Jaksa dan Pengacara Ahok Memperdebatkan Pasal 162 KUHAP
Utama

Jaksa dan Pengacara Ahok Memperdebatkan Pasal 162 KUHAP

Ahli tersebut sudah dimintai keterangan dalam proses penyidikan. Apa sikap majelis hakim?

Oleh:
HASYRY AGUSTIN
Bacaan 2 Menit
Sidang Ahok beberapa waktu lalu. Hingga sidang ke-16, tahapannya masih mendengar keterangan ahli. Foto: POOL
Sidang Ahok beberapa waktu lalu. Hingga sidang ke-16, tahapannya masih mendengar keterangan ahli. Foto: POOL
Sidang dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sudah memasuki sidang ke-16. Ahok dan tim pengacaranya menghadirkan sejumlah ahli dengan beragama latar belakang. Namun dalam persidangan kali ini terjadi perdebatan lantaran penuntut umum keberatan jika keterangan seorang ahli dibacakan.

Akademisi hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Nur Azis Sahid, berhalangan datang ke ruang sidang. Pengacara Ahok meminta agar keterangan Sahid bisa dibacakan saja di ruang sidang. Pasal 162 KUHAP memungkinkan keterangan dibacakan jika ada halangan yang sah.

Tim jaksa langsung mengajukan keberatan atas permintaan itu. Menurut jaksa, jika ahli tidak hadir, maka keterangannya tak perlu dibacakan. Keadaan yang sama pernah terjadi pada penuntut umum, keterangan ahli tak dibacakan lantaran tak hadir di sidang. (Baca juga: Merujuk Kovenan Internasional, Pengacara Ahok Tolak Semua Keterangan Ahli MUI).

"Kami keberatan Yang Mulia,  karena ahli tidak hadir sehingga sebaiknya tidak perlu dibacakan.  Waktu ahli kami tidak hari pun kami tidak membacakannya. Jadi kalau hakim mengizinkan ahli dari Terdakwa dibacakan maka kami meminta untuk membacakan keahlian ahli kami yang tidak hadir," ucap seorang anggota tim jaksa dalam sidang, Rabu (29/3). (Baca juga: Dianggap Menyalahi KUHAP, Jaksa Tolak Saksi a de Charge Ahok).

Tim jaksa mempersoalkan pijakan Pasal 162 KUHAP sebagai dasar penolakan. Pasal ini menyebutkan: (1) jika saksi sesudah memberikan keterangan  dalam penyidikan meninggal dunia atau karena halangan yang sah tidak dapat hadir di sidang atau tidak dipanggi karena jauh tempat kediaman atau timpat tinggalnya atau karena sebab lain yang berhubungan dengan kepentingan negara, maka keterangan yang telah diberikannya itu dibacakan; (2) Jika keterangan itu sebelumnya telah diberikan di bawah sumpah, maka keterangan itu disamakan nilainya dengan keterangan saksi di bawah sumpah yang diucapkan di sidang.

Menurut tim jaksa, Pasal 162 itu hanya untuk saksi, bukan ahli. Sebaliknya, tim pengacara Ahok menilai ruh Pasal 162 KUHAP bisa dipakai jika ahli berhalangan hadir. Lantaran Nur Azis Sahid berhalangan datang ke persidangan, seharusnya keterangan dosen Unsoed Purwokerto itu bisa dibacakan.

Gara-gara perdebatan jaksa dan pengacara Ahok itu, majelis hakim sempat berdiskusi sejenak dengan anggota majelis. Ketua majelis hakim, Dwiarso Budi Santiarto, mengumumkan sikap majelis: "Kami sudah berdiskusi kami akan membolehkan membacakan, karena ahli ini sudah ada di dalam BAP.  Untuk JPU, kami tidak bisa memberikan waktu pada ahli JPU,  karena waktu bagian JPU, kalian tidak meminta untuk membacakannya," tegas Dwiarso.

Setelah ketetapan majelis hakim itu, jaksa dan pengacara menyudahi perdebatan mengenai Pasal 162 KUHAP. Pengacara Ahok pun membacakan keterangan Nur Azis Sahid. (Baca juga: Dianggap Punya Konflik Kepentingan, Ahli Ditolak Pengacara).

Dalam keterangannya yang dibacakan pengacara Ahok di ruang sidang, Nur Azis Sahid berpendapat apa yang ahok lakukan tidak memenuhi unsur kesengajaan.  Unsur kesengajaan ada ketika pelaku menghendaki suatu perbuatan dan mengetahui bahwa perbuatan tersebut dilarang namun tetap dilakukan. "Tidak punya niat, sehingga tidak ada unsur kesengajaan. Sehingga Pasal 156 atau Pasal 156a huruf a KUHP tidak terpenuhi unsurnya".

Ahli lain yang dihadirkan Ahok dan pengacaranya, ahli bahasa dari Universitas Katholik Atmajaya Jakarta, Bambang Kuswanti,  berpendapat apa yang disampaikan Ahok berdasarkan pengalaman yang dia dapatkan dari pemilu sebelumnya. Kalimat "dibohongi oleh Surat Al Maidah", menurut ahli, bukanlah inti dari pembicaraan yang disampaikan Ahok saat berkunjung ke Pulau Seribu, 27 September 2016.

"Jika ingin melihat secara bahasa jangan hanya melihat dari satu konteks saja. Tetapi harus secara keseluruhan.  Saya menonton video tersebut dan menyimak bahwa inti dari pembicaraan yang disampaikan oleh Ahok ialah mengenai penyampaian program, sedangkan yang dipermasalahkan ialah bukan inti penyampaian sehingga tidak penting," tutur Bambang.
Tags:

Berita Terkait