Revisi UU LLAJ Lebih Praktis Ketimbang Membuat UU Baru
Berita

Revisi UU LLAJ Lebih Praktis Ketimbang Membuat UU Baru

Bisa menjadi payung hukum untuk transportasi roda dua.

Oleh:
HAG
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi lalu lintas. Foto: SGP
Ilustrasi lalu lintas. Foto: SGP
Di tengah perdebatan mengenai keberadaan transportasi berbasis aplikasi, muncul gagasan untuk melakukan perubahan terhadap Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ). Undang-Undang inilah yang menjadi payung hukum transportasi darat, dan tak memasukkan roda dua sebagai moda transportasi angkutan penumpang.

Anggota DPR dan Pemerintah sebenarnya menyuarakan hal senada, yakni pentingnya melakukan revisi UU LLAJ jika transportasi berbasis aplikasi dan transportasi roda dua diakui secara hukum. Dalam diskusi di kompleks Parlemen 4 April lalu. (Baca juga: Atur Ojek Motor, DPR Ingin Revisi UU Lalu Lintas).

Pengajar ilmu perundang-undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Fitri A. Sjarif, berpendapat revisi terbatas akan lebih praktis ketimbang merevisi seluruh bagian UU LLAJ. Dengan revisi terbatas, maka hanya pasal yang relevan saja yang diubah, tidak melebar kemana-mana. Dalam hal ini yang direvisi adalah lingkup angkutan angkutan umum.

"Dibanding menyusun UU secara lengkap mengenai LLAJ, buat saja dulu UU perubahan yang isinya cuma mengubah pasal yang perlu. Pasal 47 pastinya atau mungkin ada yang lain," ujar Fitri menjawab pertanyaan hukumonline. (Baca juga: Pentingnya Asas Keadilan untuk Mengatur Bisnis Transportasi Online).

Agar rencana revisi itu berhasil, kata Fitri, harus ada komitmen politik yang mempercepat pembentukan UU perubahan LLAJ khususnya mengenai kendaraan bermotor roda dua sebagai angkutan umum. Jika tidak, masalah angkutan ojek roda dua akan menuai polemik di lapangan.

Kemenhub, sambung Fitri,  juga tidak bisa mengeluarkan peraturan dalam bentuk apapun untuk mengatur transportasi umum roda dua sepanjang Undang-Undang tidak mengatur. Jika Undang-Undang revisi mengakomodasi, ada payung hukum buat Pemerintah mengatur lebih lanjut hal-hal teknis. "Untuk mencari jalan tengah mengisi kekosongan ini, menurut saya Kemenhub tidak bisa (mengeluarkan aturan dalam bentuk apapun). Kalau toh dipaksakan bakal bisa ditentang, di-judicial review karena bertentangan dengan peraturan di atasnya," ungkap Fitri.

Sebelumnya, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi,  menjelaskan Pemerintah mengkaji jenis peraturan yang cocok untuk mengatur transporatasi umum roda dua.  Opsinya beragam. "Kami juga butuh waktu untuk mengkaji payung hukumnya dalam bentuk apa.  Karena tidak mungkin permen, kalau permen itu awalnya harus ada di Undang-undang namun kendaraan roda dua kan belum ada. Sehingga kami butuh waktu untuk mengkaji bentuk dari payung hukum itu," ungkapnya. 

Budi juga menyambut apabila DPR memang berniat untuk merevisi UU LLAJ dan memasukan tranportasi roda dua.  "Itu lebih baik,  jika DPR memang mau merevisi UU LLAJ dan memasukan tranportasi roda dua, itu menjadi lebih jelas," tegas Budi. 

Salah satu langkah yang sudah ditempuh Pemerintah adalah merevisi Peraturan Menteri Perhubungan No. 32 Tahun 2016 menjadi Permenhub No. 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Motor Umum Tidak dalam Trayek. Sejumlah daerah juga mulai mengatur transportasi ojek sepeda motor, misalnya Peraturan Walikota Depok No. 11 Tahun 2017 tentng Angkutan Orang dengan Sepeda Motor. (Baca juga: 11 Poin Revisi Peraturan Menteri Perhubungan Transportasi Online). 
Tags:

Berita Terkait