PBI Transaksi Sertifikat Deposito Akan Dukung Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur
Utama

PBI Transaksi Sertifikat Deposito Akan Dukung Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur

Penerbitan Sertifikat Deposito dapat memperbaiki profil tenor mismatch pendanaan dan penempatan dana jangka panjang.

Oleh:
NANDA NARENDRA PUTRA
Bacaan 2 Menit
Keterangan Foto: Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, Nanang Hendarsah. Foto: NNP
Keterangan Foto: Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan Bank Indonesia, Nanang Hendarsah. Foto: NNP
Bank Indonesia (BI) baru saja menerbitkan peraturan mengenai sertifikat deposito di pasar uang. Dituangkan dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 19/2/PBI/2017, regulasi ini diproyeksikan akan mendukung kebutuhan pemerintah dalam membangun proyek-proyek infrastruktur.

“Aturan ini berlaku 1 Juli (2017),” kata Kepala Departemen Pengembangan Pasar Keuangan BI, Nanang Hendarsah di kantornya, Kamis (23/3).

Nanang menjelaskan, latar belakang penerbitan aturan ini salah satunya bertujuan untuk mendukung pembentukan pasar uang yang dalam, likuid, dan efisien. Kondisi pasar uang yang seperti, diharapkan akan bisa mendorong efektivitas kebijakan moneter dan makro prudensial serta mendukung sistem pembayarang yang efektif. Namun,  dalam 10 tahun terakhir, BI mencatat kondisi pasar uang Indonesia masih didominasi oleh penerbitan surat berharga oleh BI dan transaksi pinjam-meminjam antar bank.

Kondisi seperti itu, lanjut Nanang, dinilai kurang efektif mendukung pembentukan pasar uang yang dalam, likuid, dan efisien. Dengan diterbitkannya PBI ini, BI berharap instrumen dalam pasar uang akan semakin banyak dan beragam lantaran sertifkat deposito (Negotiable Certificate Bond/NCD) semakin didorong masuk ke dalam pasar uang. Sebab, beragamnya instrumen dalam pasar uang ini akan membuat pelaku pasar melakukan diversifikasi atas sejumlah instrumen di dalamnya.

“Melalui PBI sertifikat deposito ini, mengejewantahkan peran BI sebagai otoritas pasar uang. Aturan ini juga untuk mitigasi risiko sistemik di pasar uang,” ujar Nanang.

Catatan BI, kepemilikan sertifikat deposito masih didominasi oleh bank mencapai 92%. Sisa 6% dimiliki oleh institusi dana pensiun dan sisanya dimiliki oleh lembaga keuangan lainnya. Bagi perbankan, instrumen sertifikat deposito sangat penting untuk mematangkan struktur pendanaan. Kata Nanang, struktur pendanaan perbankan saat ini masih didominasi oleh Dana Pihak Ketiga (DPK), seperti tabungan, giro, serta sertifikat deposito sebesar 93% yang bersifat jangka pendek dan rentan terhadap penarikan sewaktu-waktu.

Selain itu, penempatan dana bank mayoritas dalam bentuk kredit sebesar 69% dari penempatan dana dengan jangka waktu yang relative panjang. disebutkan Nanang, kondisi itu berpotensi menimbulkan mismatch tenor aset-kewajiban perbankan. Salah satu jalan keluarnya sebetulnya, yakni mulai mempertimbangkan untuk menjadikan instrumen sertifikat deposito sebagai sumber pendanaan.

“Sifatnya sangat pendek, jadi mungkin kira-kira sampai satu bulan. Kalau struktur perbankan yang sangat pendek, sulit mendapatkan bagi bank untuk biayai proyek-proyek yang sifatnya jangka panjang. Deposito rata-rata satu bulan, bahkan tabungan setiap saat bisa ditarik, itu sebabkan struktur maturitas liabilities atau sisi pasiva neraca bank sangat pendek,” kata Nanang.

Hukumonline.com

Lebih lanjut, kata Nanang, perbankan yang selama ini hanya tempatkan aset di Pasar Uang Antar Bank (PUAB) dan REPO punya pilihan untuk membeli instrumen sertifkat deposito. Bagi bank yang menerbitkan sertifikat deposito, bank akan diuntungkan karena profil maturitas kewajiban sertifikat deposito panjang yakni mencapai 3 tahun dimana perbankan tidak perlu khawatir soal kewajiban waktu jatuh tempo. Menurut Nanang, dalam waktu dekat ada tiga bank yang rencananya akan menerbitkan sertifkat deposito bernilai Rp 5,4 Triliun.

Sayangnya, Nanang masih enggan menyebutkan siapa tiga pihak bank yang akan segera menerbitkan sertifikat deposito ini. BI juga terus mendorong bank lainnya untuk mulai bermain ke instrumen ini. Setidaknya, 116 bank terus didorong untuk menerbitkan sertifikat deposito. Begitu halnya dengan Bank Pembangunan Daerah (BPD), BI juga mendorong BPD untuk menerbitkan sertifkat deposito agar dapat memperbaiki funding mereka.

“Karena teradi transaksi jual beli yang cukup aktif, ini akan membuat price discovery atau pembentukan harga di pasar uang akan menjadi lebih efisien. Praktik di banyak negara, instrumen pasar uang yang diperdagangkan secara aktif akan mencapai price efficiency, harganya akan terbentuk lebih efisien dibanding instrument yang tidak diperdagangkan di pasar uang. Artinya, bank kalau menerbitkan sertifikat deposito masuk ke wholesale market. Kalau dia menerima DPK, ini dalam bentuk ritel,” paparnya

Pokok Pokok Pengaturan PBI Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang
1Kriteria Sertifikat Deposito yang Ditransaksikan di Pasar Uang
Ø  Diterbitkan dalam bentuk tanpa warkat (scriptless)
Ø  Bunga dibayarkan secara diskonto
Ø  Diterbitkan dalam denominasi rupiah atau valuta asing
Ø  Diterbitkan dengan besaran nominal paling sedikit Rp 10 miliar atau ekuivalennya dalam valuta asing dan selanjutnya dengan kelipatan Rp 10 miliar atau ekuivalennya dalam valuta asing.
2Perizinan Penerbit dan Lembaga Pendukung Pasar Uang
Ø  Bank yang menerbitkan sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia
Ø  Perusahaan efek dan perusahaan pialang yang bertindak sebagai perantara transaksi sertifikat deposito wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia
Ø  Bank dan Perusahaan Efek yang bertindak sebagai Kustodian untuk sertifikat deposito yang ditransaksikan wajib memperoleh izin dari Bank Indonesia
Ø  Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perizinan diatur dalam Peraturan Anggota Dewan Gubernur (Sebelumnya dikenal dengan isitlah Surat Edaran BI)
3Transaksi Sertifikat Deposito
Ø  Transaksi sertifikat deposito dilakukan secara langsung atau melalui perantara pelaksanaan transaksi
Ø  Penyelesaian transaksi sertifikat deposito harus dilakukan paling lama 5 hari kerja setelah transaksi (t +5)
Ø  Penghitungan harga transaksi sertifikat deposito menggunakan konvensi perhitungan hari (day-count convention), yaitu Actual/360
Ø  Penghitungan harga dalam transaksi sertifikat deposito dapat mengacu pada suku bunga acuan (JIBOR & LIBOR) yang berlaku secara umum di pasar.
4Pelaporan dan Pengawasan
Ø  Bank Indonesia melakukan pengawasan terhadap sertifikat deposito yang ditransaksikan di pasar uang sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai pasar uang
Ø  Bank dan perusahaan efek yang melakukan transaksi sertifikat deposito untuk kepentingan sendiri dan/atau yang memberikan jasa perantara pelaksanaan transaksi sertifikat deposito nasabah wajib menyampaikan laporan transaksi secara periodik kepada Bank Indonesia
Ø  Perusahaan pialang yang memberikan jaminan jasa perantara pelaksanaan transaksi sertifikat deposito nasabah wajib menyampaikan laporan transaksi nasabahnya secara periodic kepada Bank Indonesia.
Ø  LPP yang ditunjuk Bank Indonesia wajib menyampaikan laporan atas penatausahaan sertifikat deposito secara periodic kepada Bank Indonesia
Sumber: PBI Nomor 19/2/PBI/2017 tentang Transaksi Sertifikat Deposito di Pasar Uang, Diolah.

Sebagai informasi, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sudah menerbitkan aturan mengenai penerbitan sertifikat deposito bagi bank melalui POJK Nomor 10/POJK.03/2015 Tahun 2015 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank. Peraturan yang mulai berlaku sejak 14 Juli 2015 silam itu pada pokoknya mengatur aspek yang serupa dengan PBI tersebut. Menurut POJK, sertifikat deposito diterbitkan oleh bank. Namun, bank tersebut wajib terlebih dahulu mendapatkan persetujuan OJK sebelum menerbitkan sertifikat deposito tanpa warkat. Syarat itu diantaranya mengenai syarat yang berlaku mengenai kegiatan usaha dan kantor cabang berdasarkan modal inti bank.

Syarat lainnya, bank harus mematuhi penetapan manajemen risiko bank umum dan mematuhi peraturan yang berlaku mengenai produk dan kegiatan berdasarkan prinsip syariah. Persetujuan OJK diwajibkan bagi bank yang ingin menerbitkan sertifikat deposito dalam valuta asing. Mesti dicatat, bank dilarang menerbitkan sertifikat deposito yang bersifat turunan atau terkait dengan produk keuangan lainnya.

Terkait dengan bentuknya, sertifikat deposito ini dapat diberikan dalam bentuk warkat, yakni sertifikat yang merupakan sertifikat atas tunjuk dan tanpa warkat, yakni wajib diidentifikasikan kepemilikannya oleh bank pada pencatatan oleh LPP, dalam hal ini PT Kusodian Sentral Efek Indonesia (KSEI). sertifikat deposito wajib memiliki nilai nominal Rp 10 juta atau yang setara dalam valuta asing dan berlaku dalam jangka waktu paling lama satu bulan dan paling lama 36 bulan.

Bunga sertifikat deposito bagi bank umum bersifat tetap dan dibayarkan oleh bank saat sertifikat diterbitkan setelah dihitung dari jumlah deposito nasabah. Imbal hasil dan mekanisme pembayaran imbal berdasarkan prinsip syariah diatur lebih lanjut melalui Surat Edaran OJK. Sebagai informasi, POJK ini sekaligus mencabut regulasi terkait sertifikat deposito sebelumnya dalamKeputusan Menteri Keuangan No. 1065/KMK.00/1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh lembaga Bukan Bank, dan Surat Edaran BI No. 21/27/UPG Tahun 1988 tentang Penerbitan Sertifikat Deposito Oleh Bank Dan Lembaga Keuangan Bukan Bank.

“OJK terkait penerbitan, PBI atur transaksi. Sinergi ini diharakan pasar sertifikat deposito yang semakin berkembang sehingga ketahanan stabilitas sistem keuangan, efektivitas moneter, dan pendanaan untuk pembiayaan nasional. Izin dilakukan ke BI saat bank akan menerbitkan dan mentransaksikan. Kalau bank hanya ingin menerbitkan namun tidak ingin mentransaksikan, tidak perlu izin dari BI,” jelas Nanang.

Peluang Danai Proyek Infrastruktur
BI menyebut bahwa salah satu manfaat dari penerbitan sertifkat deposito adalah untuk memperbaikin profil tenor mismatch  terkait pendanaan dan penempatan dana perbankan. Menurut Nanang, lembaga keuangan tak hanya bank sangat berpotensi untuk menjadi investor sertifikat deposito ini seperti dana pensiun, perusahaan asuransi, BPJS, manajer investasi, korporasi, serta investor asing yang membeli di pasar primer karena khusus untuk investor asing dilarang membeli melalui pasar sekunder.

“Dengan adanya PBI Sertifikat Deposito di pasar uang akan ada potensi penambahan instrumen bagi perusahaan asuransi dan dana pensiun,” kata Nanang menekankan.

Hukumonline.com
Sumber: Bank Indonesia

Sebagaimana diwartakan Hukumonline, Pemerintah butuh modal sebesar Rp5 ribu triliun untuk mendanai proyek infrastruktur. Namun, cadangan kas negara baru cukup mendanai kurang dari separuh kebutuhan itu. Bahkan, sekalipun anggaran infrastruktur pemerintah digabung selama lima tahun mulai dari 2015 sampai 2019, baru terkumpul kurang lebih sekitar Rp 1.500 triliun. Berarti, pemerintah butuh dana swasta terlibat lebih besar.

Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas), Pungky Sumadi mengatakan bahwa pemerintah terus mencari solusi mengatasi keterbatasan Anggaran Belanja Pendapatan Negara/Daerah (APBN/APBD). Salah satu alternatif yang didorong pemerintah adalah menarik minat pelaku usaha swasta agar terlibat dalam penyediaan infrastruktur.

“Kita mendorong lebih jauh lagi dimana penyediaan infrastruktur bisa sepenuhnya oleh non pemerintah. Dunia usaha kita dorong,” kata Pungky akhir Februari 2017 kemarin.

Pemerintah dalam hal ini Kementerian PPN/Bappenas memang tengah mendorong pelaku usaha terutama yang mengelola dana jangka panjang agar berpartisipasi dalam penyediaan infrastruktur. Melalui program yang dinamai Pembiayaan Investasi Non Anggaran (PINA), pemerintah berharap kebutuhan penyediaan infrastruktur yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah baik Kementerian/Lembaga ataupun Pemerintah Daerah dapat ditutupi oleh keberadaan pelaku usaha swasta maupun BUMN/BUMD.

(Baca Ulasan Mendalam Mengenai PINA: Jalan Keluar Atasi Kesulitan Pembiayaan Infrastruktur di Sektor Energi dan Infrastruktur)

Sumber pendanaan proyek PINA dapat berasal namun tidak terbatas pada dana-dana infrastruktur, dana institusi domestik maupun global, serta pasar modal modal domestik dan global. Sumber pembiayaan yang dimaksud itu bisa berasal dari penanaman modal, dana kelolaan, pasar modal, asuransi, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lain ataupun pembiayaan yang sah lainnya. Menteri PPN/Kepala Bappenas,Bambang Brodjonegoro mengatakan bahwa dana pensiun dan asuransi jiwa merupakan sumber pendananaan jangka panjang.

Kedua sumber pendanaan itu, katanya, merupakan ‘pasangan yang serasi’ karena sama-sama punya orientasi jangka panjang. Pengelola dana pensiun dan asuransi jiwa mesti menempatkan dana yang besar itu ke dalam skema yang tepat agar mendapatkan return (imbal balik) yang optimal. Sebagiamana diketahui, peserta dana pensiun dan pemegang polis tentu berharap mereka menerima manfaat yang paling optimal saat waktu jatuh tempo tiba.

“Ini ketemu, karena kalau mengandalkan perbankan saja. Perbankan itu dana pihak ketika kebanyakan jangka pendek apakah tabungan atau deposito. Padahal proyek infrastruktur jangka panjang, ini yang menyebabkan miss match. Ini kenapa bank komersial tidak bisa memberikan porsi yang besar untuk infrastruktur, dia pasti ada batasnya,” sebutnya.

(Baca Ulasan Mendalam Mengenai Upaya Pemerintah Memenuhi Pembiayaan Infrastruktur: Taktik Pemerintah dari Masa ke Masa ‘Merayu’ Investor Bangun Infrastruktur)

Bambang menyebut, satu contoh skema PINA yang sudah teralisasi adalah tercapainya financial closing pembiayaan ekuitas proyek jalan tol Waskita Toll Road yang melibatkan peran PT Sarana Multi Infrastruktur/SMI (Persero) dan PT Taspen (Persero). Dalam proyek konsesi 15 ruas jalan tol ini, PT SMI dan PT Taspen memberikan pembiayaan awal sebesar Rp3,5 triliun kepada PT Waskita Toll Road. (Baca Juga: Permendagri 96/2016 Terbit, Pembiayaan Infrastruktur Daerah Diharap Lebih Mudah)

Proyek Waskita Toll Road membutuhkan dana investasi senilai Rp70 triliun. Namun, PT Waskita Karya sebagai pemegang saham waktu itu hanya punya modal Rp6 triliun. Padahal, modal minimal yang dibutuhkan mencapai Rp21 triliun. Lantas, bagaimana dengan kekurangan modal Rp15 triliun? Kata Bambang, kalau memakai skema PMN nantinya berpotensi menimbulkan problem dari segi kas negara maupun saat pembahasan di Parlemen. Maka disepakati skema PINA ini dengan PT SMI dan PT Taspen.

“Mereka (PT SMI dan PT Taspen) juga butuh return yang baik, tapi jangan dilihat partisipasi PT SMI dan  PT Taspen ini sebagai charity atau CSR atau sebagai apapun yang tidak bernilai ekonomis. Ini justru nilainya sangat ekonomis. Saking ekonomisnya, deal ini baru selesai setelah 11 bulan. Mereka sibuk negosiasi untuk dapat return yang terbaik bagi masing-masing. Dan ini wajar bagi dunia bisnis. Meskipun sesama BUMN kalau udah urusan duit,kenceng negosiasinya,” paparnya.

Hukumonline.com

Bak gayung bersambut, BI melalui PBI terbarunya ini juga mendorong agar sektor jasa keuangan, salah satunya asuransi dan dana pensiun untuk masuk menjadi investor potensial penerbitan sertifikat deposito. Kedua industri ini bisa mempertimbangkan bahwa alokasi investasi mereka sebagian besar berada di instrumen tabungan dan deposito.

“Perusahaan asuransi dan dapen jadi potensial investor di NCD, krn alokasi investasi tinggi di tabungan dan deposito. Dengan aturan NCD ini akan ada potensi penambahan instrumen bagi perusahaan asuransi dan dapen,” kata Nanang.
Tags:

Berita Terkait