bertugas mengaplikasikan ilmu matematika, statistika, teori ekonomi dan keuangan dalam mengatasi masalah bisnis riil. Aktuaris juga dapat bekerja di industri lain selain asuransi misalnya di sektor perbankan, investasi, dana pensiun, serta terkait dengan manajemen resiko.

UU No.40 Tahun 2014 mengatur, OJK berwenang melakukan penilaian kemampuan dan kepatutan kepada sejumlah pihak di perusahaan asuransi termasuk aktuaris dan OJK dapat menetapkan sanksi kepada aktuaris. Firdaus mengumpamakan, peran aktuaris dalam perusahaan asuransi layaknya juru masak (chief). Karier tertinggi yang bisa dijajaki dalam perusahaan asuransi, lanjut Firdaus, bisa mencapai posisi presiden direktur.

“Tidak harus matematika, kalau punya basic matemtika saja bisa misalnya dari Fakultas Ekonomi itu bisa,” katanya.
Lulusan dari Fakultas Hukum seringkali berkutat mengejar karier sebagai pengacara, jaksa, hakim, atau notaris. Profesi-profesi tersebut memang masih menjadi pilihan yang paling bergengsi buat penyandang gelar Sarjana Hukum (S.H). Lantas, adakah peluang karier bagi para sarjana hukum ini di bidang lainnya, seperti asuransi misalnya?

Ketua Umum Asosiasi Penilai Kerugian Asuransi Indonesia (APKAI), Budi Mahersi, mengatakan bahwa secara formal latar belakang pendidikan untuk berkarier sebagai penilai kerugian asuransi (Adjuster) dapat berasal dari berbagai bidang keilmuan, salah satunya lulusan dari jurusan hukum. dalam beberapa bidang asuransi, rumpun ilmu sosial termasuk hukum di dalamnya bisa menjadi modal penting saat berkarier sebagai seorang adjuster.

“Tapi sebetulnya yang lebih esensial sebagai adjuster justru bakat-bakat non-formal,” kata Budi dalam sebuah diskusi yang digelar di Jakarta, Kamis (16/3) yang lalu. (Baca Juga: Fika Fawzia, Orang Hukum di Belakang Menteri Susi)

Sebagai gambaran, profesi adjuster itu sendiri merupakan profesi di dalam industri asuransi yang memberikan jasa berupa pemeriksaan dan/atau penilaian atas klaim yang diajukan oleh masyarat atau konsumen selaku tertanggung kepada perusahaan asuransi selaku penanggung berdasarkan syarat dan ketentuan dalam polis asuransi.

Fungsi adjuster itu sendiri, pada prinsipnya untuk memeriksa penyebab kerugian serta menerapkan syarat dan ketentuan dalam polis asuransi berkaitan dengan penyebab dengan membuat opini atas ada atau tidaknya tanggung jawab polis atas klaim yang diajukan. Selain itu, fungsi lainnya adalah menilai kerugian sesuai dengan syarat dan ketentuan dalam polis asuransi. Serta, apabila diminta, adjuster dapat menegosiasikan penyelesaian klaim yang dapat diterima oleh berbagai pihak. (Baca Juga: Andovi da Lopez, Mahasiswa FHUI Jadi Seleb Youtube)

“Kalau tidak ada klaim, kita tidak berperan. Baru setelah ada klaim, kita berperan untuk tangani klaim dan bekerja sama dengan pihak broker (pialang asuransi),” ujarnya.
Tags:

Berita Terkait