Hukumonline Terima Kunjungan Aliansi Nasional Reformasi KUHP
Info

Hukumonline Terima Kunjungan Aliansi Nasional Reformasi KUHP

Kedatangan Aliansi untuk beraudiensi mengenai beberapa poin pengaturan dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan bereskpresi.

Oleh:
DAN
Bacaan 2 Menit
Aliansi Reformasi Nasional KUHP saat berfoto dengan staf redaksi Hukumonline. Foto: DAN
Aliansi Reformasi Nasional KUHP saat berfoto dengan staf redaksi Hukumonline. Foto: DAN
Pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) terus dikebut oleh Pemerintah dan DPR. Pembahasan yang saat ini telah memasuki Buku Kedua tersebut direncanakan selesai pada tahun ini. Meski demikian, masih terdapat banyak persoalan yang menyangkut substansi dari RKUHP yang pengaturannya mesti diperhatikan kembali, baik oleh Pemerintah maupun DPR. Salah satunya adalah pasal-pasal yang menyangkut pengaturan kebebasan berekspresi.

Tanpa disadari, beberapa pengaturan di dalam RKUHP disinyalir membatasi kebebasan warga negara dalam berekspresi. Pembatasan tersebut dicantumkan dalam berbagai ketentuan terkait pasal-pasal pidana yang langsung menyasar warga negara. Bahkan beberapa pasal proteksi negara yang telah dicabut melalui putusan Mahkamah Konstitusi, dihidupkan kembali dalam RKUHP atau diatur ulang seakan menjadi pidana baru.

Berkaitan dengan hal tersebut, Aliansi Nasional Reformasi KUHP, Selasa (21/3), menyambangi kantor Hukumonline untuk melakukan audiensidengan sejumlah staf redaksi, khususnya terkait perkembangan pembahasan RKUHP.

Hukumonline senang dengan kehadiran rekan-rekan dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP. Kami secara terbuka menerima audiensi ini sebagai bagian dari upaya menambah wawasan dan khazanah pemberitaan Hukumonline ke depan,” ujar Pimpinan Redaksi Hukumonline, Fathan Qorib, saat menerima kunjungan dari Aliansi Nasional Reformasi KUHP.

Menurut Fathan, isu terkait pembatasan kebebasan berekspresi yang diatur dalam RKUHP cukup menyita perhatian khalayak pada umumnya, dan masyarakat hukum pada khususnya. Oleh karena itu Hukumonline selama ini telah ikut memberikan informasi kepada khalayak melalui pemberitaan-pemberitan yang berkaitan langsung dengan isu tersebut dalam pembahasan  RKUHP.

Staf Bagian Advokasi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Ade Wahyudi, yang ikut tergabung dalam Aliansi Nasional Reformasi KUHP menjelaskan, keberadaan Aliansi yang telah berdiri sejak 2005 silam ini, bertujuan untuk mendorong rumusan pengaturan delik yang berperspektif HAM dalam RKUHP dan mendorong luasnya partisipasi publik dalam dalam proses pembahasan dan perumusan ketentuan RKUHP.

Aliansi mencatat beberapa poin pengaturan dalam RKUHP yang berpotensi mengancam kebebasan bereskpresi. Pertama, kejahatan terhadap ideologi negara yang diatur dalam Pasal 219 dan 220 RKUHP tentang penyebaran ajaran komunisme/marxisme-Leninisme, serta Pasal 221 RKUHP tentang peniadaan dan penggantian ideologi Pancasila.

Selain itu, pengaturan tentang tindak pidana terhadap martabat Presiden dan Wakil Presiden. Padahal, Peneliti Institute for Criminal Juctise Reform (ICJR), Erasmus menilai, pasal tersebut sebelumnya telah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi dalam putusannya, namun hendak diatur kembali dalam RKUHP dengan alasan adanya pengaturan terkait penghinaan terhadap kepala negara tetangga, maka penting diatur pasal penghinaan kepada kepala negara sendiri.

Selanjutnya, terdapat pasal yang mengatur tentang penyebaran kebencian terhadap Pemerintah sebagaimana yang diatur dalam Pasal 284 dan 285 RKUHP. Pasal-pasal pidana penyebar kebencian terhadap Pemerintah Haatzaaiartikelen, sesungguhnya berasal dari British Indian Penal Code, yang pada waktu itu dianggap tepat diberlakukan terhadap bangsa Indonesia sebagai negeri jajahan. “Artinya pasal ini merupakan peninggalan jaman kolonial,” ujar Erasmus.

Sementara pengaturan lainnya terkait pembatasan kebebasan berekspresi terdapat dalam pengaturan tindak pidana terhadap proses sistem penyelenggaraan peradilan/Contempt of Court, seta pasal-pasal terkait penghinaan ringan, pencemaran, fitnah, persangkaan palsu, dan penistaan terhadap orang yang sudah meninggal.

Audiensi selama lebih dari satu jam itu berlangsung cair dan santai. Usai berdiskusi, Aliansi dan tim redaksi Hukumonline berlanjut ke foto bersama, sebelum pamitan dan melanjutkan kegiatan masing-masing.
Tags:

Berita Terkait