Sejak MK berdiri sejak 13 tahun lalu, kejadian ini pertama kali yang tidak diduga sama sekali. Padahal, sistem administrasi perkara di MK selama ini sudah dianggap baik. Tentu tidak fair jika ada kejadian seperti ini lantas sistem administrasi MK dianggap buruk. Jika dibandingkan KPU, belum lama ini, sistem KPU yang sudah sedemikian baik saja bisa di-hack. Lagipula, peristiwa ini terungkap karena terdeteksi dengan sistem CCTV, bukan diberitahu orang, media, atau pihak pemohon.
Alhasil, setelah melihat CCTV ternyata betul ada 2 orang yang mengambil berkas saat bukan jam kerja, pegawai gugus tugas saat itu piket sampai jam 12 malam. Yang pasti, kejadian ini tidak ada sama sekali hubungannya dengan Hakim MK. Sebab, menurut keterangan pihak kepolisian, Kasubag Humas MK berhubungan dengan temannya saat kuliah S-2, kebetulan dia pengacara dan bekas pegawai MK. Nah, orang ini mencari makan di ajang sengketa pilkada, untuk mencari klien dengan mengambil berkas permohonan pilkada Dogiyai. Sehingga, merasa sedari awal dia sudah punya permohonannya agar pihak terkait/termohon bisa dengan mudah menjawab. Baca Juga: Pemohon Sengketa Pilkada Dogiyai Minta MK Usut Tuntas Hilangnya Berkas Permohonan
Atas kejadian ini, apa langkah MK agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi?
Tentu, ke depan sudah pasti, persoalan ini akan menjadi catatan perbaikan sistem administrasi perkara di MK. Sebab, praktik pendaftaran permohonan sengketa pilkada hingga distribusi berkas permohonan ada jarak waktu yang cukup lama. Nah, ke depan celah-celah ini harus ditutup. Misalnya, hari ini berkas permohonan diadministrasikan, hari itu juga berkas di-upload agar menjadi barang (informasi) yang bisa diakses publik, ini supaya tidak lagi orang bisa mencuri-curi berkas, karena berkas sudah menjadi domain publik.
Terkait penanganan sengketa pilkada oleh MK yang bersifat transisi, bagaimana pandangan Anda mengenai amanat pembentukan lembaga khusus mengadili sengketa pilkada?
Iya, kewenangan mengadili sengketa pilkada hanya sementara hingga dibentuknya lembaga khusus sengketa pilkada sesuai amanat putusan MK No. 97/PUU-XI/2013, yang telah menghapus kewenangan MK mengadili sengketa pemilukada dan mengamanatkan pembentukan lembaga khusus mengadili sengketa pilkada. Dalam putusan MK ini, MK memandang sengketa pilkada sejatinya bukan rezim pemilu yang diatur konstitusi, melainkan rezim pemerintahan daerah, sehingga MK tidak berwenang lagi. Awalnya, lembaga/badan khusus sengketa pilkada ini paling lambat harus sudah dibentuk pada 2027. Tetapi, sesuai UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada diubah rumusannya menjadi paling lambat lembaga khusus sengketa pilkada pilkada ini harus sudah terbentuk sebelum pelaksanaan pilkada serentak nasional yang diperkirakan pada 2024.
Namun, secara pribadi tidak terlalu yakin badan peradilan khusus itu akan terbentuk. Sebab, selama ini orang sudah yakin (percaya) bersengketa di MK karena alasan sosiologis yakni pengalaman dan memiliki sumber daya yang sudah terlatih. Terbukti, sampai saat ini konsep badan peradilan khusus sengketa pilkada juga belum jelas. Seperti, ruang lingkup kewenangannya, kedudukannya, pola rekrutmen dan komposisi hakimnya, di bawah lembaga mana, apa lembaga ini bersifat independen dan sentralistik, sifat putusannya seperti apa, dan bakal diatur di UU apa? Semuanya masih sangat abstrak yang harus dirumuskan secara rinci oleh pembentuk UU dengan UU khusus. Tetapi, penafsiran sederhana yang sering dibahas di seminar-seminar, MK dinyatakan sudah tidak berwenang lagi, berarti menjadi kewenangan pengadilan di daerah (rezim pemerintahan daerah) yang berpuncak di MA.
(speech writer)Baca Juga: MK Sidangkan Permohonan Sengketa Pilkada
Kontroversi Undang-Undang Tanpa Pengesahan PresidenPembaruan Hukum Acara Pengujian Peraturan Perundang-undangan di Bawah Undang-Undang; Desain Konstitusional Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah. “Penuangan Makna Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dalam Kebijakan Negara di Kawasan Perbatasan.”; “Pembangkangan terhadap Putusan MK.”
hukumonline
Apa yang membedakan sengketa pilkada serentak kedua tahun 2017 ini dengan sebelumnya?
Baca Juga: Ingin Ikut Sengketa Pilkada di MK, Ini Tahapannya
Seperti sengketa pilkada serentak pertama, bagaimana sikap MK terhadap penerapan Pasal 158 UU No. 1 Tahun 2016 tentang Pilkada terkait selisih 0,5 hingga 2 persen suara sebagai syarat menggugat yang kerap dipersoalkan pemohon?
Baca Juga: Mengawal Sengketa Pilkada yang Berintegritas
Bagaimana pandangan MK mengenai praktik jasa pengacara/advokat dalam sengketa pilkada serentak?
Sesuai informasi yang diperoleh, Tim Bantuan Hukum dari Parpol mendominasi di sidang sengketa pilkada?
Apakah selama ini para pengacara sengketa pilkada menemui kendala ketika praktik beracara di MK?
Baca Juga: Ketika Konsistensi Pengacara Pilkada Dipersoalkan
Terkait kepala daerah bermasalah secara hukum, apakah selama ini MK memiliki data kepala daerah yang bersatus sebagai tersangka/terdakwa/terpidana yang pernah menggugat sengketa hasil pilkada?
legal standinglegal standing
Tak seperti sengketa pilkada serentak pertama, pelaksanaan sengketa pilkada kedua ini meninggalkan kesan negatif terkait hilangnya berkas permohonan pilkada Kabupaten Dogiyai, bagaimana pandangan Anda?